Mohon tunggu...
Muhammad Nauval
Muhammad Nauval Mohon Tunggu... Perawat - Perawat | Aceh Tulen

Pecinta Kopi Hitam Tanpa Gula

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Mengenal Toxic Parenting, Pola Asuh Buruk yang Berdampak Negatif untuk Anak

9 Mei 2023   11:31 Diperbarui: 10 Mei 2023   07:40 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan jadi orangtua egois, Sumber [DW]

Tidak ada satupun masalah orang dewasa yang tidak disebabkan oleh bagaimana mereka dibesarkan ketika kecil dalam pengasuhan.

Maksud dari kalimat diatas adalah, setiap permasalahan yang datang ketika dewasa tidak terlepas dari didikan masa kecil. Ini erat kaitannya dengan bagaimana seorang anak diajarkan cara mengatasi permasalahan ketika ia kecil. Sehingga ini akan berdampak ketika ia dewasa, ia tidak mampu beradaptasi hingga membuat dia selalu terjebak ke dalam berbagai permasalahan yang ada.

Tidak ada yang dapat memilih ingin lahir dari keluarga yang seperti apa. Mau keluarga itu bahagia, kaya maupun miskin, semuanya memang kembali pada takdir yang telah ditetapkan. 

Saya banyak menemukan teman-teman yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Meskipun sebenarnya sudah sepantasnya anak-anak lahir dan mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orangtuanya. Namun tidak semua orang bisa seberuntung itu.

Toxic Parenting, Sumber [Klik Dokter]
Toxic Parenting, Sumber [Klik Dokter]

Ada banyak anak-anak lahir dari keluarga yang kasar, menguras air mata hingga membuat mental anak menjadi down. Bukan hanya tidak mendapat didikan, kasih sayang, dan perlakuan yang semestinya. 

Malah banyak kita temui orangtua yang bersikap semena-mena dan berkata kasar. Istilah untuk orangtua seperti ini adalah toxic parenting.

Toxic Parenting

Apa itu toxic parenting? 

Ini mengacu pada pola asuh orangtua yang toxic kepada anak. Perilaku toxic ini bisa diartikan sebagai sikap yang sering dilakukan seseorang berdampak buruk kepada orang lain atau bahkan dirinya sendiri.

Lalu toxic parenting bisa kita artikan sebagai sebuah pola asuh dan perilaku orangtua yang buruk, baik itu buruk untuk kesehatan fisik ataupun kesehatan mental anak-anaknya.

Toxic parenting biasanya dilakukan oleh orangtua dengan dalih ingin yang terbaik untuk anaknya. Meski kemudian yang terjadi adalah anaknya tidak bahagia dan bahkan ia tersakiti dengan sikap orangtuanya sendiri. Ingin memberikan yang terbaik namun malah menyakiti.

Sebelum jauh kita membahas kedepan, ada baiknya kita kenali dulu beberapa tanda pola asuh toxic parenting.

Pertama, Mengontrol dengan Sangat Ketat

Mengontrol sangat ketat bisa membuat anak merasa tertekan, Sumber [IDN Times]
Mengontrol sangat ketat bisa membuat anak merasa tertekan, Sumber [IDN Times]
Tanda yang pertama adalah orangtua akan terkesan lebih sering mengontrol anaknya dengan ketat. Segala aktivitas anaknya akan diatur sedemikian rupa. 

Orangtua sering beranggapan semua yang dilakukannya itu adalah upaya terbaik untuk anak-anaknya. Namun, nyatanya mengontrol dengan sangat ketat bisa membuat anak-anak menjadi semakin memberontak.

Sebagian anak pasti akan merasa tidak nyaman jika dikontrol secara berlebihan. Meski sebenarnya peran orangtua termasuk juga dalam mengontrol. Namun tidak juga terlalu berlebihan. Karena itu bisa membuat sang anak merasa dia kurang dipercayai oleh orangtuanya.

Kedua, Egois

Jangan jadi orangtua egois, Sumber [DW]
Jangan jadi orangtua egois, Sumber [DW]

Tanda kedua jika orangtua termasuk toxic adalah sering bersikap menekan dan mengekang anak-anaknya. Misalnya anak harus menjadi seorang dokter atau seorang polisi, maka anak tersebut akan digiring sedemikian rupa menuju ke jalan tersebut. Padahal sebagai orangtua sebaiknya kenali dulu potensi anaknya itu mengarah kemana.

Diskusi adalah langkah yang harus dilakukan orangtua dalam mengasuh anak-anaknya. Ketika orangtua hanya memikirkan apa yang ia mau saja, maka sadar atau tidak mereka sudah bersikap egois pada anak-anaknya.

Ketiga, Sering Melakukan Pelecehan Fisik dan Verbal

Umumnya orangtua yang digolongkan ke dalam toxic parenting bersikap buruk alias negatif dalam mengasuh anak-anaknya. Salah satu kebiasaan buruknya adalah sering melakukan pelecehan secara fisik maupun verbal pada anak-anaknya.

Ketika orangtua sedang marah, seringkali kita lihat orangtua menyalahkan anaknya secara berlebihan. Seringkali kita melihat orangtua membentak anak-anak secara kasar dan menyalahkannya bahkan diluar kuasa seorang anak.

Kemudian tanpa disadari semua tanda-tanda toxic parenting tersebut jika terus menerus dibiarkan akan berdampak buruk pada anak-anak. 

Kondisi ini akan diperburuk jika kesadaran orangtua rendah dan tidak mengetahui jika pola asuh seperti ini akan membuat keadaan anak menjadi memburuk. Baik itu secara mental maupun keadaan tumbuh kembangnya.

Dalam kebanyakan kasus biasanya akan berpengaruh pada kesehatan mental anak, diantaranya adalah :

Pertama, Gangguan Kecemasan

Mengalami gangguan kecemasan, Sumber [Klik Dokter]
Mengalami gangguan kecemasan, Sumber [Klik Dokter]

Pengaruh pertama adalah anak-anak yang mendapat toxic parenting ketika dewasa akan rentan mengalami gangguan kecemasan. 

Anak-anak akan cenderung merasa tidak ada tempat yang bisa ia tuju ketika ada permasalahan. Karena pola asuh orangtuanya ketika kecil selalu membuat dia berpikir sendiri.

Rasa cemas ini juga akan membuat anak-anak tidak mempunyai rasa percaya pada orang lain. Ia selalu merasa semuanya harus ditanggung sendirian. Karena pola didikan kala ia kecil tidak memberinya rasa aman dan nyaman.

Jika keadaan ini terus dibiarkan, maka anak tersebut akan memiliki permasalahan pada mentalnya. Dia akan tumbuh menjadi anak dengan keadaan mental yang tidak seimbang dan cenderung mudah mengalami gangguan kecemasan ketika ia sedang dalam masalah.

Kedua, Stres

Kemudian pengaruh kedua adalah anak-anak akan mengalami rasa stres yang berlebihan. Anak-anak yang tumbuh dalam kondisi toxic parenting akan banyak mengalami tekanan dalam hidupnya. Diatur, dikekang dan mendapat tuntutan harus selalu perfeksionis oleh orangtuanya, lama kelamaan kondisi ini akan membuat dirinya menjadi stres.

Stres yang dimaksud bukan semata-mata langsung mengalami gangguan kejiwaan. Karena dia selalu dituntut harus sempurna oleh keluarganya, anak tersebut akan sering melakukan hal diluar batas kemampuannya. Ini dia lakukan agar menyenangkan hati orangtuanya.

Rasa stres akan muncul ketika apa yang diupayakan tersebut tidak berhasil. Ditambah tidak terbentuknya pola komunikasi yang baik antara anak dan orangtuanya, maka hal ini akan membuat tekanan pada diri sang anak menjadi lebih besar. Hingga akhirnya rasa cemas hingga stres memenuhi pikirannya. 

Akan sangat berbahaya jika kondisi seperti ini tidak mendapat rasa peduli oleh keluarga dan orang terdekatnya. Bisa membuat mental anak menjadi lebih parah dan tidak stabil dalam segala aspek hidupnya.

Ketiga, Percaya Diri yang Rendah

Dampak yang terakhir adalah anak-anak akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Karena sering mendapat kritikan dari orangtuanya dan tidak mendapat kesempatan untuk membela diri. 

Jika seorang anak mendapat pola asuh seperti ini ketika ia kecil, maka ketika dewasa dia akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. 

Merasa keberadaannya itu bukan apa-apa, dia tidak berdaya. Parahnya lagi, anak-anak dengan mental yang seperti ini akan cenderung mendapat bullyan dari teman-temannya.

Nah, jika sudah terlanjur menjadi orangtua dengan toxic parenting, maka tidak ada kata terlambat untuk memperbaikinya. Apalagi yang masih belum menjadi orangtua, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari toxic parenting. Apa saja ?

Pertama, Jadilah Orang Dewasa

Hal pertama yang bisa kalian lakukan adalah jadilah orang dewasa. Sebagai calon orangtua ataupun orangtua, maka kalian dituntut untuk menjadi dewasa. Karena mengasuh seorang anak tidak bisa kalian lakukan jika sikap kalian sendiri masih belum dewasa.

Jadilah orang dewasa yang memahami apa yang dibutuhkan seorang anak pada orangtuanya. Baik itu perhatian, kasih sayang atau keberadaan kalian sekalipun. 

Bersikaplah dewasa dan jadilah dewasa dalam rumah tangga. Menjadi orangtua artinya kalian harus siap membimbing seorang bayi dan mengarahkan dirinya menjadi seorang manusia yang punya berkarakter.

Kedua, Hargailah Usaha Anak 

Sebagai orangtua, kalian bisa mulai dengan menghargai usaha anak terlebih dulu. Jangan hanya fokus pada hasil, tapi hargai setiap proses yang ia lalui untuk mencapai hal tersebut. Misalnya ketika ia menggambar, kalian bisa mulai dengan memuji gambarnya. Meskipun tidak seperti yang kalian harapkan, namun sedikit apresiasi dari orangtua pastinya akan membuat dirinya menjadi lebih semangat dan belajar lebih baik lagi dari sebelumnya.

Ketiga, Hindari Memaksakan Kehendak

Orangtua sering lupa jika sebenarnya tugasnya adalah membimbing, mengarahkan, mengawasi dan mendampingi sang anak. Anak-anak biasanya akan cenderung melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Maka jangan diperburuk dengan memaksakan kehendak kita sebagai orangtua di dalamnya.

Kita bisa berekspetasi atau menaruh harapan kepada anak-anak kita. Namun, bimbing dia dan arahkan sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Jika yang ia senangi adalah hal yang positif maka dukung dia. Jangan malah bersikap egois dan memaksakan kehendak kita dalam hidupnya.

Keempat, Tidak Mengungkit Kesalahan Anak

Kemudian yang bisa kita lakukan untuk menghindari toxic parenting adalah jangan mengungkit kesalahan anak. Jangan menjadi orangtua yang suka mengungkit kesalahan anak. Jadilah orangtua yang bijak. Pada dasarnya ketika seorang anak melakukan sesuatu hal baru, ia akan cenderung melakukan kesalahan.

Maka nasehati dan arahkan dia pada arah yang benar. Terkadang ketika orangtua suka mengungkit kesalahan anak, itu akan membuat anak malah merasa tidak dipercayai oleh orangtuanya. Maka jika anak melakukan kesalahan, selesaikan saat itu juga. Nasehati dia dan jangan ungkit lagi kedepannya.

Kelima, Lembut Ketika Menasehati

Nah ini yang sering diabaikan, kebanyakan oleh lelaki. Tanpa disadari, kita sering terjebak dengan istilah jika seorang ayah itu harus keras dalam mendidik anaknya. Maka biasanya kaum lelaki akan bersikap galak pada anaknya. Padahal tidak demikian.

Sebagai orangtua, tidak mesti menjadi ayah atau ibu yang galak agar membuat anak menjadi hormat dan segan kepada kita. Kita hanya harus bersikap lembut kepadanya. Apalagi ketika menasehati, jangan galak-galak. Namanya juga nasehat, sampaikan dengan lembut.

Nasehat yang lembut akan mudah diterima oleh seorang anak. Ia juga akan tersentuh dengan pembawaan yang lembut. Jangan jadi orangtua yang keras, tapi jadilah orangtua yang tegas.

Keenam, Pahami Perbedaan Kritik dan Mengkoreksi

Langkah terakhir adalah sebagai orangtua kita harus memahami apa itu kritik dan koreksi. Anak yang sering dikritik akan cenderung memiliki mental dan rasa percaya diri yang rendah. Namun sebaliknya, jika seorang anak melakukan kesalahan bukan kritikan yang kita berikan melainkan adalah koreksi. Perbaiki kesalahan dan cari solusi atas semua permasalahan yang ada.

Maka jadi orangtua itu sebenarnya adalah tanggungjawab yang besar. Pola asuh orangtua akan membentuk seorang anak menjadi seperti apa kelak ketika ia dewasa. Apalagi jika yang digunakan adalah toxic parenting, maka akan sangat berbahaya bagi masa depan anak kedepannya.

Terakhir, jangan jadi orangtua yang terlalu mengekang, egois dan membuat hari-hari seorang anak menjadi berat. Jadilah kawan, bimbing dia, dan arahkan dia pada hal positif yang ia senangi. Lalu nasehati dia dengan kata-kata yang memotivasinya agar menjadi orang yang lebih baik setiap harinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun