Mohon tunggu...
Muhammad Nauval
Muhammad Nauval Mohon Tunggu... Perawat - Perawat | Aceh Tulen

Pecinta Kopi Hitam Tanpa Gula

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Beginilah Pengalamanku Kala Kerja Tidak Sesuai Bidang Studi, Jualan Jus hingga Serabutan di LSM Pendidikan

2 April 2021   00:29 Diperbarui: 2 April 2021   00:42 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat topik yang diberikan kompasiana kali ini, saya kembali teringat pengalaman saya beberapa tahun ke belakang. Di saat saya harus bekerja serabutan ketika selesai diwisuda.

Saya dulu kuliah mengambil jurusan Keperawatan di salah satu Kampus Swasta di Aceh. Tidak berniat sombong, saat itu saya adalah lulusan terbaik kedua dengan IPK 3,80, dengan predikat cumlaude. Ini tidak terlepas dari kerja keras saya yang harus menghabiskan waktu siang malam untuk belajar. Membaca buku yang tebalnya minta ampun, menghafal anatomi tubuh manusia, SOP kerja perawat hingga harus kerja lembur ketika sedang praktik di Rumah Sakit.

Perjuangan saya kemudian berlanjut ketika mengerjakan skripsi. Belum lagi ditambah tugas PKL di desa yang belum sepenuhnya tuntas. Semuanya saya kerjakan mandiri. Meski sempat kewalahan, tapi akhirnya dengan kerja keras dan dukungan orangtua semuanya bisa saya lewati dengan sempurna.

Tidak lama setelah itu, saya pun diwisuda. Sekarang, saya harus fokus mengikuti Ujian Kompetensi untuk perawat. Ujian ini terbilang sulit. Banyak kakak leting yang tidak lulus ketika mengikuti ujian ini. Bahkan ada yang mengulang hingga tujuh kali. Sedangkan Ujian ini dibuka hanya dua atau tiga kali dalam setahun. Jika tidak lulus ujian tersebut, ijazah sebagai perawat tidak bisa kita gunakan. Perawat dituntut harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) jika ingin bekerja di Rumah Sakit.

Saya menghabiskan waktu hampir tiga bulan untuk mengikuti bimbel Ujian Kompetensi. Saya tidak ingin gagal. Dan syukurnya saya lulus ujian tersebut hanya dalam sekali tes. Saya tidak perlu mengulang, betapa leganya perasaan saya saat itu.

Dari titik inilah perjuangan saya baru dimulai. Ijazah sudah punya, STR pun ada, IPK tinggi, belum lagi sertifikat-sertifikat keahlian. Ditambah pula CV saya yang penuh dengan pengalaman organisasi, baik di tingkat daerah hingga Provinsi semuanya pernah saya ikuti.

Mengandalkan semua hal tersebut, saya cukup percaya diri untuk melamar kerja di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta. Namun, pada kenyataannya saya harus menelan pil pahit. Hampir dua bulan setelah lamaran saya layangkan, tak satu pun balasan yang saya terima.

Oh, mungkin karena Rumah Sakit tersebut belum membutuhkan perawat, makanya lamaran saya hingga saat ini belum dilirik. Awalnya saya berusaha berpikir positif. Namun, lagi-lagi kenyataan yang ada menyakiti hati saya.

Banyak teman-teman saya yang sudah dipanggil untuk bekerja di sana. Apakah mereka lebih baik dari saya ? saya tidak akan sembarang menyimpulkan. Tapi kenyataannya adalah, ada sebagian dari mereka yang bekerja belum lulus Ujian Kompetensi, mereka tidak cukup syarat untuk menjadi seorang perawat.

Dari kejadian tersebut saya akhirnya sadar. Tidak perlu IPK tinggi, apalagi harus berusaha keras. Asalkan ada "orang dalam" semuanya sekarang bisa dengan mudah diatur. Mau apa? pekerjaan? jabatan? semuanya bisa diatur. Asalkan kamu banyak uang, ada keluarga atau kerabat di Pemerintahan, semuanya bisa diusahakan. Gampang bukan?

Sumber [Republika]
Sumber [Republika]

Nah, yang tidak ada kenalan atau "orang dalam" bagaimana?

Cukup lama saya berjuang mencari pekerjaan mengandalkan ijazah keperawatan yang saya miliki. Hampir setahun atau bahkan lebih.

Apakah saya tidak putus asa? tentu ada.

Saya terus berjuang, pantang menyerah. Selama hampir dua tahun itu saya terus menerus gonta-ganti pekerjaan. Saya pernah bekerja pada sebuah LSM yang mengurusi masalah Pendidikan. Saya juga aktif berkomunitas, target saya adalah ingin membangun relasi dengan orang-orang hebat di daerah saya.

Saya juga sempat melibatkan diri dalam sebuah partai politik. Meski tidak terdaftar sebagai anggota resmi, saya cukup aktif juga membantu partai tersebut dari balik layar.

Selama dalam beberapa tahun tersebut, aktivitas saya terbilang cukup padat. Saya bahkan jarang tinggal di rumah.

Hingga akhirnya pada suatu hari, saya memutuskan untuk meninggalkan semua kegiatan yang saya lakukan selama ini. Saya ingin membuka sebuah usaha. Saat itu saya tertarik ingin membuka sebuah kedai jus.

Tidak perlu menunggu lama. Setelah tiga bulan persiapan, akhirnya kedai jus pertama saya resmi dibuka. Saya merangkap semua posisi yang ada. Mulai dari belanja, mengatur keuangan hingga membuat jus dan melayani pembeli, semuanya saya kerjakan sendiri.

Banyak kerabat, tetangga, keluarga besar mempertanyakan keputusan saya tersebut. "Kamu kan kuliahnya dulu di Keperawatan, kok sekarang jualan jus?" begitulah pertanyaan yang kerap kali dilontarkan kepada saya.

Banyak yang meremehkan, ditertawakan sudah biasa. Bahkan ada juga yang seenak jidatnya nyeletuk begini, "makanya gak usah kuliah, ujung-ujungnya kan jualan jus juga". Siapa yang tidak sakit hati. Namun, saya tetap bersabar dan terus berjualan seperti biasanya.

Namun, juga tidak dipungkiri jika banyak juga orang yang mendukung dan menyemangati saya saat itu. Tidak semua orang memiliki sifat yang sama.

Di sela-sela kesibukan saya membuka kedai jus. Semangat saya mencari pekerjaan juga tidak kendur sedikit pun. Saya tetap rajin mencari informasi pekerjaan untuk posisi perawat.

Tidak sampai satu tahun saya berjualan, akhirnya apa yang saya tunggu-tunggu pun datang. Saya diterima menjadi salah satu perawat di sebuah klinik sekolah boarding school. Tidak menunggu waktu lama, setelah mendapat restu kedua orangtua saya akhirnya menerima pekerjaan tersebut. Dan di sinilah saya sekarang. Perjuangan saya selama bertahun-tahun tuntas terbayarkan.

Nah, menyambung topik yang diberikan kompasiana tentang ketika pekerjaan yang tidak sesuai bidang studi, saya akan memberikan beberapa saran untuk kalian yang sedang menjalaninya.

Pertama, Jangan Jadi Pemilih

Saran pertama adalah, jangan jadi pemilih. Terimalah pekerjaan apa saja yang ditawarkan. Tentunya yang halal ya, bukan pekerjaan yang melanggar hukum. Kerjakanlah apa yang bisa kalian kerjakan. Bisa saja dari pekerjaan kalian sekarang bisa menjadi batu loncatan untuk pekerjaan yang kalian idam-idamkan.

Kedua, Jangan Mudah Menyerah

"Jika salah perbaiki, jika gagal coba lagi. Tapi jika kamu menyerah, semuanya selesai".

Begitulah kira-kira motto hidup yang harus kalian miliki jika ingin sukses. Kalian tidak boleh menyerah begitu saja.

Ketiga, Berusahalah Semaksimal Mungkin

Saran yang terakhir, percayalah jika hasil tidak akan pernah mengkhianati proses. Berusahalah semaksimal mungkin, lakukan apa yang perlu dilakukan. Lalu berdoalah, serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa.

Itulah beberapa saran yang bisa saya sajikan dalam tulisan kali ini. Semoga bermanfaat.

Aceh

Muhammad Nauval

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun