Dengan apa kau lunasi pagi, yang setia menyajikan cericit burung-burung dan gemericik kehidupan pada kolam nila.
Pada lanscape kecil depan rumahmu, Pada angin senja yang menuntunmu, menepi tinggalkan riuh-jenuh perhelatan nyeri.
Detik-detik terus saja menuntunmu, menjauh dari riak sungai yang kemarin menderas di sela jemari.
Saat itu, kanvas dan palet hampir jadi piatu, karena keinginan seringkali memenjarakan kewarasan dibalik kantong-kantongmu.
Lantas begitu lautkah kau terbenam, dalam dekapan microskop cahaya. Atau sebegitu rabunkah kau dihadapan kondensor yang perlahan buram.
Sebegitu suramkah nyanyian esok, di kerongkongan batin yang dahaga, kemudian pasrah menuju ajal pada kebisuan alas lempeng besi dan martil.
Harus sebegitu langitkah pendakianmu, ke lereng mendung, lancip gerimis dan awan kelam. Hingga di puncak desahmu kau percaya, bahwa kuyup jiwa tak selalu soal air mata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI