Mohon tunggu...
Muhammad Padisha
Muhammad Padisha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Apapun yang terjadi, tetaplah menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Negara Gagal Menjalankan Tugasnya, Menengok Kembali Terjadinya Revolusi Prancis

2 September 2024   09:00 Diperbarui: 6 September 2024   17:31 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penyerbuan Penjara Bastille (Sumber: TIRTO/DEADNAUVAL)

14 Juli 1789, tanggal dimana terjadinya peristiwa revolusioner yang mengubah Prancis dari cengkraman budaya feodalisme untuk selama-lamanya. Kejadian ini juga yang pada akhirnya menciptakan semboyan bersejarah "Liberte, Egalite, Fraternite" yang kemudian menjadi popular di seluruh dunia.

Prancis adalah salah satu negara terpenting eropa, di mana menjadi salah satu kekuatan besar di dunia pada saat itu. Selain itu, negara ini juga dinobatkan sebagai wilayah terpadat di Eropa, dengan 26 juta penduduk pada tahun 1786.

Berbicara mengenai Revolusi Prancis. Bisa dikatakan bahwa peristiwa revolusi Prancis adalah salah satu peristiwa bersejarah yang mengubah dunia dan disebut-disebut sebagai peristiwa revolusi paling bersejarah yang pernah ada. Saat itu pemerintah dinilai gagal dalam memenuhi keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat Prancis, sehingga menimbulkan gerakan revolusi demi menciptakan perubahan.

Sebelum terjadinya Revolusi Prancis pada tahun 1789, bisa dibilang Prancis saat itu sedang berada dalam situasi chaos. Banyaknya ketegangan, konflik, dan ketidakpuasan mendalam dari sebagian besar rakyat Perancis, membuat negara tersebut seolah berada di ujung tanduk.

Prancis yang saat itu dikenal sebagai kekuatan dominan di Eropa, mengalami ketidakstabilan politik, ekonomi, dan sosial yang signifikan. Pemerintahan monarki absolut di bawah kekuasaan Raja Louis XVI, yang pada awalnya mengklaim sebagai pelindung dan pembela hak-hak rakyat, justru malah bertindak sebaliknya.

Mereka bertindak semena-mena dan sebagai akibatnya, hal tersebut membuat pemerintahan Prancis menghadapi kritik tajam dan protes yang semakin membesar dari berbagai lapisan masyarakat.

Ketidakadilan Sosial dan Ekonomi

Ilustrasi Tiga Golongan di Prancis (Sumber: TIMETOAST/WIZNAY)
Ilustrasi Tiga Golongan di Prancis (Sumber: TIMETOAST/WIZNAY)

Permasalahan mengenai ketidakadilan sosial dan ekonomi adalah salah satu faktor mengapa revolusi ini dapat terjadi. Di akhir abad ke-18, terdapat pembagian kelas sosial pada masyarakat Prancis yang terinspirasi dari kelas "Roman Empire", dimana masyarakat digolongkan menjadi tiga golongan utama yaitu:

Oratores (rohaniawan): Kelompok ini adalah para pemuka agama. Mereka memiliki banyak privilige seperti dapat ikut andil dalam pemerintahan kerajaan, memiliki kekuatan politik yang kuat, bahkan kelompok tersebut juga memiliki keistimewaan pengecualian dari pajak.

Bellatores (bangsawan): Golongan ini dikategorikan sebagai mereka yang berperang demi kelangsungan negara. Kelompok ini dibedakan menjadi dua yaitu bangsawan alami dan mereka yang menjadi bangsawan karena suatu jabatan tertentu.

Laboratores (kaum borjuis dan pekerja): Golongan ini merupakan golongan mayoritas Prancis pada saat itu, dengan jumlah total populasi 26 juta jiwa yang terdiri dari kaum borjuis dan para pekerja.

Dilansir dari World History Encyclopedia, di tahun 1789 golongan borjuis menguasai sebagian besar kekayaan negara Prancis, dengan jumlah 2 juta jiwa. Nahasnya, saat itu terjadi ketimpangan yang sangat signifikan, dimana golongan borjuis semakin kaya dan mereka para proletar semakin menderita.

Pada masa tersebut, 80 persen penduduk Prancis bekerja sebagai petani dan tinggal di daerah pedesaan. Dengan banyaknya kebijakan yang berlaku, cenderung membuat mayoritas kaum proletar merasa tertekan. Tingginya sistem pajak, terbatasnya hak yang dimiliki, beban hidup yang semakin tinggi, membuat mayoritas masyarakat Prancis saat itu merasakan penderitaan yang berkepanjangan.

Krisis Ekonomi

Keadaan krisis dimulai pada saat Prancis terlibat dalam Perang Kemerdekaan Amerika. Akibatnya, mereka menghabiskan lebih dari satu miliar livre, dimana setara dengan pendapatan negara selama setahun. Selain itu, hampir semua uang tersebut diperoleh dari adanya pinjaman sehingga menciptakan dampak negatif yang signifikan pada perekonomian negara.

Sebagai solusi, pemerintah mempercayakan Jacques Necker, seorang bankir pemerintahan yang bukan berasal dari kalangan bangsawan, untuk mengelola masalah yang terjadi. Publisitas akuntansi yang ia lakukan "Comte Rendu Au Roi" membuat seolah-olah keuangan negara terlihat sehat. Hal ini dilakukan demi meningkatkan kepercayaan di antara para pemberi pinjaman, sehingga saat itu keuangan masalah keuangan Prancis berhasil diselamatkan.

Selanjutnya ia digantikan oleh Calonne, yang sayangnya tidak berhasil menyelesaikan masalah ekonomi negara tersebut. Ia mengusulkan penghapusan banyak pajak dan sebagai gantinya mengusulkan pajak tanah yang harus dibayar oleh semua orang, termasuk para bangsawan yang sebelumnya dikecualikan. Strategi tersebut tidak berhasil dan mengalami penolakan oleh banyak kalangan.

Kemudian, adanya krisis ekonomi yang melanda Prancis juga menyebabkan terjadinya gagal panen di sebagian besar wilayah negara pada tahun 1788. Fenomena ini membuat banyak rakyat menjadi menderita dan kelaparan. Harga bahan pokok juga semakin meroket, sehingga membuat rakyat semakin geram akan gagalnya negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Peristiwa gagal panen di tahun 1788 juga menjadi penyebab dari terciptanya kerusuhan roti pada tahun 1789. Dimana peristiwa ini menjadi salah satu dari sumbu pemantik yang akhirnya menciptakan revolusi di kalangan masyarakat Prancis.

Ketidakpuasan Terhadap Ancien Rgime

Ilustrasi Penyerbuan Penjara Bastille (Sumber: TIRTO/DEADNAUVAL)
Ilustrasi Penyerbuan Penjara Bastille (Sumber: TIRTO/DEADNAUVAL)

Pada akhir abad ke-18, Prancis berada di ambang perubahan besar, dan ketidakpuasan terhadap Ancien Regime menjadi bahan bakar utama revolusi yang akan mengguncang Eropa. Salah satu penyebab utama adalah kemarahan terhadap absolutisme kerajaan, yang memusatkan kekuasaan dalam tangan raja tanpa memberikan ruang bagi partisipasi rakyat.

Louis XVI, sebagai simbol absolutisme, sering kali dianggap sebagai penguasa yang tidak peduli terhadap penderitaan rakyatnya. Keberadaan sistem absolut ini, yang mengabaikan aspirasi rakyat dan mengabaikan prinsip-prinsip pemerintahan yang lebih adil, menciptakan rasa frustrasi yang mendalam di seluruh lapisan masyarakat.

Di samping itu, ketidakpuasan terhadap sistem feodalisme juga sangat mempengaruhi suasana hati rakyat. Sistem ini memaksa para petani dan buruh untuk menanggung beban pajak dan kerja yang tidak adil, sementara kaum borjuis, yang mulai merasakan peningkatan kekayaan dan kekuasaan, merasa terpinggirkan oleh struktur sosial yang ketinggalan zaman.

Kebangkitan gagasan-gagasan dari kaum pencerahan, yang menekankan pada rasionalitas dan hak asasi manusia, semakin memperkuat tuntutan untuk reformasi dan melawan ketidakadilan feodal yang meluas. Gagasan-gagasan ini memberi inspirasi kepada banyak orang untuk menuntut perubahan radikal dalam struktur pemerintahan dan masyarakat.

Faktor-faktor tersebut kemudian membuat masyarakat akhirnya melakukan revolusi, yang diawali dengan penyerbuan Penjara Bastille pada tanggal 14 Juli 1789 yang terletak di jantung kota Paris. Bastille bukan hanya sebuah penjara, tetapi juga simbol kekuasaan tirani absolut yang dipegang oleh Raja Louis XVI. Penyerbuan ini tidak hanya menandai awal dari Revolusi Prancis, tetapi juga menggambarkan suasana ketegangan dan kemarahan yang melanda masyarakat Prancis pada saat itu.

Rakyat Prancis, yang telah lama menderita akibat ketidakadilan sosial dan ekonomi, krisis ekonomi, dan ketidakpercayaan kepada pemerintah, merasa semakin frustasi dengan pemerintahan absolut. Para pemberontak, yang sebagian besar adalah buruh, petani, dan kaum borjuis yang tidak puas, berkumpul dengan senjata seadanya, seperti senapan, sabit, dan alat-alat pertanian. Mereka merasa bahwa Bastille, sebagai simbol kekuasaan dan penindasan, harus dihancurkan untuk mencapai kebebasan dan keadilan.

Para pemberontak berhasil mengelilingi dan mengepung penjara. Setelah itu, terjadi pertempuran sengit di sekitar penjara. Penjaga Bastille akhirnya menyerah setelah perlawanan yang intens, dan para pemberontak berhasil memasuki penjara. Dalam pertempuran ini, beberapa pemberontak dan penjaga Bastille menjadi korban. Salah satu nama penting yang terbunuh dalam pertempuran ini adalah Marquis de Launay, komandan Bastille, yang terbunuh oleh massa yang marah setelah penjara jatuh ke tangan mereka.

Eksekusi Mati Raja Louis XVI (Sumber: Curiosida des historicas)
Eksekusi Mati Raja Louis XVI (Sumber: Curiosida des historicas)

Adanya revolusi yang dilakukan masyarakat juga turut menyeret beberapa tokoh penting seperti raja Louis XVI dan istrinya Marie Antoinette. Akibat kemarahan rakyat yang berkepanjangan, dua tokoh itu akhirnya dieksekusi mati dengan guillotine, sebagai simbol atas kefrustasian masyarakat Prancis pada keadaan saat itu.

Secara keseluruhan, revolusi ini merupakan peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Prancis. Tidak hanya menggambarkan kemarahan rakyat terhadap penindasan, tetapi juga membuka jalan bagi perubahan besar yang akan membentuk masa depan Prancis dan memberi inspirasi bagi perjuangan kebebasan di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun