Pasti hal itu akan berdampak buruk pada hotel tempat kita bekerja. Akan membuat tamu menjadi tidak nyaman. Meski memang berat, namun nyatanya alasan menjaga profesionalisme bisa menjadikan seseorang eccedentesiast. Terpaksa tersenyum meski tidak mau tersenyum.
Ketiga, Takut Membebankan Orang Lain
Kita terkadang merasa kalau masalah kita ya cukup kita saja yang tahu. Orang lain tidak perlu ikut campur. Yang ada malah membuat mereka ikut terbebani dengan masalah kita. Hal itu tentu membuat perasaan kita menjadi semakin tidak tenang.
Takut membebani orang lain merupakan salah satu alasan kenapa orang mau memilih menjadi eccedentesiast. Cukup aku, cukup hati ini saja yang sedih. Masalahku, biarkan aku yang tanggung sendiri.
Keempat, Adanya Perasaan Malu
Kemudian alasan lainnya adalah merasa malu. Stigma ini masih melekat pada diri lelaki hingga sekarang. Menangis karena permasalahan atau menunjukkan rasa sedih bagi seorang lelaki itu adalah sebuah aib.
Tidak laki, jadi lelaki kok cengeng. Ungkapan seperti ini membuat lelaki jarang menampakkan perasaan sesungguhnya. Padahal lelaki boleh kok sedih, dibolehkan juga untuk menangis. Justru anggapan bahwa lelaki lemah kalau menangis itu yang salah.
Hal ini jika terus dipendam bahkan bisa membuat kesehatan mental seseorang menjadi memburuk. Tidak ada salahnya jika ingin menangis, justru hal itu setidaknya bisa membuat perasaan kita menjadi lebih baik.
Menjadi Eccedentesiast Apakah Baik?
Seperti yang telah kita uraikan diatas, eccedentesiast merupakan senyum palsu. Tentu saja senyuman adalah hal bagus. Senyum bisa membuat perasaan kita menjadi lebih baik.Â
Bisa menebarkan hal-hal positif untuk lingkungan sekitar kita. Namun, kata "palsu" inilah yang menjadi masalahnya. Sesuatu yang palsu itu banyak tidak bagusnya. Ada hal negatif di dalam kata tersebut.
Menjadi eccedentesiast karena alasan profesionalisme bisa jadi itu sebuah hal yang bagus. Namun terus-menerus menampakkan senyum palsu rasanya kita juga sedang membohongi diri kita sendiri.
Terus-menerus menjadi eccedentesiast akan membuat kita terbiasa untuk menghindar, semakin merasa sedih, perasaan kita tertekan dan parahnya adalah masalah kita tidak pernah selesai. Malah makin panjang dan sialnya kita terlarut di dalam kesedihan tersebut.