Mohon tunggu...
Muhammad Kosim
Muhammad Kosim Mohon Tunggu... -

YoungEntrepreneur. founder buana samudra (your sipping and logistic solution) http://buanasamudra.indonetwork.co.id\r\nDenpasar · http://mchkosim.blogspot.com/\r\npembicara Seminar First Telemarketing Winner\r\n\r\n\r\n \r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akan indah pada waktunya dan lebih indah dari yang kita bayangkan

14 April 2012   18:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:36 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia perempuan yang hebat. Kesabaran, ketulusan, kehangatan dan kasih sayangnya luar biasa. Hal itu telah ditunjukkannya saat Ayah masih belum punya apa-apa, belum diperhitungkan orang, bahkan dilirik sebelah mata pun tidak. Kami menikah dalam keadaan miskin. Bahkan cincin kawin untuk ibumu baru Ayah belikan lima tahun setelah pernikahan.

Tahun-tahun pertama pernikahan, kami sering makan hanya nasi dan garam saja. Namun tak pernah sekalipun Ayah mendengar ibumu mengeluh atau menunjukkan air muka masam. Sebaliknya, Beliau selalu berusaha membesarkan hati Ayah. Bahwa Ayah punya potensi. Bahwa Ayah suatu hari nanti akan jadi orang hebat di bidang sastra maupun jurnalistik.

Dua puluh delapan tahun perkawinan dengan ibumu sungguh merupakan perjalanan hidup yang amat berarti bagi Ayah. Itulah yang membuat Ayah tak pernah mau berpaling kepada perempuan lain. Rasanya sungguh tak adil, setelah menjadi orang yang terkenal dan punya uang, Ayah lalu mencari perempuan lain untuk membagi cinta ataupun sekadar bersenang-senang.��

��Ayah beruntung mendapatkan perempuan sebaik ibu. Tapi aku? Satu-satunya perempuan yang aku cintai kini telah pergi.�� ��Jangan menyerah dulu, Nak. Cuti doktermu �kan masih tiga hari lagi. Bagaimana kalau besok Ayah ajak kau jalan-jalan keliling Jakarta? Kita santai dan

cari makan yang enak. Siapa tahu kamu bisa melupakan Putri-mu dan mendapatkan pengganti yang lebih baik.�� Irfan tidak langsung menjawab. ��Ayolah, Nak. Ayah yang akan jadi sopirmu. Kau tinggal duduk di jok depan. Oke?�� Lama baru Irfan mengangguk. ��Baiklah, Ibu ikut?��

��Tidak. Ini urusan laki-laki, Nak,�� sahutku seraya tertawa.

Hari pertama aku mengajak Irfan berkeliling Mal Pondok Indah. Mal yang terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu selalu ramai dikunjungi orang-orang berduit. Hanya dalam hitungan jam kita bisa menyaksikan puluhan bahkan ratusan perempuan muda, cantik dan seksi, keluar masuk mal. Umumnya mereka mengenakan pakaian yang menonjolkan lekuk-lekuk fisiknya, seperti dada, udel, pantat, paha, ketiak dan punggungnya.

Seusai Maghrib aku mengajak Irfan nonton film di Kartika Chandra 21 yang terletak kawasan Segi Tiga Emas Jakarta, tepatnya Jalan Gatot Subroto. Di sini banyak sekali pasangan yang datang menonton. Umumnya perempuan-perempuannya mengenakan gaun malam yang seksi dan terbuka. Banyak juga yang memakai rok mini ataupun celana blue jean ketat di bawah pinggang sehingga sering kali memperlihatkan celana dalam pemakainya.

Hari kedua aku mengajak Irfan pergi ke kantor sebuah bank syariah. ��Ayah mau setor tabungan dulu sekaligus mau buka rekening khusus zakat. Mau ikut masuk?�� Irfan mulanya enggan. ��Ayolah.�� Akhirnya ia mau juga ikut. Kami menemui salah seorang customer service officer. Laili namanya. ��Assalaamu�alaikum, Pak Irwan. Ada yang bisa saya bantu?�� suaranya bening dan terkesan manja, namun tidak dibuat-buat. Balutan jilbab coklat itu tak mampu menyembunyikan posturnya yang semampai dan wajah selembut kabut. ��Wa�alaikumsalaam, Mbak Laili. Saya ingin membuka rekening khusus untuk zakat. Oh, ya, kenalkan ini anak sulung saya, Irfan. Irfan, ini Mbak Laili.�� ��Assalaamu�alaikum, Mas Irfan.�� ��Wa�alaikumsalaam, Mbak Laili.�� ��Irfan kerja di gedung ini juga, Mbak Laili. Lantai 12.�� ��Oh, ya?�� Laili agak terkejut. ��Kalian pasti enggak pernah bertemu �kan? Inilah penyakit zaman modern, orang-orang berkantor di satu gedung tapi bisa bertahun-tahun tak pernah berjumpa,�� kataku sambil tertawa.

Bibir tipis Laili mengukir segurat senyum. ��Soalnya Mas Irfan enggak pernah buka tabungan di bank syariah. Duitnya disimpan di bank konvensional semua ya?�� Laili punya selera humor yang bagus. Kulihat Irfan tersenyum kecil. ��Insya Allah saya akan buka rekening di bank

syariah, Mbak.��

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun