Maraknya musim pemilihan presiden 2024 saat ini membuat bacapres dan bacawapres berlomba-lomba untuk melakukan kegiatan kampanye guna untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilu 2024 yang didominasi oleh Generasi Millenial dan Generasi Z (GEN Z) yakni mencapai angka persentase 56,45% dari total keseluruhan pemilih.Generasi millenial dan Generasi Z merupakan generasi yang mayoritas aktif dalam menggunakan jejaring sosial atau media sosial dalam kehidupannya sehari-hari.
Kampanye politik di Indonesia semakin berkembang dan semakin banyak menggunakan media sosial sebagai platform komunikasi dengan masyarakat karena mengingat pemilu 2024 di dominasi oleh generasi millenial dan gen z maka dari itu bacapres dan bacawapres harus mengembangkan idenya dalam melakukan kampanye, kampanye melalui media sosial menjadi pilihan terbaik sebagai senjata yang ampuh untuk menggaet pemilih khususnya pemilih muda. dalam artikel ini, akan dibahas peran media sosial terhadap perubahan dalam berkampanye bacapres dan bacawapres 2024.
Sejumlah tokoh dan politisi mulai aktif dan semakin intens menggunakan media sosial sebagai platform komunikasi dengan masyarakat bahkan, media sosial dinilai menjadi 'senjata' yang ampuh untuk menggaet pemilih muda pada pemilu 2024 mendatang. dalam hal ini, media sosial menjadi sarana yang efektif untuk membangun citra dan meningkatkan elektabilitas bacapres dan bacawapres.Â
dalam kampanye melalui media sosial, bacapres dan bacawapres dapat menunjukkan prestasi dan kinerjanya kepada masyarakat dengan memanfaatkan media sosial. Selain itu, media sosial juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap kemenangan suatu calon dalam pemilu. banyaknya calon yang kampanye di media sosial tentunya harus disertai dengan memberikan edukasi tentang politik bagi publik, baik itu dari sisi positif maupun negatif.
Namun, hal tersebut juga harus diselaraskan dengan meningkatnya penyebaran hoaks yang terus mengalami peningkatan menjelang pemilu 2024 seperti yang disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Oleh karena itu langkah dan pencegahan hoaks ini harus terus dipertegas untuk mencegah terjadinya konflik atau perpecahan pada musim pemilu 2024.
Biasanya kampanye yang dilakukan oleh bacapres dan bacawapres di media sosial adalah para calon memiliki akun media sosial resmi diberbagai platform seperti Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok. Mereka dapat memanfaatkan akun media sosialnya untuk mencerminkan citra dan pesan kampanye yang akan disampaikan kepada masyarakat.
Mereka juga menggunakan media sosial untuk berbagi konten visual seperti gambar dan video yang mendukung pesan kampanye mereka, biasanya dalam bentuk ilustrasi grafis, poster, animasi dan lainnya. tak jarang Calon-calon juga sering berinteraksi secara langsung dengan masyarakat melalui platform media sosial seperti menjawab pertanyaan dari komen,, mendengarkan saran masyarakat dan mengadakan sesi tanya jawab secara langsung atau diskusi online.
dalam berkampanye melalui media sosial tentunya akan menemukan tantangan baru bagi setiap kalangan khususnya masyarakat, dalam hal ini masyarakat dihimbau untuk lebih selekti dalam memilah informasi yang diperoleh agar tidak menjadi korban berita hoaks, selain itu dalam berkampanye di media sosial bagi bacapres memungkinkan lawan politik, pendukung pesaing, atau kelompok lain dengan mudah untuk menyerang dan mengkritik calon bacapres secara terang-terangan dan hal ini dapat memicu polemik dan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap citra calon yang akan dipilihnya.
Peran media sosial dalam perubahan cara berkampanye bacapres dan bacawapres sangat signifikan, Media sosial telah membawa transformasi besar khususnya dalam dunia politik dengan memberikan cara baru dalam berkampanye dengan mudah dan memberikan impact yang besar bagi calon presiden karena memungkinkan mencapai audiens yang lebih luas, berinteraksi langsung dengan pemilih, membangun citra dan branding yang kuat serta secara efektif dapat menggaet dukungan dari masyarakat.
Penggunaan media sosial juga memungkinkan mereka untuk mengikuti perubahan berita dan tren terbaru untuk menarik simpatik pendukungnya terutama Generasi Millenial dan Gen Z. namun, dalam berkampanye di media sosial terdapat banyak dampak negatif seperti penyebaran informasi palsu, eksposur terhadap serangan dan kritik, serta risiko dalam pembentukan informasi. Oleh karena itu, bacapres dan bacawapres perlu menjalankan kampanye mereka dengan bijak dan bertanggung jawab di media sosial.
Serta mengelola risiko-risiko yang mungkin muncul untuk menghindari perpecahan akibat adanya perbedaan pendapat dikalangan masyarakat.
Secara keseluruhan perubahan cara berkampanye melalui media sosial mencerminkan perkembangan teknologi dan pergeseran budaya dalam masyarakat modern. dengan pemahaman yang baik tentang kelebihan dan risiko dimedia sosial, bacapres dan bacawapres dapat terus memanfaatkan platform ini untuk membangun demokrasi yang kuat dan berpartisipasi dalam proses politik yang transparan dan inklusif.
Media sosial telah membuka babak baru dalam perpolitikan Indonesia dan peran media akan terus berkembang dari waktu ke waktu dalam membentuk masa depan negara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H