Mohon tunggu...
Muhammad nur habib
Muhammad nur habib Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa

Hy

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Implementation in Diagnosing Brain Death with A Review of Radiological Modalities Including CT Scan MRI USG and Nuclearmedicine

13 Juni 2024   09:48 Diperbarui: 14 Juni 2024   00:13 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Implementation in diagnosing brain death with a review of radiological modalities including: CT-Scan, MRI, Ultrasound, and Nuclear Medicine

oleh:

Andira Ervali Putri, Romadhoni HN, Adrian D.Nugroho, Nathasa Febrianti , Muhammad Nur Habib , Rezky Wira.D .

ABSTRAK - Brain death atau kematian otak merupakan bagian kasus dalam dunia medis yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi obat atau racun, hipotermia, kurangnya sirkulasi serebral, dan lain lain. Brain death atau kematian otak  mendapatkan perhatian besar masyarakat terhadap penyakit tersebut. Sebagai contoh sample negara yang melakukan analisa terkait kematian otak/ brain death adalah rusia, korea, turkey. Negara Turkey tepatnya di Tokat Mental Health and Diseases Hospital melakukan analisa terkait penyakit brain death/kematian otak dengan menggunakan modalitas CT angiografi. Bahan metode analisis adalah 14 pasien menggunakan ventilator mekanis yang tidak memberikan respons terhadap perawatan medis dan bedah di unit perawatan intensif dan secara klinis didiagnosis menderita kematian otak. diagnosis klinis yang diamati menunjukkan kurangnya sirkulasi serebral merupakan suatu keharusan untuk memastikan diagnosis kematian otak. Russia juga merupakan salah satu contoh yang melakukan tindakan analisa terkait brain death/kematian otak dengan menggunakan modalitas sonografi. Studi sonografi terhadap 20 pasien dengan kematian otak dilakukan dan mencakup sonografi dupleks warna transkranial dan ekstrakranial.Tujuan dari penelitian sonografi adalah untuk menyelidiki aliran darah otak pada kematian otak menggunakan sonografi dupleks berkode warna. Pada modalitas Kedokteran Nuklir 24 pasien dirujuk untuk menjalani skintigrafi otak setelah injeksi IV 20 mCi Tc 99m DTPA atau 10 mCi Tc 99m HMPAO dengan gambar dinamis satu detik dalam matriks 128x128 selama jangka waktu 60 detik. Gambar statis anterior, posterior, lateral kanan dan kiri diperoleh dengan matriks 256x256 berdurasi 5 menit setelah gambar dinamis. Temuan tidak ada aliran darah ke arteri serebral tengah, anterior dan posterior dan tidak ada aktivitas di sinus vena yang dianggap menunjukkan kematian otak. Pada modalitas MRI menggunakan metode penelitian dengan modalitas MRI 3-tesla (3T).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memverifikasi 3T MRI meliputi T2 Weighted Imaging (T2WI), Diffusion Weighted Image (DWI), Time-of- Flight (TOF), Magnetic Resonance Angiography (MRA), GRE, dan SWI dalam mendiagnosis kematian otak. Oleh karena itu, kami berhipotesis bahwa temuan MRI konvensional valid pada mesin 3T dan temuan GRE dan SWI spesifik untuk kematian otak. Penelitian saat ini adalah yang pertama membahas penilaian kematian otak menggunakan MRI 3T. Kesimpulannya adalah brain death atau kematian otak masih mendapat perhatian besar dari masyarakat. Berbagai macam modalitas digunakan untuk analisis sebuah permasalahan terkait kasus brain death atau kematian otak untuk mengindikasikan terkait permasalahan brain death atau kematian otak.

Kata Kunci : Brain Death, CT-Scan, MRI, USG, Kedokteran Nuklir 

PENDAHULUAN 

Kematian otak diakui sebagai akhir dari kehidupan seorang individu, yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara irreversibel. seseorang dinyatakan mati jika fungsi sistem jantung, sirkulasi, dan sistem pernafasan telah berhenti secara permanen, atau jika kematian batang otak telah dapat dibuktikan.Otak, yang terdiri dari serebrum dan serebelum, mengkoordinasikan dan mengorganisir fungsi semua sistem tubuh melalui jaringan saraf yang kompleks dan dinamis. cerebrum, terbagi menjadi empat lobus (frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis), mempengaruhi berbagai fungsi mental dan fisik seperti kepribadian, penilaian, kemampuan berpikir abstrak, perilaku sosial, ekspresi bahasa, gerakan, pendengaran, pemahaman bahasa, memori, rasa nyeri, suhu dan sentuhan, interpretasi ukuran, bentuk, jarak, tekstur, dan interpretasi stimulus visual. Sementara itu, cerebellum berperan dalam mempertahankan koordinasi gerakan otot, dan mengendalikan keseimbangan.maka dari itu di haruskan untuk membuktikan pasien apakah mengalami brain death harus diperiksa menggunakan beberapa modalitas.

METODE 

Kelompok kami menggunakan metode dengan cara mengumpulkan referensi dari berbagai jurnal kasus yang berhubungan dengan kasus yang kelompok kami pilih. Dari beberapa jurnal yang kami peroleh, kami menggunakan beberapa jurnal dengan berfokus dalam mendiagnosis kematian otak dari beberapa  modalitas mulai dari CT-Scan, MRI, USG, dan Kedokteran Nuklir"

Kami menggunakan jurnal "Confirming the brain death diagnosis using brain CT

angiography: experience in Tokat State Hospital" sebagai acuan membuat artikel ini. Berdasarkan dua jurnal tersebut penulis menggunakan metode penelitian dengan cara metode penelitian kuantitatif dan eksperimen. Ada beberapa eksperimen yang dilakukan antara lain: 

Contoh pemindaian pertama yaitu, gambar bebas kontras dan kemudian gambar CTA kontras diambil 60 detik setelah injeksi bahan non-ionik. medium trast (larutan 120 ml 300 mg/ml) diberikan oleh injektor otomatis dengan kecepatan tertentu 3 ml/detik) dengan jarum 18G ke dalam vena kubital. Ketebalan irisan adalah 1 mm semua seri, dan pengaturan mesin 120 kV, 300 mAs, FOV 200 mm dan matriks 512x512. Gambar CTA yang diperoleh dievaluasi oleh tiga orang ahli radiologi, satu lokal dan dua dari lainnya institusi kesehatan. Kehadiran media kontras di arteri temporal superfisial (STA) adalah dianggap sebagai indikasi tepat pemberian media kontras. Dalam gambar diambil 60 detik setelah media kontras injeksi, kekeruhan pada arteri pericallosal, cabang kortikal MCA (otak tengah arteri), kedua vena serebral internal (ICV) berada dievaluasi. Metode penilaian empat poin di mana hilangnya kekeruhan di segmen kortikal MCA dan dua ICV dipelajari digunakan untuk evaluasi. Skor 4 ditugaskan ketika semua struktur pembuluh darah dipelajari mengalami kehilangan kekeruhan, dan 1 mengalami ditugaskan ketika hanya satu dari mereka yang kekeruhannya hilang. 

Gambar 1. volume rendering (VR).

juga diambil untuk mendukung empat poin

evaluasi penilaian. Meskipun otaknya terverifikasi kematian berdasarkan temuan CTA pada kasus 7 dan 12, dokter memantau kasus tersebut satu kali lagi hari dan pemeriksaan CTA berulang, tetapi tidak ada perbedaan referensi dilaporkan dalam temuan CTA keduanya kasus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Analisa Kasus Brain Death pada modalitas  CT-Scan 

Pencitraan CT digunakan dalam kasus brain death yang dimana dapat didefinisikan sebagai terhentinya seluruh fungsi otak dan batang otak secara permanen. Diagnosis utama brain death sebagian besar bersifat klinis, sehingga memerlukan keputusan efektif mengenai gejala dan toksisitas yang dapat disembuhkan secara klinis. Tidak terdapat adanya aliran darah pada otak karena peningkatan tekanan intrakranial umumnya dianggap sebagai indikasi brain death. Pemeriksaan secara radiologis yakni pemeriksaan aliran darah intrakranial atau yang disebut CTA. 

Gambar 1. Pemeriksaan CTA kontras  pada segmen MCA M1 dan ACA A1 bilateral.

Berdasarkan segmen kortikal dari MCA bilateral dan non-opasifikasi ICV cukup spesifik dalam konfirmasi diagnosis brain death. Hilangnya kekeruhan pada ICV yakni indikasi paling sensitif dan cepat. Penilaian CTA sangat sensitif dan memerlukan evaluasi kekeruhan pada empat vena. Meskipun, cabang kortikal MCA lebih mudah untuk dievaluasi. Cerebral vena brakialis mengalami penekanan dan perubahan lokalisasi dengan adanya entitas klinis seperti massa, edema, dan perdarahan. Dalam diagnosis brain death  CTA menyediakan metode pemeriksaan non-invasif, andal, mudah diakses, dan cepat.  Hilangnya kekeruhan vena akibat operasi pada pasien dengan kraniotomi tidak dapat dievaluasi dengan angiografi konvensional, namun dapat dengan mudah dievaluasi dengan CTA. Khususnya pada pasien dengan perdarahan subarachnoid, pola kontras struktur pembuluh darah intrakranial dapat dengan mudah dievaluasi dalam gambar yang dikurangi ketika pemeriksaan CT otak non-kontras dilakukan sebelum pemeriksaan CTA otak 

 2. Hasil Analisa Kasus Brain Death pada modalitas MRI 

Penelitian yang dilakukan oleh Hyuk Won Chang, MD, Department radiology, Keimyung University College of Medicine, Dongsan Medical Center antara Juni 2007 dan Oktober 2009 dengan 17 pasien (delapan perempuan dan sembilan laki-laki) dengan rata-rata usia 52,9 tahun yang kemudian pasien dibagi menjadi dua grup berdasarkan kriteria pada tabel 1. Kriteria brain death yang dimaksud adalah kategori pertama metabolic disorders, hipotermia, drug intoxication, hipotensi, kemudian kategori kedua coma dan loss brainstem-mediated refleks, dan kategori ketiga pemeriksaan neurologis dan refleks diulang setelah 6 jam. Keempat, setelah proses ini, gelombang datar pada EEG harus bertahan selama 30 menit.

Modalitas MRI yang digunakan adalah dengan 3T MRI system (Signa VHi, GE Medical System) dengan 8-channel high resolution brain coil Tidak ada pemberian kontras melalui intravena. Pemeriksaan MRI terdiri dari Fast Spin Echo T2WI sagittal, fast spin echo  T2WI aksial, GRE, dan DWI (single shot, spin echo, echo planar pulse sequence dengan nilai b0 dan 1000 s/mm2) aksial. TOF-MRA 3D tambahan dilakukan di masing-masing tujuh pasien yang terakhir. SWI dilakukan untuk tambahan evaluasi tambahan pada 11 pasien. Parameter pencitraan dari urutan denyut nadi ditunjukkan pada Tabel 2. Raw data pasien yang diperoleh kemudian di processing dengan image display maximum intensity projection algorithm. 

sebagai hasil, pasien pada kelompok 1 (n=10) menunjukkan tonsillar herniation, loss of intraarterial flow signal void (LIFSV), difusi cortical high signal intensity dan pembengkakan cerebral sulci pada gambaran T2WI.

   Pada DWI menunjukkan high signal intensity pada cerebral hemisphere dan cytotoxic edema serta BTCVS pada GRE. MRA pada kelompok 1 (n=4) menunjukkan loss intracranial arterial flow signal intensities (LIAFSI). SWI pada kelompok 1 (n=7) menunjukkan BTCVS. (gambar 2). 

    Dengan kontras pada kelompok 2 (n=7) menunjukkan tidak adanya tonsillar herniation dan juga LIFSV (gambar 3). kemudian pada MRA kelompok 2 (n=3) tidak menunjukkan LIAFSI (gambar 4).

   Pada T2WI , enam pasien ditemukan cortical high signal intensity dan pembengkakan cerebral sulci sementara satu orang tidak.pada DWI, tiga pasien menunjukkan high signal intensity, sedangkan empat pasien lainnya tidak. pada GRE, dua pasien menunjukkan adanya BTCVS, sedangkan lima pasien lainnya tidak. SWI pada kelompok 2 semuanya menunjukkan adanya BTCVS.

MRI dengan CTA mampu memberikan hasil yang akurat dan objektif 

dalam kasus brain death. pada hasil yang diperoleh, TH, LIFSV, dan LIAFSI pada MRA mampu menegakkan diagnosa brain death dengan akurasi 100%. Namun, LIFSV dan LIAFSI pada MRA merupakan

fenomena yang alami. Sebagai rekomendasi, T1 sagittal atau T2WI dan axial T2WI serta TOF-MRA dengan melibatkan pasien yang lebih banyak serta penggunaan media kontras IV akan lebih meyakinkan temuan brain death, serta adanya peningkatan intracranial contrast, peningkatan carotid artery, nasal dan skull akan menonjol serta temuan "MR not nose" sign akan dapat dievaluasi.

Hyperintensity pada DWI dan penurunan ADC menjadi indikasi temuan brain death yang akurat. Namun, parameter SWI yang dioptimalkan untuk mengurangi scan time dapat mempengaruhi temuan pada brain death.

3. Hasil Analisa Kasus Brain Death pada modalitas USG 

Studi yang dilakukan pada Moscow hospital intensive care units pada 2009 dengan 20 pasien brain death, traumatic brain injury dan intracranial hemorrhage dengan pemeriksaan ultrasound termasuk penggunaan color duplex sonography menunjukkan bahwa penggunaan color duplex sonography (CDS) untuk diagnosis brain death memungkinkan dapat dilakukan di samping tempat tidur, pemeriksaan yang tidak memakan banyak waktu, aman bagi pasien, sensitif, spesifik, dan terlindungi dari faktor eksternal. dimana CDS memiliki peluang visualisasi langsung lumen. yang paling penting adalah analisis kualitatif dari spectrogram dengan spesifik pattern oscillating atau reverberating flow yang kemudian akan mengindikasikan perkembangan circulatory blood arrest. kualitatif yang dimaksud adalah systolic velocity, index of gosling, volumetric flow rate. Kemudian pasien dengan BD umumnya bergantung pada dua faktor yaitu tekanan darah sistolik (gambar 1) dan tekanan intrakranial (gambar 2) dimana beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan volume total aliran gambar 2. lonjakan sistolik pada MCA jika terjadi brain death.

gambar 3. reverberating flow in VA (V2 extracranial) pada kasus brain death.

darah otak di bawah 100 ml/menit sejalan dengan kematian 100%. 

kombinasi tes intrakranial dan ekstrakranial meningkatkan sensitivitas hingga 100%. sensitivitas isolated transcranial color duplex scanning lebih rendah dan bergantung waktu. gambaran ultrasound dari henti darah akan sangat terlihat dan mampu menegakkan diagnosis brain death.

4. Hasil Analisa Kasus Brain Death pada modalitas Kedokteran Nuklir

Hasil kriteria brain death meliputi: tidak adanya aliran melalui arteri karotis interna, serebral tengah dan serebral anterior pada studi aliran, dan tidak adanya penyerapan di otak besar dan otak kecil pada gambar. 

Namun, temuan skintigrafi dari brain death pada studi radionuklida pertama, yang tidak selalu langsung. disosiasi aliran darah supratentorial dan infratentorial, atau adanya perfusi pada satu belahan otak, mengindikasikan dipertahankannya satu bagian fungsi otak. Oleh karena itu, pasien belum dapat dikatakan meninggal, meskipun keadaannya buruk dan kematian dapat terjadi dalam waktu singkat. Dalam situasi seperti ini, diperlukan penelitian ulang. Penilaian kematian otak yang akurat dan tepat waktu merupakan pengambilan keputusan yang sangat penting dari perspektif medis, hukum, etika, dan keuangan. Dengan demikian, pencitraan serial penting untuk memantau pasien yang diduga mati otak berdasarkan pencitraan radionuklida.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kematian otak atau brain death merupakan kondisi serius dalam dunia medis yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk konsumsi obat/racun, hipotermia, dan kurangnya sirkulasi serebral. Penelitian di berbagai negara, seperti Rusia, Korea, dan Turki, menunjukkan pentingnya analisis mendalam untuk memastikan diagnosis kematian otak. Di Turki, misalnya, CT angiografi digunakan untuk menganalisis 14 pasien yang didiagnosis menderita kematian otak, dengan fokus pada sirkulasi serebral. Di Rusia, sonografi dupleks warna transkranial dan ekstrakranial digunakan untuk menyelidiki aliran darah otak pada 20 pasien dengan kematian otak. 

Dalam konteks kedokteran nuklir, 24 pasien menjalani skintigrafi otak menggunakan Tc 99m DTPA atau HMPAO, yang menunjukkan tidak adanya aliran darah ke arteri serebral dan aktivitas 

di sinus vena, menandakan kematian otak. Penelitian menggunakan MRI 3-tesla mencoba memverifikasi efektivitas berbagai metode, termasuk T2WI, DWI, TOF, MRA, GRE, dan SWI, dalam mendiagnosis kematian otak, dengan hipotesis bahwa temuan tersebut spesifik untuk kematian otak.

Secara keseluruhan, penelitian-penelitian ini menunjukkan pentingnya menggunakan berbagai modalitas diagnostik untuk mendeteksi dan memverifikasi kematian otak, yang penting bagi diagnosis yang akurat dan tepat waktu, terutama dalam konteks organ donor.

DAFTAR PUSTAKA 

Karakus, K., Demirci, S., Cengiz, A. Y., & Atalar, M. H. (2014). Confirming the brain death diagnosis using brain CT  angiography: experience in Tokat State Hospital. Int J Clin Exp Med, 7, 1--5.

Kasapolu, U. S., Halilolu, M., Bilgili, B., & Cinel, . (2019). The role of transcranial doppler ultrasonography in the diagnosis of brain death. Turkish Journal of Anaesthesiology and Reanimation, 47(5), 367--374. https://doi.org/10.5152/TJAR.2019.82258 

Smargiassi, A., Inchingolo, R., Calandriello, L., Lombardi, F., Calabrese, A., Siciliano, M., Larici, A. R., Demi, L., Richeldi, L., & Soldati, G. (2020). Possible role of chest ultrasonography for the evaluation of peripheral fibrotic pulmonary changes in patients affected by idiopathic pulmonary fibrosis-pilot case series. Applied Sciences (Switzerland), 10(5). https://doi.org/10.3390/app10051617 

Sohn, C. H., Lee, H. P., Park, J. B., Chang, H. W., Kim, E., Kim, E., Park, U. J., Kim, H. T., & Ku, J. (2012). Imaging findings of brain death on 3-tesla MRI. In Korean Journal of Radiology (Vol. 13, Issue 5, pp. 541--549). https://doi.org/10.3348/kjr.2012.13.5.541 

Stulin, I. D., Solonskiy, D. S., Sinkin, M. V., Musin, R. S., Mnushkin, A. O., Kascheev, A. V., Savin, L. A., & Bolotnov, M. A. (2012). The role of color duplex sonography in the brain death diagnostics. Perspectives in Medicine, 1--12(1--12), 362--365. https://doi.org/10.1016/j.permed.2012.03.002 

Src, E., Aslan, M., Demir, Y., & Durak, H. (2014). Brain scintigraphy in brain death: The experience of nuclear medicine department in dokuz eylul university, school of medicine. In Eastern Journal of Medicine (Vol. 19).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun