Rasulullah membangun sebuah negara berdasarkan kepentingan bersama dan penuh dengan keteraturan. Hubungan sosial yang harmonis, kaum mayoritas menjadi payung sosial bagi kaum minoritas, menjadikan kota yang dibangun Rasulullah bercorak modern. Madinah menjadi milik bersama. Tidak ada tirani mayoritas atas minoritas. Tidak pula ada radikalisme minoritas terhadap mayoritas. Semua berjalan secara seimbang dan adil.
Apresiasi terhadap prestasi kerja demikian tinggi. Meritokrasi menjadi standar  status seseorang. Kemuliaan tidak berdasarkan garis keturunan, melainkan prestasi yang dicapai seseorang. Setelah Madinah berada di bawah kendali Rasulullah, potensi mengganti nama Yatsrib menjadi nama Muhammad sebenarnya terbuka lebar.
Namun hal itu tidak dilakukannya. Rasulullah ingin menunjukkan kepada masyarakat tentang buruknya kultus individu. Ada semacam kekhawatiran, kelak sepeninggalnya akan terjadi kultus individu sekiranya nama Yatsrib diganti dengan Muhammad.
Wajar saja, sosiolog Robert N. Bellah dalam bukunya "Beyond Belief"Â menjelaskan bahwa prestasi Rasulullah dalam membangun peradaban merupakan lompatan jauh ke depan yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut Bellah, sistem sosial yang dibangun Rasulullah sangat modern, jauh meninggalkan masanya.
Masyarakat Madinah adalah komunitas paling demokratis ketika itu. Prinsip keterbukaan (openness) dan partisipasi (participation) warga negara demikian tinggi. Bagi Bellah, karakteristik inilah yang menjadi alasan kuat kemodernan Madinah. Wallaahu a'lam.