Bahkan mungkin sebaliknya, nuansa keagamaan tersebut hanya menimbulkan kebencian, iri hati, ajang show off, atau cadar untuk menutupi berbagai aib sosial. Inilah disfungsi agama yang seharusnya tidak terjadi. Karenanya, perlu dilakukan refleksi ulang atas berbagai aktivitas keagamaan setiap kita.
Pesan yang Mencerahkan
Sudah semestinya, Islam kita bawa dalam ranah historis. Agama ini dihadirkan untuk menjadi institusi penyelamat. Penganutnya demikian pula, penyelamat manusia lainnya. Â
Bukankah Rasulullah diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan li al-'alamin)? Seorang Muslim yang baik tidak hanya dilihat dari ketekunannya menjalankan serentetan ritual dari waktu ke waktu.Â
Melainkan bagaimana orang bisa makan dengan kedermawanannya, atau orang merasa bahagia dengan eksistensi dirinya. Dengan demikian, jatuh cinta secara berlebihan kepada diri sendiri tidak mendapatkan akarnya.Â
Agama narsistik dimana seseorang memfokuskan cinta hanya untuk dirinya ternyata bertentangan dengan Islam. Agama suci ini mengajarkan bahwa cinta kepada Allah dapat diwujudkan dengan mencintai sesama. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H