”Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah menjamak shalat Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena keadaan takut dan bukan pula karena hujan.”
Jama’a Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallama bayna zuhri wal ashri, wal maghribi wal ‘isyaa`I fiy ghoyri khoufin wa laa mathorin
Sumber: https://rumaysho.com/697-keringanan-menjama-shalat-ketika-mukim.html
Sebagian orang mengira, kalau begitu boleh jama’ tanpa karena takut dan tanpa karena hujan. Padahal maksud dari Ibnu ‘Abbas yaitu dahulu jama’ biasa dilakukan karena takut dan hujan. Pernyataan Ibnu ‘Abbaas disitu hanya ingin menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan jama’ bukan karena takut dan hujan.
Menjamak karena hujan tidak bisa sembarangan, ada 6 syarat:
1. Ada hujan deras. Jika tidak bisa memastikan apakah deras atau rintik, kira-kirakan apakah akan basah kuyup jika menerobos hujan ketika sampai di rumah.
2. Jama’ hanya bisa dilakukan ketika orang itu di dalam masjid. Orang yang di rumah tidak mendapatkan rukhsah karena tidak mendapatkan kesusahan.
3. Setelah salam shalat pertama masih hujan. Misal, jika ketika saat salam sholat dzuhur, hujan mereda, maka tidak diperbolehkan jama’.
4. Hanya boleh taqdim. Dzhuhur dan ‘ashar dilakukan di waktu ‘ashar dan maghrib dan ‘isyaa dan maghrib dilakukan saat maghrib.
5. Harus jama’ bersama imam. Tujuan jama’ yaitu menjamin setiap orang/jamaah mendapatkan shalat berjamaah meskipun hujan.
6. Hujan terjadi saat malam. Syarat yang keenam ini masih ada khilaf di antara para ulama. Alasan syarat keenam ini muncul karena hujan saat malam itu sangat menyulitkan, adapun siang, kesulitan masih bisa ditolerir. Menurut pendapat yang lebih kuat, syarat keenam ini tidak perlu ada. Pertama karena di hadits Ibnu ‘Abbaas tidak menyebutkan apakah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa hanya jama’ saat malam hari. Kedua karena jama’ bisa saat siang dan bisa saat malam, dibuktikan dengan diperbolehkannya men-jama` dzhuhur dan ‘ashar.