Mohon tunggu...
Muhammad Nasrul Arif
Muhammad Nasrul Arif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik di Universitas Sains Al-Quran

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Komitmenkah Indonesia Pasca Penandatanganan Paris Agreement tentang Perubahan Iklim?

15 Januari 2023   23:49 Diperbarui: 16 Januari 2023   00:02 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paris Agreement atau dalam bahasa Indonesia yaitu Perjanjian Paris merupakan sebuah kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Perjanjian Paris ini telah ditandatangani oleh 171 negara di dunia, salah satunya yaitu negara kita tercinta Indonesia yang merupakan salah satu dari negara yang disebut sebagai paru-paru dunia. Perwakilan Indonesia menandatangani Perjanjian Paris pada acara high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement (22 April 2016) di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat yang diwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (Dr. Siti Nurbaya) sekaligus mewakili Presiden Joko Widodo. 

Deforestasi merupakan peristiwa hilangnya area hutan untuk keperluan non-hutan seperti perkebunan, peternakan, pertambangan, dan area permukiman. Deforestasi terjadi karena beberapa penyebab yaitu terjadinya kebakaran hutan, pembukaan lahan untuk keperluan perkebunan, perambahan hutan oleh manusia untuk keperluan produksi, pembukaan lahan sebagai area pertambangan, dan juga pembukaan lahan sebagai area permukiman dari imbas program transmigrasi. 

Adanya deforestasi dapat mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti tanah longsor dan banjir karena berkurangnya pepohonan sebagai salah satu penjaga kontur tanah dan berkurangnya area resapan air sehingga tanah tidak dapat maksimal dalam menyerap air. Deforestasi juga dapat menyebabkan kepunahan dari suatu spesiel flora dan fauna karena kehilangan habitatnya. Serta dapat mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim yang diakibatkan karena tidak teraturnya siklus air dan banyaknya gas karbon yang naik ke atmosfer karena kurangnya pepohonan yang dapat menyerap karbon untuk fotosintesis dan menghasilkan oksigen. 

Deforestasi dapat dikurangi dengan menerapkan beberapa langkah berikut :

1. Penebangan pohon dengan sistem tebang pilih yang mengklasifikasikan pohon mana yang siap untuk ditebang dan pohon mana yang belum siap untuk ditebang sehingga banyaknya pohon yang ditebang setiap hari bisa berkurang secara signifikan. 

2. Reboisasi dan penghijauan dengan melakukan penanaman kembali lahan hutan yang telah gundul dengan pepohonan baru,dan juga menghijaukan lahan yang bukan merupakan lahan hijau atau hutan untuk mengurangi pelepasan gas emisi ke atmosfer sehingga tingkat pelepasan gas emisi dapat dikurangi dan juga melestarikan flora dan fauna karena habitat mereka tetap terjaga. 

3. Pengawasan hutan dengan melakukan pengawasan aset hutan yang ada agar terhindar dari gangguan, ancaman, dan tindak kejahatan seperti perambahan hutan dan penebangan liar. Pengawasan hutan juga perlu dikombinasikan dengan teknologi seperti satelit agar mempermudah pengawasan hutan yang pasti memiliki area yang sangat luas. Dengan pemanfaatan teknologi ini juga dapat memantau keanekaragaman flora dan fauna yang ada dalam hutan tanpa menggangu atau mengusik habitat mereka secara langsung. 

Upaya Pemerintah Indonesia sebagai wujud komitmen pasca penandatanganan Paris Agreement tentang perubahan iklim. 

1. Berdasarkan data KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Indonesia pada tahun 2016. Indonesia memiliki hutan seluas 65% dari total luas wilayah daratan atau sekitar 187 juta km. Dalam upayanya untuk menangani perubahan iklim global, pemerintah Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut pada Januari 2016 melalui Perintah Presiden No. 1 tahun 2016 unfuk mengkoordinasi dan memfasilitasi restorasi gambut yang ada di Indonesia. 

2. Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang moratorium perizinan pada hutan primer dan lahan gambut melalui Instruksi Presiden No. 8 tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut karena vitalnya area hutan primer dan lahan gambut untuk mengurangi deforestasi dan pelepasan gas emisi karbon ke atmosfer sebagai wujud untuk merespon perubahan iklim global. 

3. Pada acara Gerakan Nasional Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar dalam rangka Hari Hutan Internasional di Kepulauan Seribu, Presiden Joko Widodo mengemukakan bahwa untuk menyiapkan moratorium perizinan lahan perkebunan sawit dan lahan pertambangan karena dirasa lahan perkebunan sawit sudah mencukupi asal dimaksimalkan potensinya dengan pemilihan bibit yang benar dan pengelolaan yang maksimal. Beliau juga memperingatkan agar jangan sampai terjadi lagi konsesi lahan pertambangan menabrak area hutan konservasi. Maka dari itu disahkannya undang-undang No. 23 tahun 2014 yang memberikan kewenangan kepada Gubernur atas perizinan lahan perkebunan sawit dan lahan pertambangan seakan bisa menjadi pisau bermata dua yang dapat mengakibatkan banyaknya lahan sawit dan lahan pertambangan baru yang mungkin mengancam ekosistem hutan yang ada di daerahnya. Sehingga perlunya pengawasan ekstra terhadap Gubernur terkait di wilayahnya masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun