Mohon tunggu...
Muhammad Thoha Maruf
Muhammad Thoha Maruf Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Penulis yang gemar beranjangsana. Kadang juga aktif di sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Paruh Baya Hanya Label Semata

1 April 2020   11:32 Diperbarui: 1 April 2020   11:51 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Pixabay

Muda cuma sekali. Tua itu pasti.

Dua kalimat tersebut mungkin sudah terlalu sering berseliweran di telinga. Saking seringnya sampai bosan mendengarnya. Meskipun tergolong membosankan, ada saja hal menarik untuk dibahas mengenai hal-hal yang menyangkut dua kalimat di atas.

Semenjak teknologi begitu pesat perkembangannya, selalu ada pihak yang merasa terpinggirkan. Tidak lain dan tidak bukan adalah mereka orang-orang yang gagap teknologi. Mayoritas dari mereka adalah orang yang berusia 40 tahun ke atas. Perlu kita sadari masa muda mereka tidak seberuntung kita. Paling mentok teknologi yang ditemui di zaman mereka adalah mesin tik, radio, dan televisi hitam putih. Berbanding jauh dengan anak muda saat ini kemana-mana selalu menggenggam gadget dan menenteng laptop.

Dari situlah mulai tertatam di benak saya bahwa, orang gaptek seharusnya juga dapat menikmati nikmat dari teknologi. Terlebih bagi mereka yang mempunyai peranan penting di dalam kehidupan bermasyarakat. Baik itu tenaga pengajar, ketua RT, ketua jama'ah yasin, atau tingkatan paling rendah kepala keluarga.

Coba kita telaah lebih dalam. Di tingkatan sekolah, ujian nasional yang dulunya menggunakan kertas sekarang sudah bertransformasi menggunakan komputer. Meskipun, pada akhirnya mulai tahun ini sudah dihapus keberadaannya. Atau yang lebih sering kita temukan keberadaan ojek online yang sekarang bisa menghanyutkan kawanan ojek konvensional. Serta metode pembayaran sekarang sudah melalui mobile yaitu dompet digital di gadget.

Akhir-akhir ini saya dirundung sebuah kelegaan yang tak terkira. Bagaimana tidak ?. Orang-orang yang lahir pada medio tahun 70 an sudah mulai belajar beradaptasi di zaman yang serba digital seperti saat ini. Kebanyakan dari mereka pendidikannya hanya sampai sekolah menengah. Serta akses informasi yang mereka dapatkan dahulu masih minim sekali. Tetapi sekarang, semangat mereka untuk belajar sudah menandingi pejuang kemerdekaan.

Gara-gara hal tersebut. Kita harus mulai terbiasa apabila sarapan pagi yang biasanya sudah matang, tiba-tiba molor setengah jam. Atau televisi yang menyala tiada henti mulai berkurang jam operasionalnya. Pesan sms yang sempat beken. Mama minta pulsa yang sudah berganti menjadi mama minta kuota.

Kaum tua memang tidak mau kalah dengan kaum muda. Mereka mulai melenturkan jari-jemarinya. Sebagai kaum muda kita harus mengurangi ego. Harus lebih bersabar untuk merebut kembali tahta kekuasaan. Grup whatsapp yang dahulu kita kuasai sudah berhasil dikudeta kaum tua.

Kawula muda harus mulai memikirkan kualitas bukan lagi soal kuantitas. Jangan biarkan hoaks, fake news, dan hate speech melenggang begitu saja di ruang opini publik ( terutama grup whatsapp ).

Nampaknya, setelah wabah covid-19 sudah menghilang. Pemerintah harus segera membuat seminar yang diikuti oleh kaum paruh baya dengan tema workshop anti hoaks, agar peredaran berita yang tidak jelas semakin berkurang jumlahnya. Menjadi hal yang amat sia-sia apabila seminar anti hoaks diikuti kalangan mahasiswa. Karena, yang rawan mengonsumsi berita tersebut bukanlah mahasiswa tetapi orang tuanya mahasiswa.

Dulu, setiap orang bertanya satu sama lain, "minta nomor teleponnya". Kalau kalimat tersebut masih saja terlontar dari mulut Anda saat ini, siap-siap Anda akan dikatakan sebagai orang yang tidak kekinian. Saat ini yang lagi trend adalah "saya minta nomor WA nya". Saking seringnya mendengar ucapan tersebut, terkadang saya geli mendengarnya. Mungkin hal itu hanya subjektifitas saya belaka.

Di lain sisi, saya sangat mengapresiasi orang-orang tua yang mampu memanfaatkan hal ini untuk tujuan yang positif. Sebut saja online shop pakaian. Bisnis yang digandrungi kawula muda tersebut juga sudah mulai digunakan kaum tua sebagai mata pencaharian. Selain itu status galau di linimasa status whatsapp saya juga sudah mulai tertutupi dengan status rohani yang dikirim kaum tua. Dan yang paling saya senangi adalah kiriman mengenai promosi usaha catering. Bagaimanapun masakan mereka mempunyai keunikan tersendiri.

Bukan tidak mungkin kalau platform sosial media yang lain juga akan berganti kekuasaan. Saya pribadi tidak masalah apabila hal itu terjadi. Bagi saya yang terpenting itu adalah isinya bukan siapa yang menguasai.

Bagi anak muda yang masih terhalusinasi romantisme masa lalu. Siap-siap Anda akan dikalahkan orang-orang tua yang sudah siap bergemuruh menatap masa depan dengan genggaman gadget di tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun