Mohon tunggu...
Muhammad Mulky Al Haramein
Muhammad Mulky Al Haramein Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi Bersarung

Usaha Tidak Pernah Mengkhianati Hasil

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

KH. Abu Bakar: Ulama Kharismatik Tambun-Bekasi (1907-1957)

7 Januari 2025   21:24 Diperbarui: 7 Januari 2025   21:24 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto KH. Abu Bakar bin Sulaiman (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ue3qGZu6eEA)

Bekasi dikenal sebagai daerah industri dan menjadi tujuan utama investasi nasional. Banyak orang dari luar daerah datang ke Bekasi untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Namun, di sisi lain, Bekasi juga memiliki sejarah kuat dalam bidang keagamaan, terutama berkat peran ulama dalam pendidikan agama diantara salah satunya KH. Noer Ali. Beliau sangat terkenal dikalangan masyarakat Karawang-Bekasi karena kontribusinya dalam mempertahankan kemerdekaan RI pada tahun 1940-1949. Tetapi selain beliau, di Bekasi sendiri mempunyai tokoh ulama lokal yang jarang terdengar oleh warga lokal Bekasi. Sangat disayangkan bagi warga pribumi sendiri tidak banyak yang mengenal sosok ulama kharismatik di Bekasi, yaitu KH. Abu Bakar. Mungkin, karena tidak ada peninggalan atau jejaknya yang terlihat atau bahkan termakan oleh zaman, meskipun ia memiliki pengaruh besar didaerahnya. Hanya sedikit yang mengetahui namanya, dan itu pun mereka mengetahuinya biasanya hanya karena nama jalan "Jl. KH. Abu Bakar" di Desa Setiadarma, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. 

Salah satu aktor terpenting sepanjang pembicaraan tentang Indonesia, sejak kedatangan Islam abad 7/8 hingga abad 21 adalah kelompok elite sosial relgius yang disebut ulama. Karena peranannya yang melimpah ruah dalam sejarah, pembicaraan dan kajian tentang peranan ulama di Nusantara menjadi sumber mata air yang tak pernah kering. Ulama lokal memang harus ditampilkan di panggung sejarah lokal maupun nasional. Karena, kiprah KH. Abu Bakar sangat berdedikasi dalam merintis pendidikan agama melalui Nahdlatul Ulama di Kabupaten Bekasi.

Menurut Bahar Maksum, dkk (2017:137), KH. Abu Bakar berasal dari Kampung Buaran, Desa Lambang Sari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ia adalah putra dari pasangan Sulaiman bin Jeran dan Kawiyah yang berasal dari Cibarusah. Awalnya, Sulaiman dan Kawiyah tinggal di Buaran, kemudian pindah ke Tambun dan menetap di belakang Pasar Tambun. Di tempat inilah Abu Bakar dilahirkan sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara. Saudara-saudaranya adalah Achir, Adja, Abu Bakar, Siti Khodijah, Siti Romlah, Hindun, Rachmat, dan Abdul Bakir, yang semuanya telah meninggal dunia. Adja meninggal ketika ditangkap oleh tentara Belanda. Sebelumnya, Abu Bakar sudah menyarankan agar seluruh keluarganya meninggalkan Tambun karena serangan tentara Belanda diperkirakan akan segera terjadi. Namun, peringatan tersebut kurang digburis, yang akhirnya menyebabkan Adja tertangkap dan meninggal. 

KH. Abu Bakar lahir di Tambun-Bekasi pada tahun 1907. Ketika Abu Bakar kecil yang berumur tujuh tahun yang bertepatan pada tahun 1914, ia ingin sekali sekali memasuki pendidikan pesantren, tetapi terdapat kendala yakni salah satu persayaratan masuk ke pesantren, anak harus sudah khitan. Sedangkan, pada saat itu Abu Bakar kecil belum dikhitan meskipun beberapa kali menangis untuk segera meminta khitan kepada orangtuanya. Disisi lain, Sulaiman bapak dari Abu Bakar kecil sedang mengalami kondisi ekonomi yang belum stabil. Kemudian, saking kuatnya keinginan Abu Bakar kecil untuk segera masuk ke pesantren, akhirnya ia mencari akal, bagaimana dirinya bisa dikhitan agar dapat masuk ke pesantren. Ketika terdapat salah seorang tetangga rumahnya akan mengkhitan anaknya, tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya, dengan semangat Abu Bakar kecil yang tinggi mendatangi rumah sang tetangga. Alhasil, Abu Bakar kecil mendapatkan izin untuk ikut dikhitan dari tetangganya itu.

Pada umumnya memang anak kecil yang berumur sekitar tujuh tahunan, kehidupannya dihabiskan bersenang-senang untuk bermain-main tanpa merasa ada beban yang penuh kebabasan. Dilihat dari sosok Abu Bakar kecil ini berbeda dari yang lain, ia diumur tujuh tahun ingin sekali mengenyam hidupnya di pondok pesantren. Setelah menjalani proses khitan, Abu Bakar kecil pulang ke rumah. Seketika kedatanganya ke rumah, orangtuanya pun terkejut bercampur haru melihat anaknya sudah dikhitan. Setelah sembuh, Abu Bakar kecil diantar orangtuanya masuk pondok pesantren di Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, pimpinan KH. Marzuki adalah seorang ulama Betawi pada saat itu. 

Orang sering menyebutnya sebagai Guru Marzuqi Cipinang Muara, meskipun dalam kitab-kitab yang ditulisnya menggunakan bahasa Arab-Melayu, ia menulis namanya tanpa kata "Cipinang," hanya sebagai Guru Marzuqi Muara. Nama lengkapnya adalah As-Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Khatib Sa'ad bin Abdurrahman bin Sultan, yang dianugerahi gelar "Laksmana Malayang" oleh salah seorang sultan dari Pattani, Thailand Selatan. Ibunya bernama Hajjah Fathimah binti Al-Haj Syihabuddin Maghrobi Al-Madura, keturunan dari Ishaq yang makamnya berada di Gresik, Jawa Timur. Almarhum Haji Syihabuddin adalah khatib di Masjid Al-Jami'ul Anwar Rawabangke (Rawa Bunga), Jatinegara, Jakarta Timur. Guru Marzuqi lahir pada malam Ahad saat waktu Isya, tanggal 16 Ramadhan 1293 H, di Rawabangke (Rawa Bunga), Jatinegara, Batavia (Jakarta Timur). 

Bahwasannya, Abu Bakar kecil selain belajar di pondok pesantren, ia juga diamanahkan untuk mencari rumput oleh Guru Marzuki, guna memberikan makan kuda miliknya. Abu Bakar kecil mondok di Cipinang Muara, sampai tahun 1921. Jika, ia mondok di umur tujuh tahun pada 1914, maka di tahun 1921, ia sedang berumur empat belas tahun. Berarti perkiraan Abu Bakar kecil ini belajar di pondok Cipinang Muara yang di asuh oleh KH. Marzuki selama tujuh tahun lamanya. 

Bahar Maksum, dkk (2017:138) berpendapat bahwa, Abu Bakar yang di umur empat belas tahun itu melanjutkan pendidikannya di Makkah, karena setalah menimba ilmu di pesantren KH. Marzuqi telah memperoleh dasar-dasar agama sebagai pondasi dirinya. KH. Marzuki, sudah melihat potensi besar yang berada didalam diri Abu Bakar, akhirnya menyarankan agar ia dapat melanjutkan perjalanan intelektual dan spiritualnya di Makkah Al-Mukarramah. Selain memperdalam ilmu agama di sana, ia diharapkan bisa mencari keberkahan di Tanah Suci. Namun, Abu Bakar kebingungan setelah mendengarkan saran dari gurunya. Ia menyadari bahwa keluarganya berasal dari latar belakang yang sederhana, bahkan tergolong tidak mampu secara ekonomi. Akomodasi perjalanan ke Tanah Suci sangatlah besar, apalagi pada masa itu. Abu Bakar merasa resah dan ragu yang menyelimuti dirinya, tetapi ia bukanlah seorang pecundang yang begitu saja menyerah, kecintaan pada ilmu dan harapan keberkahan itu mendorongnya tetap mencari jalan keluar, meski ia belum tahu bagaimana caranya. 

Abu Bakar berusaha mencari agar bisa mengikuti saran gurunya. Atas izin Allah, ia akhirnya bisa menemukan jalan keluarnya dengan berpura-pura menjadi kuli angkut barang bawaan para jamaah haji yang hendak berangkat ke Makkah melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok, Jakarta Utara, menggunakan kapal laut. 

Para jamaah haji sudah selesai diangkat ke atas kapal, Abu Bakar tidak turun. Abu Bakar menyelinap bersama rombongan jamaah haji Indonesia hingga akhirnya berhasil tiba di Pelabuhan Jeddah, Saudi Arabia. Ia kemudian ikut turun bersama para jamaah haji menuju Makkah. Di Makkah, Abu Bakar tinggal di rumah seorang syaikh yang terbuka untuk para mukimin dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada masa itu, rumah-rumah syaikh masih bebas dihuni oleh mereka yang tinggal di Makah, asalkan mereka dapat membantu para jamaah haji yang datang. Begitu pula dengan Abu Bakar yang tinggal di sana sambil berkontribusi dalam membantu para jamaah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun