Mohon tunggu...
M. Nur'alim
M. Nur'alim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Teacher, Blogger, Bekerja di SMP Negeri 25 Solo, pengelola di http://edupai.web.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keluarga Jadi Titik Awal Revolusi Mental

31 Agustus 2015   11:41 Diperbarui: 31 Agustus 2015   11:41 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Para Pemateri pada Kompasiana Nangkring bersama BKKBN di Solo"][/caption]

Revolusi mental menjadi program utama pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk 5 tahun ke depan. Program ini bertujuan untuk membangun mental bangsa dalam kerangka Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong. Terlebih, Indonesia akan menghadapi era 100 tahun kemerdekaannya. Era itu pula, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yang sering disebut dengan generasi Emas Indonesia 2045. Generasi itu bisa menjadi peluang emas sekaligus beban negara. Jika bonus demografi itu berkualitas, akan menjadi peluang besar bagi kemajuan bangsa. Sebaliknya, jika bonus demografi tidak berkualitas akan menjadi beban negara.

Agar revolusi mental dapat tercapai dengan baik, harus dimulai dari keluarga. Keluarga merupakan pondasi yang kuat bagi pembangunan mental dan karakter bangsa. Lalu, bagaimanakah pembangunan revolusi mental dari keluarga ini? Dalam kegiatan Kompasiana Nangkring bersama BKKBN di Solo, 20 Agustus 2015 lalu, dibahas tuntas tentang Fungsi keluarga ini.

Kegiatan #Nangkring Kompasianer Solo dengan tema 8 Fungsi keluarga ini dibahas bersama para tokoh. Di antaranya pemateri yang menjadi perhatian Kompasianer adalah Budayawan asal Solo, Arswendo Asmowiloto.

Tak tanggung-tanggung, Kepala BKKBN Bp. dr. Surya Chandra Surapaty M.Ph PhD juga turut hadir langsung pada acara #Nangkring kali ini. Sedianya Pj. Walikota Solo Boeddy Soeharto juga akan hadir, namun karena kesibukan beliau, mewakilkan kepada Staf Ahli bidang Ekonomi dan Keuangan, Basuki Anggoro Heksa.

Beberapa pemateri yang turut mengisi adalah seorang pemuka Agama Kota Solo, Sholeh Amini Yahman. Beliau juga seorang psikolog, aktif sebagai anggota Majelis Dikdasmen PDM Kota Solo dan anggota Dewan Pendidikan Kota Solo (DPKS). Tak ketinggalan, dua petinggi BKKBN Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Pusat Dr. Abidinsyah Siregar dan Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Dr Sudibyo Alimoeso MA menjadi pelengkap acara ini.

Delapan fungsi keluarga

Semuanya berbicara tentang keluarga yang dapat dijadikan sebagai titik awal revolusi mental bangsa. Bagaimanakah revolusi mental yang dimulai dari keluarga itu? Adalah 8 fungsi keluarga yang menjadi topik pembahasan pada Kompasiana #Nangkring kali ini. Delapan fungsi keluarga tersebut sebagai berikut.

1. Fungsi Agama

Keluarga tempat menyemaikan ajaran agama. Orang tua berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama bagi anak-anak. Nilai-nilai ketuhanan, kepatuhan, ketundukan, toleransi, dan saling menghargai dapat ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya. Dalam perspektif agama Islam, keluarga diperintahkan agar membentuk generasi yang kuat dan menjaganya dari dahsyatnya api neraka.

Sebagai contoh, orang tua selalu mengajak saya untuk melaksanakan salat 5 waktu di masjid, mengaji sehabis magrib, aktif beribadah di bulan Ramadan dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Contoh baik ini dapat diterapkan terhadap keluarga dan anak-anak generasi kita.

Bagi yang beragama lain, tentunya juga sama, yakni membiasakan keluarga untuk mengenal agamanya dengan baik.

2. Fungsi Sosial Budaya

Keluarga menjadi awal pengenalan budaya yang baik, seperti budaya hidup sehat, hidup bersih, bahkan budaya membaca dan menulis pun, keluarga juga turut berperan besar. Pelestarian budaya bangsa juga dapat dilakukan melalui keluarga. Dimana dari fungsi ini keluarga dapat mencerminkan tingkah laku suatu bangsa. Contoh: gotong royong, sopan santun, kerukunan, kepedulian, kebersamaan, toleransi, cinta tanah air, dan sebagainya

3. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang

Cinta dan kasih sayang sangat penting di dalam keluarga. Pada hakikatnya, antar sesama manusia harus saling mengasihi dan menyayangi. Di dalam keluarga inilah, menjadi perwujudan rasa saling mengasihi dan menyayangi antar anggota keluarga. Keluarga menjadi sumber cinta dan kasih sayang tersebut. Sikap cinta dan kasih sayang dapat ditanamkan dalam keluarga seperti, empati, rasa peduli, tanggungjawab, suka menolong, keakraban, baik hati, saling berbagi dan lain-lain.

4. Fungsi Perlindungan

Keluarga menjadi tempat berlindung setiap anggotanya. Orang tua mengayomi dan ngayemi. Rasa aman dan percaya diri dapat diperoleh dari keluarga. Ketenangan, ketentraman, ketabahan dan kerharmonisan sangatlah penting bagi kita. Keluarga dapat mewujudkan rasa aman bagi anggotanya. Keluarga yang harmonis akan memberikan rasa aman bagi anggotanya.

5. Fungsi Reproduksi

Reproduksi merupakan fungsi yang hakiki dari sebuah keluarga. Fungsi ini untuk melanjutkan keberlangsungan generasinya. Generasi yang dilahirkan di dalam keluarga haruslah generasi yang berkualitas, kuat, tangguh dan berkarakter.

6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Keluarga menjadi tempat pertama kali seorang anak berinteraksi. Di sinilah, untuk pertama kalinya, seorang anak bersosialisasi dan berkomunikasi. Seorang anak mulai mengenal anggota keluarganya, ayah, ibu saudara dan lain-lain. Orang tuanya mengajarkan bagaimana berbicara, mengenalkan bahasa serta menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik. Orang tua juga menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang baik bagi orang tua agar dapat menjalankan fungsi pendidikan bagi generasinya.

7. Fungsi Ekonomi

Keluarga sejahtera merupakan harapan kita bersama. Kesejahteraan diukur dengan tingkat ekonomi baik itu produksi, distribusi maupun konsumsi. Hendaknya keluarga tidak hanya menjadi tempat konsumsi terbesar, namun juga bisa dikembangkan menjadi tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya seperti produksi dan distribusi. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi produktif berbasis keluarga dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Melalui fungsi ini, keluarga bisa memiliki sikap kreatif, inovatif, hemat, cermat, disiplin, tekun dan ulet. 

8. Fungsi Lingkungan

Keluarga menjaga kelestarian makhluk hidup. Keluarga yang kuat akan meninggalkan generasi yang dapat menjaga keberlangsungan kehidupan yang berkelanjutan, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan generasi di masa datang.

Melalui 8 fungsi keluarga dapat terbentuk keluarga-keluarga yang memiliki karakter. Keluarga yang berkarakter menjadi pondasi kuat untuk membangun mental bangsa. Dari sinilah, revolusi mental dimulai. Karakter dan mental bangsa perlu dimiliki oleh setiap keluarga Indonesia. Janganlah keluarga-keluarga Indonesia memiliki mental tempe. Mereka harus memiliki mental yang dapat melahirkan generasi penerus yang bermental baja.

Pemahaman pentingnya fungsi keluarga ini perlu dimiliki setiap orang, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. BKKBN memiliki program untuk kedua kelompok masyarakat ini. Bagi masyarakat yang telah berkeluarga, BKKBN memiliki program Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Lansia (BKL) dan lainnya.

Bagi kelompok yang belum berkeluarga, ada program yang disebut BKR (Bina Keluarga Remaja). BKKBN juga memperkenalkan program GenRe, Generasi Berencana, bagi generasi-generasi muda yang tentu memiliki rencana untuk hidup mereka di masa mendatang. Generasi muda inilah yang perlu diberikan pemahaman akan pentingnya fungsi keluarga, sebagai modal ilmu dan pemahaman untuk merencanakan hidup berkeluarga bagi masa depan mereka.

Perspektif Agama dan Budaya

Keluarga tidak boleh dipandang remeh dalam pembangunan mental bangsa. Oleh karena itu, keluarga tidak luput dari perhatian ajaran agama dan maupun keluhuran nilai-nilai budaya.

Dalam perspektif agama, keluarga sangat penting. Islam melarang umatnya untuk meninggalkan generasi yang lemah. Sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 9:

"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar"

Juga firman-Nya dalam Surah At-Tahrim ayat 8:

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Keluarga berperan penting dalam menjaga generasi agar menjadi generasi yang kuat. Nilai-nilai religiusitas, pendidikan, mental dan karakter akan lahir dari keluarga yang melaksanakan fungsinya dengan baik.

Seorang anak yang baru lahir, berada dalam kondisi yang tidak berdaya. Namun menurut Sholeh Amini Yahman, di balik ketidakberdayaan anak tersebut menyimpan potensi besar. Inilah yang disebut dengan fitrah. Jika fitrah itu dikembangkan melalui pola pengasuhan dalam keluarga yang baik, akan menjadi kekuatan besar di masa datang. 

Dalam membangun keluarga, orang tua harus memiliki jurus 4T yakni teges, tuladha, tememen dan tegel. 

  1. Teges, artinya memahami memahami jati dirinya sebagai orang tua, memahami jati diri sebagai manusia, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk rohani dan sebagainya,
  2. Tuladha, artinya teladan. Orang tua dan orang dewasa harus jadi teladan bagi generasinya. Orang tua menjadi sosok yang patut ditiru dan dicontoh. Orang tua harus memberi contoh yang bagi bagi anaknya. Banyak orang tua yang kurang memahami pentingnya contoh yang baik. Misal, ketika orang tua melarang anaknya merokok, orang tua harus memberi contoh dengan tidak merokok.
  3. Tememen, artinya sungguh-sungguh. Orang tua harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan fungsinya. Misalnya, penanaman pendidikan bagi anak sangatlah penting. Oleh karena itu, kesungguhan orang tua dalam membuka masa depan anaknya sangat diperlukan.
  4. Tegel, artinya tega atau tegas. Orang tua harus tegas, seperti taat pada peraturan. Contohnya, seorang anak yang belum cukup umur, tidak boleh mengendarai sepeda motor. Orang tua tidak boleh lemah. Jika memang belum saatnya, anak tidak boleh dibelikan sepeda motor. Sebagai konsekuensinya, orang tua rela mengantar anaknya ke sekolah. Tega di sini bukan berarti sadis, tetapi tegas, berada di jalan yang benar dan berani menanggung risiko dari ke-tegel-annya tersebut.

Dari pemaparan di atas, perlu adanya kesadaran bersama bahwa keluarga menjadi landasan dan pondasi utama dalam membangun mental bangsa. Bangsa yang berkarakter akan menjadi bangsa yang besar. Sebaliknya, bangsa yang tidak dibangun dengan karakter akan menjadi bangsa kuli.

Begitulah pesan presiden pertama, Ir. Soekarno yang menginginkan bangsa ini maju dengan karakternya. "Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter.... kalau tidak dilakukan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli." (Ir. Soekarno).

Pembangunan mental bangsa melalui keluarga tidak akan terwujud tanpa kesadaran kita bersama. Berikut beberapa hal yang perlu digarisbawahi agar keluarga benar-benar dapat menjadi landasan dalam membangun mental bangsa.

Pertama, perlunya pemahaman masyarakat akan pentingnya penanaman karakter dalam keluarga. Pemahaman ini perlu dimiliki oleh keluarga-keluarga Indonesia, bahwa mulai dari dalam keluarga, karakter generasi muda dibentuk. Banyak orang tua yang kurang memahami peran dan fungsinya dalam membangun mental generasinya. Tidak ada sekolah untuk orang tua yang menjadi tempat belajar akan pentingnya fungsi keluarga. Oleh karena itu, orang tua harus memahami pentingnya penanaman karakter dan mental keluarga tersebut.

Kedua, pembinaan secara kontinyu terhadap keluarga-keluarga Indonesia. Pemerintah perlu melakukan pembinaan terus menerus berkaitan dengan peran keluarga dalam membangun karakter bangsa.

Ketiga, peran serta tokoh masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat dapat turut berperan serta dalam menyosialisasikan pentingnya keluarga dalam membangun mental bangsa. Revolusi mental tidak akan terwujud tanpa ada kesadaran semua pihak, keluarga, masyarakat maupun individu-individu yang ingin menjadi generasi kuat di masa mendatang.

Demikian tulisan saya berkaitan dengan tema Revolusi Mental melalui 8 Fungsi Keluarga. Tulisan ini diikutkan pada Blog Review Kompasiana Nangkring bersama BKKBN di Kota Solo, 20 Agustus 2015 lalu.

 

Sumber Foto:

https://twitter.com/IDCisel/status/634233904698945536

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun