"I Want To Eat Your Pancreas", Anime Romance yang Endingnya Tak Terduga

Sakura mengidap penyakit berbahaya yang mengancam nyawanya. Pankreasnya bermasalah, dan hidupnya divonis tidak akan lama lagi. Bermula dari pertemuan inilah kisah antara Haruki dan Sakura dimulai.

Pada bagian ini kita akan melihat betapa tidak acuhnya sikap Haruki setelah mendengar tentang penyakit Sakura, reaksinya sangat datar. Padahal Haruki adalah satu-satunya orang yang diberitahu Sakura tentang penyakitnya.

Karena melihat respon Haruki yang begitu datar, akhirnya Sakura pun mulai tertarik untuk mengenal Haruki lebih jauh.

Dari pertemuan tersebut, mereka pun mulai semakin dekat. Sakura meminta Haruki memenuhi keinginan terakhirnya supaya menghabiskan waktu bersamanya sebelum ia mati. 

Awalnya Haruki tampak sedikit terpaksa memenuhi keinginan tersebut. Karena ia tidak terbiasa menghabiskan waktu bersama orang lain.

Namun saban berlalunya hari, Haruki mulai menikmati kebersamaanya dengan Sakura. Seakan tidak ada lagi kesedihan dalam hidup keduanya. Sifat Haruki yang cuek juga perlahan sudah mulai berubah. Hingga kemudian ia sadar jika hidup Sakura tidak akan lama lagi. Haruki pun mulai menaruh rasa peduli dan khawatir pada Sakura.

Hubungan mereka pun perlahan berubah menjadi hubungan yang istimewa. Percikan-percikan cinta tentu tidak bisa dihindari. Kalian bisa melihat beberapa adegan romantis yang sering terjadi dalam perjalanan kisah mereka.

Hingga pada suatu malam, Haruki mengungkapkan isi hatinya pada Sakura. Ia tidak mau melihat Sakura mati.

Tapi, yang namanya maut siapa yang bisa menghindar dan memperkirakan. Kalian pasti mengira jika Sakura akan mati karena penyakitnya bukan ? kalian salah.

Kalian akan dibawa pada akhir cerita yang begitu memilukan dan menyesakkan. Berbagai rahasia mulai terungkap setelah Sakura mati. Mulai dari sejak kapan Sakura  tertarik dengan Haruki, hingga kisah-kisah keseharian dalam hidupnya.

Dalam anime ini kita diajarkan tentang bagaimana arti sebuah kehilangan. Mau berapa kali pun kita menghadapinya, kita tidak akan pernah terbiasa.