Mohon tunggu...
Muhammad Pijar
Muhammad Pijar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan ilmu hubungan international di Universitas Sriwijaya, saya sangat tertarik pada isu isu politik global.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Rusia-Ukraina: Dampak Global di Tengah Ketegangan Regional

7 Desember 2024   01:38 Diperbarui: 7 Desember 2024   01:52 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang Konflik
Perang Rusia-Ukraina adalah salah satu konflik terbesar di abad ke-21 yang telah mengguncang tatanan dunia. Sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari 2022, dunia menyaksikan kehancuran kemanusiaan yang meluas, ketidakstabilan geopolitik, dan dampak sistemik terhadap ekonomi global. Konflik ini, yang bermula dari ketegangan regional, berkembang menjadi krisis internasional dengan dampak multidimensional yang merambah ekonomi, ketahanan pangan, dan keamanan global.

Konflik Rusia-Ukraina memiliki akar sejarah yang dalam dan kompleks. Sebagai bagian dari Uni Soviet hingga 1991, Ukraina memiliki hubungan erat dengan Rusia baik secara geografis, budaya, maupun ekonomi. Namun, setelah memperoleh kemerdekaannya, Ukraina mengalami transformasi politik yang signifikan. Terutama sejak Revolusi Oranye pada 2004, negara ini semakin mendekat ke arah Barat, meninggalkan bayang-bayang Moskow. Hubungan Ukraina dengan Uni Eropa dan NATO semakin kuat, sebuah pergeseran yang membuat Rusia merasa terancam. Sejak saat itu, ketegangan antara kedua negara semakin memuncak, dengan Ukraina berusaha untuk membangun identitas politik dan ekonomi yang terpisah dari pengaruh Rusia (Orhan, 2022).

Invasi Rusia ke Ukraina pada 2014, yang berujung pada aneksasi Krimea, adalah titik awal eskalasi. Alasan yang digunakan Rusia untuk mencaplok Krimea adalah perlindungan terhadap etnis Rusia di wilayah tersebut serta kepentingan strategis Laut Hitam. Rusia mengklaim bahwa keberadaan pangkalan angkatan lautnya di Sevastopol, Krimea, sangat penting bagi keberlanjutan kekuatan militernya di wilayah tersebut. Namun, aneksasi ini menimbulkan kecaman internasional dan meningkatkan ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat. Sementara itu, Ukraina terus berusaha mempererat hubungan dengan Uni Eropa dan NATO, langkah yang dipandang Rusia sebagai ancaman langsung terhadap pengaruhnya di kawasan tersebut (Orhan, 2022).

Ketegangan memuncak pada 2022 ketika Rusia melancarkan operasi militer besar-besaran ke Ukraina. Presiden Vladimir Putin menyatakan bahwa tindakan ini bertujuan untuk "denazifikasi" Ukraina dan melindungi penduduk berbahasa Rusia di wilayah Donbas, yang sebagian besar terdiri dari etnis Rusia dan pro-Rusia. Namun, banyak pihak melihat langkah ini sebagai upaya Rusia untuk merebut kembali kendali atas wilayah yang dianggap strategis sekaligus menghalangi ekspansi pengaruh Barat. Sementara klaim "denazifikasi" dan perlindungan terhadap etnis Rusia dapat dimaklumi sebagai dalih politik, banyak yang memandangnya sebagai bagian dari strategi Rusia untuk memperluas pengaruhnya di kawasan pasca-Soviet. Perang ini menjadi sangat intens dan berdampak besar, tidak hanya pada Ukraina dan Rusia, tetapi juga pada negara-negara lain yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dimensi Geopolitik
Secara geografis, Ukraina memainkan peran krusial sebagai "buffer zone" antara Rusia dan negara-negara Barat. Letaknya yang strategis di antara Eropa dan Rusia menjadikannya pusat persaingan geopolitik. Laut Hitam, yang berbatasan langsung dengan Ukraina, adalah jalur vital untuk perdagangan energi dan militer Rusia. Selain itu, jalur pipa gas yang melintasi Ukraina menjadi sumber daya penting yang memasok energi ke Eropa(Orhan, 2022).

Invasi Rusia mendapat kecaman keras dari negara-negara Barat. Uni Eropa, Amerika Serikat, dan sekutu lainnya merespons dengan memberlakukan sanksi ekonomi yang luas terhadap Rusia. Sanksi tersebut mencakup pembatasan perdagangan, penghapusan bank-bank Rusia dari sistem SWIFT, dan pembekuan aset pemerintah Rusia di luar negeri. Di sisi lain, NATO meningkatkan kehadiran militernya di Eropa Timur, sementara negara-negara seperti Polandia dan Jerman mempercepat program modernisasi militernya(Behnassi & El Haiba, 2022).

Namun, sikap negara-negara besar lainnya, seperti China dan India, lebih pragmatis. Keduanya tetap melanjutkan hubungan perdagangan dengan Rusia, terutama dalam sektor energi, meskipun di bawah tekanan internasional. Posisi mereka menunjukkan kompleksitas dimensi geopolitik yang melibatkan kepentingan ekonomi dan politik yang saling bertentangan

Invasi ini juga memaksa negara-negara di Eropa untuk memikirkan kembali ketergantungan mereka pada energi Rusia. Beberapa negara mulai beralih ke sumber energi terbarukan atau memasok energi dari negara-negara lain seperti Norwegia dan Amerika Serikat. Selain itu, NATO telah memperkuat komitmennya untuk mempertahankan aliansi melalui peningkatan pengeluaran pertahanan dan penempatan pasukan tambahan di Eropa Timur(Orhan, 2022).

Dampak Konflik
Perang Rusia-Ukraina telah menciptakan gangguan besar pada ekonomi global. Dengan Rusia sebagai salah satu produsen utama minyak dan gas dunia, invasi ini memicu lonjakan harga energi yang signifikan. Di Eropa, harga gas melonjak lebih dari sepuluh kali lipat, menyebabkan krisis energi yang mendalam. Hal ini berdampak pada inflasi global yang meningkat, memperparah kondisi ekonomi pascapandemi COVID-19 (Behnassi & El Haiba, 2022). Selain energi, Rusia dan Ukraina adalah eksportir utama bahan pangan seperti gandum, jagung, dan minyak bunga matahari. Konflik ini menghentikan aliran ekspor dari wilayah tersebut, memicu krisis pangan di negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada impor pangan dari kedua negara ini. Negara-negara seperti Mesir, Lebanon, dan Tunisia menghadapi lonjakan harga pangan yang memicu ketidakstabilan sosial. Gangguan terhadap ketahanan pangan menjadi salah satu dampak paling mencolok dari konflik ini. Rusia dan Ukraina bersama-sama menyuplai hampir 30% kebutuhan gandum dunia. Ketika perang menghentikan produksi dan ekspor pangan, harga gandum melonjak hingga menciptakan kelangkaan di pasar global(Behnassi & El Haiba, 2022)..

Negara-negara miskin di Afrika Utara dan Timur Tengah, yang sangat bergantung pada impor gandum dari Ukraina, mengalami tekanan besar. Kenaikan harga pangan tidak hanya meningkatkan risiko kelaparan tetapi juga memicu protes sosial dan ketidakstabilan politik di wilayah tersebut. Di sisi lain, organisasi internasional seperti World Food Programme (WFP) menghadapi tantangan berat. Dengan biaya yang meningkat, kapasitas mereka untuk menyediakan bantuan pangan menurun, mengancam jutaan orang di wilayah yang sudah rentan terhadap kelaparan,

Konflik ini juga menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar. Lebih dari 4 juta warga Ukraina melarikan diri ke negara-negara tetangga, menciptakan salah satu krisis pengungsi terbesar sejak Perang Dunia II. Selain itu, jutaan orang lainnya menjadi pengungsi internal, kehilangan akses ke tempat tinggal, pekerjaan, dan kebutuhan dasar(Orhan, 2022). Negara-negara seperti Polandia dan Moldova, yang menerima pengungsi dalam jumlah besar, menghadapi tekanan ekonomi dan sosial yang signifikan. Sementara itu, komunitas internasional berupaya memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi upaya ini sering kali terhambat oleh meningkatnya biaya logistik dan ketegangan politik (Behnassi & El Haiba, 2022).

Kesimpulan
Perang Rusia-Ukraina adalah pengingat bahwa konflik regional dapat memiliki dampak global yang luas. Dari perspektif ekonomi, konflik ini telah memperburuk inflasi global dan menciptakan krisis energi serta pangan yang memengaruhi negara-negara di seluruh dunia. Secara geopolitik, perang ini mempertegas pentingnya Ukraina sebagai pusat persaingan strategis antara Rusia dan Barat, sekaligus memaksa negara-negara untuk menyesuaikan strategi keamanan mereka. Krisis ini juga menyoroti kebutuhan akan pendekatan multilateral untuk mengatasi dampaknya. Diversifikasi energi, perlindungan infrastruktur pangan, dan pembentukan cadangan pangan global adalah langkah-langkah penting untuk memitigasi krisis di masa depan. Namun, pada akhirnya, solusi diplomatik yang berkelanjutan diperlukan untuk menghentikan konflik ini dan mencegah tragedi serupa di masa mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun