Mohon tunggu...
Muhammad Thoha Maruf
Muhammad Thoha Maruf Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Penulis yang gemar beranjangsana. Kadang juga aktif di sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Omnibus -- Gedabrus

10 Oktober 2020   11:52 Diperbarui: 10 Oktober 2020   11:55 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


 yang Sehari yang lalu sebelum tulisan ini ditulis, saya melihat postingan seseorang di laman Facebook. Postingannya berisikan sebuah candaan terhadap isu yang sedang menjadi tren seminggu terakhir -- Omnibus Law.

Semenjak disahkan pada 5 Oktober 2020. Omnibus Law meroket hingga tak terkendali. Pengesahan itu tak pelak menjadi perhatian seluruh umat. Tak hanya dari mahasiswa buruh ataupun pemuda, siswa SMK juga turut andil dalam perhatiannya terkait masalah ini.

Kembali pada postingan yang saya temukan di Facebook, tentang candaan dari seseorang. Dalam postingan tersebut dikatakan : omnibus adalah bus yang sangat besar, namun yang mengangkut para investor dan pemerintahan saja. Akhirnya omnibus menjadi nggedabrus.

Saya tertawa terbahak-bahak melihat postingan semacam itu, yang sontak membuka mulutnya lebar-lebar. Sebuah candaan di kala itu ini menjadi isu yang menjadi tren nasional.

Saya mencoba mengupas mengenai pernyataan tersebut. Isu ini memang telah ramai diperbincangkan di seantero Indonesia. Saya yakin, mereka yang benar-benar mengetahui seluk-beluk masalah UU Cipta karya Omnibus Law, hanya segelintir saja.

Mereka yang benar-benar sudah mengkaji lebih dalam saya pikir akan lebih tahu. Tapi hal itu bukanlah hal yang absolut. Terkadang yang mengkaji lebih dalam juga masih ada yang tidak mengerti. Apalagi yang tidak mengkaji sama sekali.

Banyak saya temukan, terutama di sosial media. Anak muda atau bahkan orang tua, hanya ikut-ikutan saja. Sematan copy paste, sangat layak untuk digantungkan. Mengingat kejadian seperti itu.

Semua berbondong-bondong membuat status WA, status di Instagram, ataupun postingan di Facebook. Dan yang lebih parah, menggembar-gemborkan di grup WA. Tanpa mengetahui substansi dari undang-undang itu.

Dan yang terjadi adalah linimasa kehidupan hanya terisi dengan Omnibus law, yang dapat menghilangkan kekhwatiran kita terhadap pandemi COVID-19.

Secara pribadi, undang-undang ini memang bermasalah. Tapi tidak seharusnya disikapi dengan cara yang berlebihan. Penggalakan massa harus diimbangi dengan penggalakan pengetahuan.

Pada tanggal 8 Oktober, aksi demonstrasi terjadi di sejumlah daerah. Kota kecil, kota besar, sampai daerah metropolitan menggalakkan aksi demonstrasi. Tuntutan mereka relatif sama : untuk membatalkan UU Cipta Kerja omnibus law yang dinilai hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

Demonstrasi itu juga berlangsung secara berbeda-beda. Ada yang sampai terjadi kericuhan, ada juga yang berlangsung secara damai dan kondusif.

Terlepas dari itu, aksi tanggal 8 mengingatkan kita pada aksi pada September tahun lalu. Yang menjadi kesamaan adalah semua elemen masyarakat terlibat.

Kedua aksi ini juga mengingatkan pada aksi demonstrasi besar-besaran saat menurunkan rezim orde baru, tahun 98. Kala itu mahasiswa bersitegang dengan aparat militer.

Sampai terjadi penembakan yang dilakukan oleh militer terhadap warga sipil. Contoh kejadian seperti itu tidak ingin diulangi lagi saat ini. Sebab itu, perlu adanya komunikasi yang baik antara pihak pengaman dan juga para demonstran. Agar kejadian tahun 98 yang sampai menewaskan korban jiwa tidak terulang kembali.

Saat ini gelombang penyuaraan berbeda dengan tahun 98. 12 tahun yang lalu semuanya berdemonstrasi di jalan. Saat ini ada dua medium yang digunakan : turun di jalan serta lewat media sosial.

Ancamannya yang rawan didapatkan juga. Pertama dari tindakan represif aparat. Kedua melalui undang-undang ITE. Sudah menjadi rahasia umum, undang-undang ITE pasal karetnya seringkali menjadi momok menakutkan. Sebab tak jarang aktivis terjerat pasal ini, mengusik kepentingan orang yang berkepentingan.

Semoga saja hati para anggota dewan yang duduk di kursi parlemen segera terketuk. Kepentingan orang banyak saat diakomodir di Senayan. jangan sampai amanah yang diberikan rakyat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Rakyat sudah jengah dengan pemimpin yang tidak mempunyai rasa malu.

Demonstrasi ini semoga membuahkan hasil. Rakyat Indonesia tidak merasakan dampak kesengsaraan.

Hidup mahasiswa !!
Hidup rakyat Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun