Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketupat, Sajian dengan Makna Mendalam di Balik Anyaman Janur

28 Maret 2025   07:40 Diperbarui: 28 Maret 2025   07:52 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketupat dari anyaman daun muda kelapa atau janur sebagai salah satu sajian utama lebaran di Indonesia (Sumber: kompas.com)

Lebaran dan Bakda Kupatan adalah dua perayaan yang tidak terpisahkan dalam tradisi Islam di tanah Jawa. Bagi masyarakat Jawa, dua momen ini tidak sekadar menjadi ajang silaturrahim, tetapi juga mengandung filosofi mendalam yang diwariskan sejak zaman Walisongo. Di antara simbol yang paling kentara dalam perayaan ini adalah sajian ketupat dan lepet, yang menyimpan makna spiritual dan sosial.

Ketupat bukanlah sekadar panganan dari beras yang dibungkus janur, melainkan sebuah simbol ajaran yang diwariskan Sunan Kalijaga. Ia merepresentasikan perjalanan spiritual manusia dalam menapaki Idulfitri dan meraih kesempurnaan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa. Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki empat makna utama, yakni lebaran, luberan, leburan, dan laburan.

Lebaran mengacu pada makna berakhirnya bulan Ramadan, di mana umat Islam telah menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh. Ini adalah puncak pencapaian spiritual, di mana seseorang kembali kepada fitrah atau kesucian dirinya. Momentum ini disambut dengan kebahagiaan dan perayaan, di mana keluarga dan masyarakat saling bertemu, menjalin silaturrahim, dan mempererat persaudaraan.

Luberan bermakna berbagi rezeki kepada sesama, terutama kepada fakir miskin. Konsep ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya didapatkan dengan merayakan kemenangan pribadi, tetapi juga dengan membagikan kenikmatan kepada mereka yang membutuhkan. Melalui zakat fitrah dan sedekah, umat Islam diajak untuk menebarkan kasih sayang dan kepedulian sosial.

Leburan adalah inti dari perayaan Idulfitri, yakni melebur dosa dan kesalahan dengan saling memaafkan. Tradisi sungkeman yang dilakukan dalam masyarakat Jawa bukan sekadar seremoni, tetapi merupakan wujud nyata dari permohonan maaf dan keikhlasan untuk melupakan kesalahan masa lalu. Dalam Islam, dosa antara manusia tidak dapat dihapus hanya dengan ibadah, melainkan harus diselesaikan dengan meminta maaf secara langsung kepada orang yang bersangkutan.

Laburan melambangkan kebersihan dan kesucian. Kata ini berakar dari istilah "labur" atau kapur yang sering digunakan untuk mengecat rumah agar tampak bersih dan baru. Filosofi ini mengajarkan bahwa setelah kembali kepada fitrah, manusia harus menjaga kebersihan hati dan perbuatannya, agar tetap berada di jalan yang benar dan tidak kembali terjerumus dalam dosa.

Tidak hanya makna yang terkandung dalam bentuknya, ketupat juga memiliki filosofi dalam bahan pembuatannya. Janur, daun kelapa muda yang digunakan untuk membungkus ketupat, dalam tradisi Jawa memiliki arti "jati ning nur" atau kesucian hati nurani. Ini menjadi pengingat bahwa hati yang suci akan membawa seseorang pada keselamatan dan terhindar dari mara bahaya.

Ketupat bukan sekadar hidangan Lebaran, tetapi simbol fitrah, kebersamaan, dan ketulusan hati dalam melebur kesalahan. Di setiap anyaman janur ketupat, terselip doa, harapan, dan kebijaksanaan leluhur yang mengajarkan makna berbagi dan kesucian hati.

Sementara itu, proses pembuatan ketupat pun menyimpan pesan mendalam. Menganyam janur menjadi bentuk ketupat membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan ketekunan. Ini menjadi simbol bahwa dalam menjalani kehidupan, manusia harus memiliki kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi berbagai ujian.

Menariknya, ketupat tidak hanya dikenal di Jawa, tetapi juga di berbagai daerah lain seperti Madura, Gorontalo, Manado, Lombok, dan Pasuruan dengan tradisi yang beragam. Setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam menyajikan dan memaknai ketupat, namun inti filosofinya tetap sama: sebagai simbol kesucian, permohonan maaf, dan kebersamaan.

Di banyak tempat, ketupat tidak berdiri sendiri sebagai hidangan lebaran, tetapi ditemani oleh lepet. Lepet yang berbentuk lonjong dan terbuat dari ketan dengan campuran kelapa serta kacang tanah, melambangkan eratnya persaudaraan. Tekstur lengket dari ketan menjadi perlambang eratnya hubungan antaranggota keluarga yang saling terikat oleh kasih sayang dan kebersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun