"Selamat ulang tahun Nauval, dengan umur yang semakin bertambah semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik, selalu dalam lindungan Allah SWT dan semoga BAHAGIA di dunia serta akhirat kelak". Amin.
Begitulah isi pesan WhatsApp yang terus masuk pada setiap bulan kelahiran saya. Dalam sebait pesan yang ditulis selalu ada harapan dari orangtua, sahabat, teman  hingga gebetan  agar saya merasa bahagia.
Begitu pula sebaliknya. Saya juga selalu melayangkan ucapan selamat dalam setiap momen indah dari sahabat, orangtua hingga kerabat. Tentu saja supaya  mereka merasa bahagia. Lalu mereka kembali membalas dengan ungkapan terimakasih. Tidak berselang lama, rangkuman ucapan selamat dari saya juga beberapa teman yang lain sudah berjejer rapi panjang di laman story sosial media milik mereka.
Jika dipikir-pikir, kenapa mereka begitu bahagia. Padahal itu hanya sebatas kata-kata yang cukup sederhana . Beda ceritanya jika saya memberikan kado kepada mereka. Wajar jika mereka merasa bahagia, sebab ada benda fisik yang mereka dapatkan. Nah, ini kan cuma kata-kata, kok bisa bikin bahagia?
Bahagia itu relatif
Ada yang menganggap jika punya banyak uang akan bahagia. Mempunyai rumah mewah, berpenghasilan besar akan membawa mereka memperoleh kebahagiaan. Padahal itu tidak sepenuhnya benar.
Bahkan tidak sedikit kita lihat orang yang berusaha mati-matian mencari uang. Kerja pagi pulang pagi hingga jatuh sakit. Semua ini dilakukan karena menganggap uang adalah satu-satunya sumber kebahagiaan. Ini merupakan suatu kekeliruan yang perlu diluruskan.
Jika kita telisik lebih dalam pada Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), bahagia diartikan sebagai keadaan atau perasaan senang dan tenteram ( bebas dari segala hal yang menyusahkan ). Maka bahagia itu tidak sepenuhnya tentang uang dan kemewahan. Bahagia merupakan suatu perasaan yang bisa kita miliki meski sedang tidak punya uang dan tidak hidup mewah.
Namun kenapa kita masih belum bahagia ? jawabannya gampang. Ini semua berada pada sejauh mana kita telah mengenal diri kita sendiri. Kita harus lebih dulu memahami dan mempertanyakan, " apa yang sebenarnya membuat saya bahagia ? ". Apakah itu uang, teman, keluarga atau pacar ? jika sudah menemukan jawabannya, buatlah kebahagiaan versi kita sendiri.
Selama ini kita terlalu terpaku pada kebahagiaan orang lain. Kita selalu menganggap " rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumput milik sendiri ". Andai saya punya orangtua seperti mereka pasti saya akan bahagia. Jika saya punya pekerjaan seperti dia pasti saya selalu bahagia. Kita selalu menganggap kebahagiaan versi orang lain yang kita butuhkan. Akibatnya kita selalu larut dalam kesedihan dan penuh dengan kegagalan. Memang ada yang berhasil, namun akhirnya mereka juga sadar jika kebahagiaan ya gitu-gitu aja.