"Sebagai anak perantauan, banyak sekali momen Ramadan yang dirindukan di kampung halaman, salah satunya kenduri merayakan malam Nuzulul Quran."
Ramadan di perantauan mempunyai nuansa berbeda dengan kampung halaman. Meski masih berada di Provinsi yang sama. Namun, Ramadan di perantauan tetap saja masih terasa kurang.
Aceh merupakan salah satu Provinsi yang masih cukup kental adat dan juga tradisi keislamannya. Meski ada juga beberapa adat yang sudah berbaur dengan kemajuan zaman. Tetapi, sampai saat ini nilai-nilai keislaman di Aceh masih terus dijaga dan dipertahankan.
Saya tinggal di sebuah Kota bernama Sigli. Di Kota asal saya ini, setiap Ramadan tiba pasti banyak sekali hal yang berubah. Mulai dari penampilan orang-orang yang mendadak serba islami. Hingga beragam sekali adat dan tradisi yang hanya ada ketika bulan puasa.
Di Kota Sigli dan beberapa Kabupaten lainnya. Hampir di setiap kampung pasti punya ciri dan budaya tersendiri ketika Ramadan. Begitu juga dengan kampung saya. Biasanya disana kami banyak sekali mengadakan kenduri selama Ramadan.
Kenduri Merayakan Nuzulul Quran
Salah satunya adalah ketika menyambut malam Nuzulul Quran. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Nuzulul Quram biasanya diperingati pada 17 Ramadan. Bertepatan dengan malam diturunkannya Al Quran untuk Nabi Muhammad SAW.
Selain diisi dengan berbagai ibadah. Nuzulul Quran juga menjadi momen dimana semua masyarakat berkumpul bergotong royong bersama.
Malam Nuzulul Quran biasanya dirayakan di Meunasah (surau) masing-masing Kampung. Jauh hari sebelum acara, masyarakat sudah mulai mempersiapkan diri. Biasanya masyarakat akan meuripee peng (patungan uang) untuk membeli sapi, kambing atau kerbau yang nantinya akan dimasak saat kenduri.
Jika semua persiapan sudah lengkap. Pada puasa hari ke-16, masyarakat akan memenuhi Meunasah untuk saling bahu membahu bekerja. Ada yang membersihkan area meunasah. Juga, ada sebagian masyarakat yang mulai mengurusi bagian dapur.
Mulai dari menyembelih sapi, hingga menyiapkan berbagai bumbu masakan. Semuanya dilakukan bersama-sama.
Kira-kira 30 menit sebelum berbuka puasa. Semua masyarakat di kampung akan dipanggil ke Meunasah untuk sama-sama berbuka disana. Biasanya yang hadir hanya anak-anak , orang dewasa, dan pemuda. Kaum wanita biasanya cuma berbuka di rumah saja.
Berbuka dengan Minuman dan Kue Ala Kadarnya
Karena waktu berbuka dan magrib itu singkat. Biasanya ketika sirine berbuka dihidupkan, warga hanya berbuka dengan minuman dan kue ala kadarnya. Untuk menu utamanya, biasanya akan disantap setelah selesai salat magrib.
Kemudian tinggal menunggu jadwal salat insya, baru dilanjutkan dengan salat tarawih hingga selesai. Pada malam Nuzulul Quran ini, biasanya juga akan diundang penceramah kondangan untuk mengisi tausyiah selesai salat tarawih.
Kenduri Nuzulul Quran Menjadi Momen Khas Ramadan yang Paling Dirindukan
Jika ditanya, kenapa saya merindukan kampung halaman. Selain karena rindu berkumpul dengan keluarga untuk sahur dan berbuka bersama. Momen kenduri Nuzulul Quran juga menjadi salah satu momen yang paling saya rindukan.
Pada momen inilah semua masyarakat berkumpul. Kami bisa kembali menegur sapa. Yang sudah lama tidak bertemu, biasanya di momen seperti inilah semuanya berkumpul.
Kenduri Peutamat Daroih
Dan satu lagi, diakhir Ramadan kami biasanya juga sering mengadakan kenduri. Namanya kenduri peutamat daroih. Atau yang biasa dikenal khatam Al Quran.
Kenduri peutamat daroih biasanya diadakan pada akhir-akhir Ramadan. Hari yang dipilih biasanya adalah hari-hari ganjil. Semisal, pada puasa ke 21, 23, 25, 27, dan 29. Kenduri peutamat daroih dilakukan atas keputusan bersama. Baik itu dari pihak pengurus Meunasah, imam, bilal dan lainnya.
Saya tidak terlalu mengerti mengapa kenduri peutamat daroih dilaksanakan pada malam-malam ganjil. Namun, jika dilihat dari beberapa sumber lainnya. Banyak juga ritual-ritual ibadah yang menggunakan angka ganjil. Misalnya seperti wudhu yang harus dilakukan tiga kali waktu membasuh tiap anggota badan, dan lain sebagainya.
Meski begitu, tidak ada salahnya juga melaksanakan kenduri peutamat daroih pada malam-malam yang genap. Di kampung saya juga begitu. Karena satu dan lain hal, sering juga kenduri peutamat daroih ini dilaksanakan pada malam ke 22, 24, 26, dan malam ke 28.
Nah, itu dia serangkaian momen khas Ramadan yang paling saya rindukan. Semoga, Ramadan kali ini bisa jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan mari kita doakan bersama, semoga pandemi ini juga cepat berlalu agar semuanya bisa kembali seperti sedia kala.
Aceh
Muhammad NauvalÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H