atau mengapa aku harus membenci duri,
sedangkan ia adalah bagian dari setangkai mawar yang kucintai.
jiwa berkata padaku, "belajarlah diam agar suaramu lebih terdengar. belajarlah sabar agar tindakanmu lebih benar."
Ruh dalam diri membisik, "ketika kau takut kehilangan, sebetulnya kau sedang lupa,
bahwa tidak ada satupun yang kau miliki,
bahkan dirimu sendiri pun bukan milikmu."
ketika engkau melambung ke angkasa,
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku, karena Aku-lah jalan itu, sebut Rumi dalam tiap petuahnya di dalam seruling nyanyian sedih semestaku.
pada waktunya kami sadar bahwa senyum terindah adalah ketika engkau tersenyum untuk orang yang tidak ada di sampingmu,
tapi ia terlintas di hatimu. orang yang paling engkau cintai sebetulnya tinggal di dalam qolbumu.
jikalau seorang hamba mengetahui maksud dari takdir-takdir Tuhan, niscaya ia akan menangis lantaran persangkaan buruknya kepada-Nya; Zat Yang Maha Menguasai, lagi Maha Agung." mutawalli as-sya'rawi mengingatkanku kembali.
cahya cinta bukan mengajari kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. membangkitkan kehilangan menjadi keikhlasan juga ketenangan.
sebab terkadang yang membuat kita gelisah, bukanlah musibah yang menguji, tetapi bahasa rindu Allah yang gagal kita pahami.
barangsiapa yang tidak suka menghadap kepada Allah, dengan halusnya pemberian karunia Allah: maka akan diseret supaya ingat kepada Allah dengan rantai ujian pun musibah.
sebab perpisahan hanya untuk orang-orang yang mencintai dengan matanya.
karena untuk orang yang mencintai dengan hati dan jiwanya, tidak ada kata perpisahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H