Zaki terdiam, merasa malu. Tiba-tiba, hadis yang pernah ia dengar beberapa waktu lalu teringat di benaknya:
 "Agama Islam dibangun di atas kebersihan." Ia jadi berpikir, apakah selama ini ia terlalu mengabaikan kebersihan tubuhnya? Bukankah ini bagian dari menghormati diri sendiri dan juga Allah?
Setelah shalat, Zaki pulang dengan perasaan bercampur aduk. Ia menyadari bahwa selama ini ia selalu menganggap kebersihan fisik itu remeh. Baginya, yang terpenting adalah niat di hati. Tapi setelah peringatan dari Deni, ia merasa perlu ada perubahan.
Keesokan harinya, Zaki memutuskan untuk melakukan sesuatu yang selama ini ia hindari: mandi dengan serius. Ia bukan hanya sekadar membasahi tubuh dengan air, tapi benar-benar membersihkan setiap bagian tubuhnya dengan sabun dan sampo. Setelah selesai, ia merasa segar dan lebih percaya diri. Bahkan, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, Zaki merasakan kenyamanan dalam tubuhnya yang bersih.
Namun, perubahan Zaki tidak berhenti di situ. Ia mulai menjaga kebersihan bukan hanya pada dirinya, tapi juga pada lingkungan sekitar. Meja kerjanya di kantor yang dulu penuh dengan tumpukan kertas kini menjadi rapi dan teratur. Ia juga mulai merawat sepatu yang dulu sering ia biarkan kotor, serta pakaian yang sering ia kenakan tanpa perhatian.Â
"Ternyata, kebersihan itu bikin hati juga terasa lebih tenang," pikir Zaki.
Hari demi hari, Zaki semakin merasa hidupnya berubah. Teman-temannya mulai melihat sisi baru dalam dirinya, yang tidak hanya peduli dengan ibadah, tetapi juga dengan kebersihan. Ia merasa lebih dekat dengan Allah, karena ia bisa beribadah dengan lebih khusyuk tanpa merasa terganggu oleh bau tubuh yang tidak sedap.
Suatu hari, Deni berkata dengan senyum lebar,
 "Zaki, aku lihat kamu sekarang makin bersih, nih. Bahkan harumnya sampai ke sini.
 Gimana rasanya jadi ahli kebersihan?"
Zaki tertawa, "Ternyata kebersihan itu bukan hanya soal tubuh, Deni.Â