Empati: Memahami perasaan pasien dan menunjukkan bahwa dokter peduli terhadap kondisi mereka.
Penyampaian Informasi yang Sederhana: Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien, terutama ketika menjelaskan istilah medis yang kompleks.
Berbicara dengan Jelas dan Tenang: Nada suara dan kejelasan dalam berbicara dapat memengaruhi cara pasien menerima informasi.
Dr. Astrid berbagi pengalaman ketika ia harus menjelaskan hasil pemeriksaan radiologi yang menunjukkan kondisi serius kepada seorang pasien.
"Ketika itu, pasien sangat cemas. Saya harus memilih kata-kata yang tepat agar ia memahami kondisi sebenarnya tanpa merasa putus asa," kenangnya. Ia menekankan bahwa memberikan informasi buruk kepada pasien adalah salah satu tantangan terbesar dalam profesi medis.
Namun, ia merasa puas ketika pasien dan keluarganya dapat memahami situasi dengan baik dan tetap memiliki semangat untuk menjalani pengobatan. "Itu adalah momen di mana saya merasa bahwa komunikasi benar-benar adalah seni yang harus terus saya pelajari," ujarnya sambil tersenyum.
Sebagai calon dokter, wawancara ini memberi saya wawasan berharga tentang bagaimana keterampilan komunikasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari profesi medis. Seperti yang dikatakan oleh dr. Astrid, "Dokter yang hebat bukan hanya yang memiliki skill medis yang tinggi, tetapi juga yang mampu menyentuh hati pasien dengan kata-katanya."
Melalui pembelajaran dan pengalaman, saya yakin bahwa menjadi dokter yang baik berarti terus mengembangkan diri, baik dalam ilmu kedokteran maupun seni komunikasi. Pesan dr. Astrid hari itu akan selalu menjadi pengingat bagi saya dan, semoga, bagi semua rekan sejawat saya di FK UNAIR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H