Ada juga yang malah kehilangan nafsu makan. Banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur dan melamun tidak jelas. Namun, ketika dia berada dalam lingkungan teman-temannya, dia tetap berusaha untuk ceria.
Kedua, Perubahan Kebiasaan Tidur
Karakteristik selanjutnya adalah perubahan pada kebiasaan tidur. Orang dengan perasaan sedih akan cenderung lebih sering begadang. Bukan tidak mau tidur, namun justru tidak bisa tidur. Orang tersebut biasanya overthinking memikirkan sesuatu hal yang justru semakin memperburuk keadaannya.
Ketiga, Terlihat ada Perasaan Tidak Berguna
Maksud perasaan tidak berguna di sini adalah, orang dengan perasaan sedih, kecewa dan sebagainya itu sering memiliki perasaan yang seharusnya tidak ia pikirkan.Â
Misalnya overthinking pada sesuatu hal yang tidak jelas. Takut pada hal yang belum pasti terjadi. Perasaan-perasaan tidak berguna ini kemudian menjadi penguat sedih pada dirinya.
Keempat, Kehilangan Minat dalam Aktivitas yang Disenangi
Kemudian yang terakhir adalah kehilangan minat pada beberapa aktivitas yang ia senangi. Misal jika ia dulunya suka olahraga, karena kesedihan ini, minatnya untuk berolahraga jadi berkurang. Kalau diajak pasti selalu ada alasan untuk tidak ikut.
Meskipun dengan ciri atau karakteristik di atas, orang dengan eccedentesiast selalu berusaha untuk tampak ceria di hadapan banyak orang. Dia berusaha menutupi perasaan sedih itu semaksimal mungkin. Hingga tidak ada satupun orang yang menyadari jika ia sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.
Menjadi seorang eccedentesiast sebenarnya itu adalah pilihan hidup. Kita bisa memilih mau menjadi seorang eccedentesiast atau tidak. Kenapa saya katakan pilihan? Karena eccedentesiast itu kita yang ciptakan sendiri. Itu tidak lahir secara tiba-tiba. Ada beragam alasan bagi seseorang memilih menjadi eccedentesiast.
Pertama, Takut Terlihat Lemah
Alasan pertama adalah takut terlihat lemah. Kalian pasti pernah sok kuat padahal nyatanya tidak seperti itu. Belum lagi ketika menceritakan hal yang kita alami, tanggapan orang itu berbeda-beda. Ada yang menyepelekan, "ah, itu aja pun, lemah kali kok."
Tanggapan seperti inilah yang kemudian membuat kita tidak mau terlihat lemah. Dan karena itu pula akhirnya kita menampakkan sikap yang jauh berbalik dengan keadaan kita sebenarnya.
Kedua, Menjaga Profesionalisme
Alasan kedua adalah menjaga profesionalisme. Ini biasanya dilakukan oleh orang yang bekerja di bidang pelayanan. Pekerjaan yang berhadapan dan berinteraksi langsung dengan orang-orang.
Pekerjaan lah yang memaksa kita untuk terus terlihat bahagia. Bisa Anda bayangkan bagaimana ada seorang resepsionis hotel terlihat murung ketika sedang menyambut tamu.Â