Petani adalah orang yang dibutuhkan dalam songgok pembangunan peradaban masyarakat di Negeri ini. Negeri Republik Indonesia dijuluki sebagai negara agraris yang menompang harap harapan penuh dari bangsanya.
Hari Tani Nasional juga merupakan simbolik peringatan darurat bahwa urusan atas hak tanah rakyat untuk bertani, tidak didorong untuk menuju kedaulatan pangan nasional. Namun, dasar hukum yang ada pada Undang-Undang Dasar Pasar 33 Ayat 3 tidak berpihak pada rakyat kecil yang berprofesi sebagai petani.
Sejarah Hari Tani Nasional
Pada kelahiran UUPA melewati proses panjang, selama 12 tahun lamanya. Dimulai dari pembentukan Panitia Agraria Yogya di Tahun 1948, Panitia Agraria Jakarta di Tahun 1951, Panitia Soewahjo di Tahun 1955, Panitia Negara Urusan Agraria di Tahun 1956, Rancangan Soenarjo di Tahun 1958, Rancangan Sadjarwo di Taun 1960, akhirnya dibedah dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) waktu itu. Kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin.
Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia:
- UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 (di dalam naskah asli), yang menyebutkan Bahwa “Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyatnya”.
- UUPA bermakna sebagai penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyatnya.
Hari Tani Nasional sebuah Momentum Nasionalime yang telah peringatin sejak 24 september 1963 dan dalam keputusan Presiden Republik Indonesia, No. 169 tahun 1963, bertepatan dengan pengesahaan UUPA (Undang Undang dasa Pokok-pokok Agraria) Tahun 1960.
Hari Tani diperingati sebagai simbol rakyat untuk memberikan peringatan untuk pemerintah, dimana tugas dan fungsi untuk mengatur akan perombakan status agraria/lahan yang timpang dan sarat.
UUPA 1960 sendiri sebagai spirit dasar perjuangan kebijakan hukum yang mengarah pada bidang agraria/lahan dalam usaha mengurus dan membagi tanah, sumber daya alam lainnya yang terkandung didalamnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat sepenuhnya.
Maju, Mundur dan Mandeknya cita-cita kemerdekaan nasional, demokrasi, kemakmuran rakyat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sangat dipengaruhi sejauh mana pemerintah mampu menyelenggarakan reforma agraria sejati.
Enam Dasawarsa
Hari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 60 tahun silam atau tepatnya pada 1960. Menjadi Momentum peringatan bagi kita semua agar menyadari, betapa pentingnya peran petani. Hak-hak atas mereka yang belum terealisasi dengan baik, apalagi sejahtera, mengingat rintihan penderitaan petani selalu terdengar dari pelosok-pelosok nusantara.
Rintihan yang mungkin sulit dipahami oleh para kaum elite kolonial, borjuis, bahkan oleh pihak pemangku kuasa jabatan tinggi hingga peramu jamu kebijakan, seharusnya mewakili aspirasi yang lahir dari penderitaan petani.
Melihat kondisi petani saat ini tidaklah mengalami dampak yang signifikan terhadap perubahan sosial, ekonomi dan budaya menuju kearah yang gemilang untuk menjayakan keadaan petani saat ini. Kualitas sumber daya manusia bagi petani yang dominan tidak paham kebijakan prioritas atas hak menyangkut nasib mereka atau isu strategis diplosok-plosok nusantara.