Mohon tunggu...
Muhammad Nauval
Muhammad Nauval Mohon Tunggu... Perawat - Perawat | Aceh Tulen

Pecinta Kopi Hitam Tanpa Gula

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menyusuri Jejak Keislaman pada Masjid Bersejarah di Tanah Aceh

8 April 2023   22:22 Diperbarui: 8 April 2023   22:53 2300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kalian berkesempatan datang ke Aceh, maka kunjungilah Masjid-masjid yang ada disana. Kalian akan menemukan berbagai fakta dan hal menarik yang bisa dipelajari. Selain keindahan dan arsitekturnya yang indah. Kalian juga bisa mendengar berbagai kisah menarik dari masjid tersebut.

Pagi ini saya keluar rumah lebih cepat. Karena posisi saya sekarang ini sedang berada di kampung halaman yaitu di Kabupaten Pidie, Aceh. Agenda saya hari ini adalah mengunjungi beberapa Masjid yang mempunyai kisah unik dalam pembangunannya.

Saya hari ini berencana akan berangkat ke Kabupaten Pidie Jaya. Saya mendapat kabar jika disana terdapat Masjid yang usianya sudah ratusan tahun. Meski membutuhkan waktu dua jam lebih untuk pergi kesana, namun saya nekat, saya juga senang melakukan perjalanan seperti ini, sendiri di tempat baru.

Perjalanan pun dimulai. Masjid pertama yang saya singgahi adalah Masjid Raya Labui. Masjid ini masih berada lumayan dekat dengan rumah saya. Hanya butuh waktu 10 menit perjalanan saja.

Saya memilih Masjid ini karena punya nilai sejarah yang unik dibalik pembangunannya.

Masjid Raya Labui atau Masjid Po Teumeureuhom

Masjid Raya Labui [dokpri]
Masjid Raya Labui [dokpri]
Masjid Raya Labui juga dikenal dengan nama Masjid Po Teumeureuhom. Digagas dan dibangun pada masa Kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Tepatnya pada tahun 1612 Masehi.

Semasa hidupnya Sultan Iskandar Muda sering berpergian untuk memperkuat pasukan Aceh. Sampai pada suatu masa, Sultan Iskandar Muda pun singgah ke Pidie tepatnya di Labui. Disebut dalam sejarah, pada masa pembangunannya, masyarakat Pidie saat itu rela berbaris hingga 30 Kilometer guna untuk mengangkut batu untuk pembangunan Masjid.

Meninggalkan Tongkat Po Teumeureuhom

Setelah selesai pembangunan, Sultan Iskandar Muda pun pergi dan meninggalkan satu tongkat yang dikenal dengan nama tongkat Po Teumeureuhom. Tongkat ini memiliki panjang 1,2 meter dan berat 5 kilogram. Tongkat ini berwarna keemasan dan beruas-ruas layaknya tebu.

Selain tongkat, Masjid Raya Labui juga mempunyai mimbar emas yang dibuat oleh pengrajin asal Cina. Usia mimbar ini diperkirakan sudah mencapai ratusan tahun. Mimbar ini juga sering dicat ulang dengan warna emas agar tetap terjaga nilai seninya.

Masjid Raya Labui pun demikian, sejak didirikan Masjid ini hanya pernah direnovasi tiga kali saja. Banyak bangunan asli yang masih bisa dilihat jika berkunjung ke Masjid yang satu ini.

Selanjutnya saya pun singgah ke Masjid Abu Beureueh. Letaknya di jalan lintas Banda Aceh-Medan tepatnya di Kota Beureunun. Saya membutuhkan waktu 25 menit untuk sampai kesana.

Masjid Abu Beureueh dan Segenggam Beras dan Telur

Masjid Abu Beureueh, [dokpri]
Masjid Abu Beureueh, [dokpri]
Ada yang menarik dalam pembangunan Masjid Abu Beureueh. Kala itu tepatnya pada tahun 1963. Teungku Abu Daod Beureueh menggagas pembangunan Masjid ini. Namun karena bergejolaknya DI/TII di Aceh, Abu Daod Beureueh pun bergerilya ke dalam hutan. Akibatnya pembangunan Masjid pun terhenti selama 10 tahun.

Pada tahun 1973, Abu Daod Beureueh kembali melanjutkan pembangunan Masjid. Namun karena keterbatasan dana, maka berkat inisiatif dan kesadaran masyarakat kala itu. Maka setiap masyarakat mengumpulkan segenggam beras dan telur yang kemudian setelah terkumpul banyak dijual kemudian dibelanjakan bahan material untuk pembangunan Masjid.

Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1973. Masjid ini pun kini banyak digunakan oleh para pemudik untuk singgah istirahat dan salat. Karena memang letaknya tepat di pinggir jalan raya.

Masjid Raya Keumala

Masjid Raya Keumala [dokpri]
Masjid Raya Keumala [dokpri]
Kemudian perjalanan saya teruskan ke Keumala. Ini masih berada di Kabupaten Pidie. Saya berangkat dari Masjid Abu Beureueh dan juga butuh waktu 30 menit untuk tiba disana.

Hal menarik dari Masjid Raya Keumala adalah bentuk dan arsitekturnya hampir mirip dengan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Bahkan ada yang menyebut jika Masjid Raya Keumala adalah kembaran dari Masjid yang menjadi ikon Provinsi Aceh tersebut.

Tampilan Masjidnya sama, tapi hanya kurang dua kubah dari Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini didirikan pada tahun 2013 di atas Masjid lama yang telah dirubuhkan. Meski terkesan masih baru, namun ada hal menarik berada di samping Masjid tersebut yaitu kolam.

Kolam ini dulunya adalah sumur yang tepat berada di samping Masjid. Sumur ini tidak pernah kering airnya. Sudah ada sejak zaman Kerajaan Aceh masa lalu. Kemudian karena kebutuhan wudhu, akhirnya sumur tersebut diperluas dan dibentuklah sebuah kolam.

Kolam di Samping Masjid Raya Keumala[dokpri]
Kolam di Samping Masjid Raya Keumala[dokpri]

Namun, karena kurangnya pemugaran. Saya melihat kondisi kolam ini sekarang sudah tidak sebagus dulu. Banyak sampah yang berserakan di dalam kolam. Besar harapan jika nanti pihak Masjid kembali memikirkan kondisi kolam yang sudah terbengkalai agar menjadi indah kembali.

Masjid Beuracan

Masjid Beuracan [Dokpri]
Masjid Beuracan [Dokpri]
Puas bermain di Kabupaten Pidie, saya pun bertolak ke Kabupaten Pidie Jaya. Saya butuh satu setengah jam untuk tiba kesana. Pemberhentian saya kali ini adalah Masjid Beuracan. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Teungku di Pucok Krueng.

Masjid ini merupakan salah satu Masjid tertua yang berada di Pidie Jaya. Dibangun sekitar tahun 1622 Masehi dan diperkirakan sudah berusia ratusan tahun.

Dikisahkan pada tahun 1620 Masehi, Syeih Abdus Salim, Syeh Jamaluddin dan Malem Dagang yang berasal dari Madinah berlayar ke Gujarat. Namun karena penyambutan disana yang kurang baik, akhirnya saudagar muslim kembali berlayar dan kemudian terdampar ke wilayah Kerajaan Pedir (Pidie).

Karena misi utama adalah berdakwah, akhirnya rombongan Syeh Abdus Salim berjalan dan memilih Wilayah Beuracan sebagai tempat untuk mulai berdakwah. Karena mayoritas masyarakat disana memang muslim, maka tidak ada kendala yang berarti untuk Syeh Abdus Salim dalam berdakwah. Bahkan masyarakat menyambut hangat kedatangan beliau.

Pada tahun 1622 Masehi, Syeh Abdus Salim menggagas ide untuk membangun Masjid. Oleh Masyarakat akhirnya bergotong royong membuat Masjid tersebut. Bahan utamanya

Suasana dalam Masjid Beuracan [dokpri]
Suasana dalam Masjid Beuracan [dokpri]
adalah kayee jathoe (Kayu Jati). Karena jarak yang jauh untuk mencari Kaye Jathoe, masyarakat pun bersama-sama memikul tugas yang berat agar Masjid ini berhasil dibangun.

Masjid ini sudah beberapa kali direnovasi. Namun, struktural utama Masjid dan keunikan dari Masjid tersebut tetap ditinggal. Agar nilai-nilai dasar Masjid tersebut tetap terjaga dan tetap lestari untuk dijadikan sebagai salah satu Masjid sejarah.

Masjid Madinah Japakeh

Masjid Madinah Japakeh[dokpri]
Masjid Madinah Japakeh[dokpri]
Tidak jauh dari Masjid Beuracan, kita juga bisa berkunjung ke Masjid Madinah Japakeh. Masjid ini berada di Kota Meuredu Pidie Jaya. Tepatnya di Meurah Dua, Kuta Baroh. Letak Masjid ini agak masuk ke dalam, tidak berada di pinggir jalan raya.

Masjid ini dibangun oleh seorang ulama Turki bernama Syeh Jalaluddin Faqih. Orang Aceh sering menyingkat nama, maka beliau dipanggil dengan sebutan Syeh Ja. Kemudian Pakeh adalah plesetan dari Faqih, orang Aceh menyebutnya Pakeh. Maka jika digabung jadilah Japakeh.

Masjid ini juga termasuk Masjid tertua di Pidie Jaya. Dibangun oleh Syeh Jalaluddin Faqih pada tahun 1623 Masehi. Syeh Jalaluddin sendiri adalah Penasehat Militer Sultan Iskandar Muda.

Ada beberapa peninggalan Syeh Jalaluddin Faqih di Masjid tersebut yaitu mimbar dan sebuah guci. Guci ini adalah guci siam yang dibawa pulang oleh Syeh Jalaluddin Faqih ketika berhaji. Letaknya di pintu paling depan. Berguna untuk membasuh kaki jamaah ketika ingin salat.

Guci Siam [dokpri]
Guci Siam [dokpri]

Nah itulah beberapa Masjid bersejarah yang saya kunjungi hari ini. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Satu hal yang saya sadari selama melakukan perjalanan ini adalah ternyata wisata itu tidak melulu ke pantai dan gunung saja. Bahkan ke Masjid pun bisa mendapat kepuasan hati yang tidak ternilai harganya. Semoga Masjid-masjid ini tetap terjaga serta berharap agar Masyarakat tetap melestarikan Masjid ini dengan baik.

Muhammad Nauval

Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun