Madu telah dikenal secara luas sebagai zat pemanis dengan sifat fungsional dalam meningkatkan kekebalan daya tahan tubuh. Kandungan di dalam madu seperti fruktosa, enzim, dan vitamin yang menjadi faktor kualitas madu bergantung pada kualitas pakan yang dikonsumsi lebah. Lebah memiliki jangkauan terbang yang cukup luas dalam mencari sumber pakan, pada spesies Apis mellifera jangkauannya bisa mencapai 5 km. Jangkauan yang luas tersebut menjadi salah satu kekhawatiran dalam kontrol kualitas madu yang mudah terkontaminasi baik dari logam berat hingga pestisida dari tanaman sumber pakan. Pestisida menjadi salah satu kontaminan berbahaya bagi produk madu karena potensi terbawa lebah ketika mencari nektar dan serbuk sari. Kontaminasi pestisida pada beberapa riset telah ditemukan pada produk madu dengan kadar melebihi batas maksimum residu yang ditentukan SNI 7313 tahun 2008. Risiko yang ditimbulkan bahan pangan terkontaminasi pestisida cukup berbahaya, terutama dapat menimbulkan gangguan pada sistem saraf, paru-paru, dan ginjal.
Beranjak dari permasalahan tersebut, empat mahasiswa Universitas Brawijaya yang terdiri dari Maulidya Zahrina Qolby (FAPET 2021), Indah Rizki Kurniawati (FP 2021), Muhammad Panji Sofyan (FAPET 2022), dan Fajrul Fallah Hidayatulloh (FT 2021) menggagas riset tentang dampak cemaran pestisida terhadap produk madu dengan inovasi deteksi cepat cemaran pestisida terintegrasi Internet of Things. Tim PKM Riset Eksakta dibawah bimbingan Dr. Abdul Manab, S.Pt., MP ini merancang keterbaruan metode deteksi cepat dalam analisa kadar pestisida atau Honey Rapid Detection menggunakan paperstrip dengan imobilisasi enzim asetilkolinesterase terintegrasi perangkat deteksi berbasis Internet of Things menggunakan sensor spektral AS7263. Inovasi ini telah didanai dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta tahun 2024.
Tim PKM Riset Eksakta dengan kolaborasi dari 3 fakultas ini menginisiasi alat deteksi cemaran pestisida dengan mekanisme kerja yang lebih sederhana dibandingkan metode uji laboratorium sebelumnya. "kita telah ketahui bersama bahwa pestisida ini sangat masif digunakan dalam pertanian dan perkebunan, sehingga kita perlu waspada akan cemarannya bukan hanya pada produk pertanian saja, tapi bagaimana residunya juga bisa mencemari produk peternakan seperti madu" ujar Indah. Menurutnya, cemaran pestisida perlu dipantau pada produk madu mengingat bahwa sumber pakan lebah juga berasal dari tanaman hortikultura dan pertanian yang di Indonesia sendiri 96% masih menggunakan pestisida anorganik.
"Jangkauan terbang lebah yang sangat luas tentunya menyebabkan pemantauannya tidak mudah, sedangkan dalam penjaminan mutu kita harus memastikan kontaminan pada madu ini tidak melebihi batas maksimum yang berlaku. Maka dari itu, upaya yang dapat kita lakukan adalah deteksi pada produknya. Inovasi ini kami gagaskan sebagai salah satu bentuk upaya penjaminan mutu madu agar madu yang akan dikonsumsi bebas dari kontaminasi pestisida. Mengapa hal ini menjadi penting? Karena kandungan khas madu adalah enzim, sedangkan pestisida ini mengganggu kerja enzim dan juga mengubah karakter fisikokimia serta metabolomik, sehingga dapat menurunkan atau bahkan bersifat antagonis dengan sifat fungsional madu yang seharusnya," ucap Maulidya selaku ketua tim riset tentang urgensi dari permasalahan yang diangkat.
Selain menghambat dan merusak metabolisme enzim pada madu, pestisida juga dapat menghambat kerja enzim asetilkolinesterase pada makhluk hidup terutama manusia yang mengkonsumsi madu. Dampak negatif jangka panjang ketika tubuh menerima residu pestisida cukup beragam, mulai dari penurunan fungsi otak, gangguan metabolisme pada beberapa organ seperti ginjal dan hati, hingga gangguan kognitif pada janin.
Berdasarkan riset yang dijalankan tim, pada beberapa variabel yang telah diuji telah terbukti bahwa cemaran pestisida mempengaruhi karakteristik fisikokimia dan enzimatis madu, selaras dengan jumlah cemaran yang dikontaminasikan. Deteksi yang digagaskan berbasis paperstrip akan memungkinkan adanya perubahan warna dari substrat terwarnai ketika diteteskan pada sampel di paperstrip. Perubahan warna tersebut akan menurun berbanding terbalik dengan jumlah kadar kontaminan pestisida, kemudian data akan diolah menjadi kuantitatif oleh pembacaan warna sensor spektral AS7263. Output dari uji yang dilakukan sensor adalah kadar pestisida yang akan ditampilkan pada aplikasi yang sudah dilakukan penyusunan program. Tentunya, hal ini menjadi metode deteksi yang lebih mudah digunakan dalam praktiknya dibandingkan dengan uji laboratorium seperti yang sudah diterapkan sebelumnya.
"Inovasi mahasiswa dalam penjaminan mutu produk pangan sangat beragam, namun pertimbangan terkait kemudahan aksesibilitas dan biaya  menjadi penting untuk implementasinya secara empiris. Maulidya dan tim menginisiasikan inovasi yang menarik, lebih praktis, dan measurable, sehingga inovasi ini sangat berpotensi menjadi keterbaruan dalam penjaminan mutu terutama produk pangan" ujar Dr. Abdul Manab selaku dosen pembimbing tim tersebut.
Inovasi Honey Rapid Detection hadir sebagai wujud kontribusi dan aksi nyata mahasiswa Universitas Brawijaya dalam eskalasi keamanan pangan di Indonesia.
Contact Person:Â
Maulidya Z. Qolby (085733356468)
Muhammad Panji Sofyan (089613103640)
Instagram PKM: https://www.instagram.com/pkmreub.honeyradec/Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H