Mohon tunggu...
Muhammad Mahrus
Muhammad Mahrus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fastabiqul khoirot

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Hukum Islam di Indonesia dalam Pembentukan Kompilasi Hukum Islam

22 Oktober 2022   16:16 Diperbarui: 22 Oktober 2022   16:28 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik Hukum sebagai legal policy yang dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia, yaitu meliputi pembangunan hukum berupa pembentukan dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan, serta pelaksanaan ketentuan hukum yang sudah ada.

Kemudian Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai Hukum Islam yang telah mendapatkan justifikasi yuridis dengan impres No. 1 tahun 1991,yang merupakan salah satu bentuk politik Hukum Islam di Indonesia.

Dimasa sebelum adanya KHI terdapat disparitas keputusan peradilan karena tidak adanya kitab Hukum yang positif dan unikatif, yang berakibat terjadinya penyelenggaraan fungsi peradilan yang sewenang-wenang dalam pergulatan dan pertarungan kitab-kitab fiqh. Kemudian dibentuknya Kompilasi Hukum Islam yaitu melalui proses legislasi.

Proses legislasi dalam pengukuhan formil KHI ini hanya melalui impress, yaitu impres no. 1 Tahun 1991, pada tanggal 10 Juni 1991. 

Setelah pernyataan berlakunya dikukuhkan dalam bentuk keputusan Menteri Agama no. 154 tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991, maka tanggal 22 Juli, Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah resmi berlaku sebagai Hukum yang digunakan dan diterapkan oleh instansi pemerintah dan masyarakat yang membutuhkan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang perkawinan, perwarisan, serta perwakafan.

Akan tetapi dalam proses legislasi KHI ini bukanlah proses legislasi yang sempurna karena KHI bukanlah undang-undang yang diproses dengan jalur legislasi badan legislatif yaitu pasal 5 UUD, maka KHI mempunyai posisi delimatis.

Akan tetapi, Abdullah Ahmed An Na'im, Fazrurrahman dan ahli hukum lainnya berpendapat: Untuk merekonstruksi hukum Islam sebagai hasil pemikiran para ahli hukum awal mengadakan reinterpretasi agar sesuai dengan konsekuensi dari terbentuknya nation state dimana otoritas publik harus digunakan menurut hukum. 

Oleh karena itu, institusi negara masyarakat, kekuasaan eksekutif dan legislatif, memiliki sumbernya dalam konstitusi yang harus dipatuhi.

Ditetapkannya KHI ini merupakan hasil dari politik akomodatif yang dilakukan oleh pemerintah orde baru terhadap kepentingan umat islam yang disebabkan umat islam telah melakukan langkah kompromis dengan gerakan pembaharuan Islam yang bercorak Islam substantif yang mengartikan cita-cita politik Islam dengan sedemikian rupa, sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat pada umumnya.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan hasil proyek pembangunan hukum Islam melalui yurisprudensi yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung Republik indonesia dan Depag RI. Kekuasaan hukum diperoleh dengan impres No.1 tahun 1991 sehingga Komilasi Hukum Islam dapat diberlakukan di Peradilan Agama. 

Di masa sebelum ada KHI terdapat disparitas keputusan peradilan, karena tidak adanya kitab hukum yang positif dan unikatif. Akibatya terjadi penyelenggaraan fungsi peradilan yang sewenang-wenang dalam pergulatan dan pertarungan kitab-kitab fiqh.

Isi dari KHI terdiri dari tiga buku tentang Hukum Perkawinan, tentang Hukum Kewarisan dan buku tentang Perwakafan. Sesuai dengan tema utama Kompilasi Hukum Islam yaitu mempositifkan Hukum Islam di Indonesia, terdapat beberapa sasaran pokok yang hendak dicapai dan di tuju, Salah satunya untuk melengkapi pilar Peradilan Agama.

KHI sendiri diharapkan menjadi jembatan penyebrangan ke arah memperkecil pertentangan dan pembantahan khilafiyah terutama dalam bidang hukum perkawinan, hibah, wasiat, wakaf dan warisan.

Politik hukum ini kurang sempurna karena tidak melalui legislasi badan legislatif, bahkan diakui Kompilasi Hukum Islam merupakan jalan pintas dalam penetapan dan mempositifkan hukum Islam, sebab penyusunan rancangan undang-undang tentang hukum perdata Islam untuk diajukan kepada badan legislatif tidak mungkin dilakukan saat itu, inpres juga tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana undang-undang yang mengikat seluruh warga negara, namun KHI tetap digunakan sebagai rujukan hakim dilingkungan Peradilan Agama dalam menangani dan memutuskan perkara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun