Mohon tunggu...
Muhammad Nur Hasan
Muhammad Nur Hasan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Muhammad Nur Hasan Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas Syariah di Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Menulis bagiku suatu kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Filsafat dan hukum menjadi genre keilmuan yang saya minati. Diskusi dan kajian adalah kegiatan yang menarik untuk mempertajam pola pikir kritis dan harus dilestarikan di lingkungan akademisi. Terus berproses dan mengembangkan kualitas intelektual menjadi fokus utama yang harus saya lakukan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia: Domba Atau Serigala? Patuh atau Pembunuh? Anda Dominan yang Mana? Simak Penjelasannya!

18 Mei 2024   15:05 Diperbarui: 18 Mei 2024   15:10 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: christiancounseling.com

Homo Homini Lupus (Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya)

Asumsi mengenai manusia domba atau serigala memiliki alasannya masing-masing. Manusia adalah domba, fakta tersebut terlihat sejara jelas bahwa manusia mudah dipengaruhi, diperintah, walaupun resikonya membahayakan bagi dirinya. Sebagaimana seorang prajurit yang mematuhi perintah raja untuk melakukan perang, padahal prajurit tersebut mengetahui akibat dari perang yaitu kehilangan nyawa. Asumsi yang mengatakan manusia adalah domba berpengaruh pada sistem kehidupan. Dimana manusia membutuhkan seorang pemimpin untuk membuat keputusan. 

Lantas, jika mayoritas manusia adalah domba, mengapa kehidupan manusia sangat berbeda dari kehidupan domba?.

Sejarah manusia telah tertulis dalam darah, maksudnya sejarah kekerasan tanpa henti, manusia yang satu menundukkan manusia lainnya. Inilah kalau kata Thomas Hobbes "Homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia yang lain)". Dalam hal ini banyak sekali contoh, misalnya Hitler dan tentaranya yang membunuh jutaan umat Yahudi dengan sukarela dan senang hati. Kebiadaban demi kebiadaban antar sesama manusia, dalam peperangan yang keji ada pembunuhan, pemerkosaan, dan eksploitasi yang jahat terhadap yang lemah. Fakta tersebut memberikan asumsi bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.

Kita memang mengetahui pembunuh dan sadis, tapi apakah kita dan manusia pada umumnya adalah serigala berbulu domba, dan sifat sejati dalam diri akan terbuka ketika berhasil menyingkirkan kekangan-kekangan yang hingga detik ini mencegah kita bertindak seperti monster. 

Dalam kehidupan sehari-hari manusia memiliki kesempatan untuk berbuat sadis, tapi banyak yang tidak melakukan hal tersebut. Justru ketika manusia mengetahui kesadisan atau kekejaman akan merasa muak dengan tindakan tersebut. 

Maka, apakah bisa kontradiksi ini dijelaskan dengan jelas?, apakah jawabnnya sangat sederhana, yaitu ada minoritas serigala yang hidup berdampingan dengan mayoritas domba?, sedangkan serigala ingin membunuh, tapi domba ingin patuh. Maka, bisa jadi serigala memerintahkan kepada domba untuk membunuh, menghabisi, dan mencekik. Domba melakukan perintah itu bukan untuk menikmati, tapi karena ingin patuh. 

Bahkan para pembunuh harus mengarang alasan, bahwa apa yang mereka lakukan itu mulia, mereka melakukan itu untuk mempertahankan diri, mereka sedang membalaskan wanita-wanita yang diperkosa dan anak-anak yang dibunuh. Penjelasan tersebut sangat masuk akal, tapi juga meragukan.

Dalam psikologi ada hipotesis yang berguna untuk menegakkan fakta-fakta tersebut. Ada suatu tipe kepribadian khusus manusia yaitu tipe mencintai kehancuran dan kematian. Manusia dalam tipe ini akan merasakan sebuah kepuasan ketika dia bisa membunuh atau menyiksa. Energi dalam dirinya akan diarahkan pada dua hal tersebut untuk menciptakan kepuasan. 

Nekrofilus, orientasi mencintai-kematian, hal ini dapat dijelaskan dan dipahami dinamikanya , perwujudannya, dan asal mulanya. Kesenangan dalam pembinasaan dalam diri manusia adalah potensi sekunder, potensi ini tidak akan muncul ketika potensi primer yaitu mencintai kehidupan gagal dalam berkembang. Ada yang nafsu dominannya pada kehancuran, tapi ada juga yang kuat dan dominan pada mencintai-kehidupan.  

Semuanya tergantung pada pribadi masing-masing. Kita ingin menjadi manusia sebagai serigala yang suka kehancuran, manusia sebagai domba yang patuh terhadap perintah, atau manusia sebagai serigala berbulu domba yang akan menggunakan kepatuhan untuk memunculkan sikap menguasai di kemudian hari. Hal tersebut dapat kita kendalikan ketika nafsu dan pikiran berjalan sesuai hati nurani. 

Sumber : Perang Dalam Diri Manusia Karya Erich Fromm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun