Lebaran dan Bakda Kupatan adalah dua perayaan yang tidak terpisahkan dalam tradisi Islam di tanah Jawa. Bagi masyarakat Jawa, dua momen ini tidak sekadar menjadi ajang silaturrahim, tetapi juga mengandung filosofi mendalam yang diwariskan sejak zaman Walisongo. Di antara simbol yang paling kentara dalam perayaan ini adalah sajian ketupat dan lepet, yang menyimpan makna spiritual dan sosial.
Ketupat bukanlah sekadar panganan dari beras yang dibungkus janur, melainkan sebuah simbol ajaran yang diwariskan Sunan Kalijaga. Ia merepresentasikan perjalanan spiritual manusia dalam menapaki Idulfitri dan meraih kesempurnaan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa. Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki empat makna utama, yakni lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Lebaran mengacu pada makna berakhirnya bulan Ramadan, di mana umat Islam telah menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh. Ini adalah puncak pencapaian spiritual, di mana seseorang kembali kepada fitrah atau kesucian dirinya. Momentum ini disambut dengan kebahagiaan dan perayaan, di mana keluarga dan masyarakat saling bertemu, menjalin silaturrahim, dan mempererat persaudaraan.
Luberan bermakna berbagi rezeki kepada sesama, terutama kepada fakir miskin. Konsep ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya didapatkan dengan merayakan kemenangan pribadi, tetapi juga dengan membagikan kenikmatan kepada mereka yang membutuhkan. Melalui zakat fitrah dan sedekah, umat Islam diajak untuk menebarkan kasih sayang dan kepedulian sosial.
Leburan adalah inti dari perayaan Idulfitri, yakni melebur dosa dan kesalahan dengan saling memaafkan. Tradisi sungkeman yang dilakukan dalam masyarakat Jawa bukan sekadar seremoni, tetapi merupakan wujud nyata dari permohonan maaf dan keikhlasan untuk melupakan kesalahan masa lalu. Dalam Islam, dosa antara manusia tidak dapat dihapus hanya dengan ibadah, melainkan harus diselesaikan dengan meminta maaf secara langsung kepada orang yang bersangkutan.
Laburan melambangkan kebersihan dan kesucian. Kata ini berakar dari istilah "labur" atau kapur yang sering digunakan untuk mengecat rumah agar tampak bersih dan baru. Filosofi ini mengajarkan bahwa setelah kembali kepada fitrah, manusia harus menjaga kebersihan hati dan perbuatannya, agar tetap berada di jalan yang benar dan tidak kembali terjerumus dalam dosa.
Tidak hanya makna yang terkandung dalam bentuknya, ketupat juga memiliki filosofi dalam bahan pembuatannya. Janur, daun kelapa muda yang digunakan untuk membungkus ketupat, dalam tradisi Jawa memiliki arti "jati ning nur" atau kesucian hati nurani. Ini menjadi pengingat bahwa hati yang suci akan membawa seseorang pada keselamatan dan terhindar dari mara bahaya.
Ketupat bukan sekadar hidangan Lebaran, tetapi simbol fitrah, kebersamaan, dan ketulusan hati dalam melebur kesalahan. Di setiap anyaman janur ketupat, terselip doa, harapan, dan kebijaksanaan leluhur yang mengajarkan makna berbagi dan kesucian hati.
Sementara itu, proses pembuatan ketupat pun menyimpan pesan mendalam. Menganyam janur menjadi bentuk ketupat membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan ketekunan. Ini menjadi simbol bahwa dalam menjalani kehidupan, manusia harus memiliki kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi berbagai ujian.
Menariknya, ketupat tidak hanya dikenal di Jawa, tetapi juga di berbagai daerah lain seperti Madura, Gorontalo, Manado, Lombok, dan Pasuruan dengan tradisi yang beragam. Setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam menyajikan dan memaknai ketupat, namun inti filosofinya tetap sama: sebagai simbol kesucian, permohonan maaf, dan kebersamaan.
Di banyak tempat, ketupat tidak berdiri sendiri sebagai hidangan lebaran, tetapi ditemani oleh lepet. Lepet yang berbentuk lonjong dan terbuat dari ketan dengan campuran kelapa serta kacang tanah, melambangkan eratnya persaudaraan. Tekstur lengket dari ketan menjadi perlambang eratnya hubungan antaranggota keluarga yang saling terikat oleh kasih sayang dan kebersamaan.
Tradisi Bakda Kupatan, yang dilaksanakan sepekan setelah Idulfitri atau pada hari kedelapan bulan Syawal, semakin menegaskan makna ketupat. Hari ini dirayakan sebagai momen untuk menyempurnakan ibadah puasa dengan menjalankan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Dengan merayakan Bakda Kupatan, masyarakat diajak untuk tidak hanya berfokus pada kebahagiaan duniawi, tetapi juga meraih keberkahan spiritual.
Tak heran jika ketupat menjadi simbol dakwah kultural yang diwariskan Sunan Kalijaga. Melalui pendekatan budaya, nilai-nilai Islam dapat diterima dengan lebih mudah oleh masyarakat. Inilah salah satu keunggulan dakwah Walisongo, yang mampu mengharmoniskan ajaran Islam dengan budaya setempat, sehingga tradisi seperti ketupat tetap lestari hingga kini.
Di era modern, di mana tradisi mulai tergerus oleh gaya hidup serba instan, ketupat masih memiliki tempat di hati masyarakat. Meskipun kini banyak yang memilih membeli ketupat siap pakai daripada membuatnya sendiri, makna dan filosofi di baliknya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri.
Sebagai generasi penerus, memahami filosofi ketupat bukan sekadar untuk melestarikan tradisi, tetapi juga sebagai pengingat bahwa setiap perayaan memiliki nilai yang lebih dalam dari sekadar ritual. Lebaran dan Bakda Kupatan bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang bagaimana kita memaknai kehidupan, mempererat tali silaturahmi, serta menjaga kebersihan hati dan pikiran.
Maka, ketika ketupat tersaji di meja makan saat Idulfitri, jangan hanya melihatnya sebagai hidangan khas lebaran. Lebih dari itu, ia adalah cerminan perjalanan spiritual, ajakan untuk berbagi, simbol permohonan maaf, serta pengingat agar selalu menjaga hati yang suci. Dengan memahami makna yang terkandung dalam setiap helai janur yang dianyam, kita dapat lebih menghayati esensi sejati dari perayaan Idulfitri dan Bakda Kupatan.
Tradisi ini adalah warisan berharga yang sepatutnya kita jaga, bukan hanya dalam bentuknya, tetapi juga dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sebab, dalam setiap anyaman ketupat, terselip doa, harapan, dan kebijaksanaan leluhur yang akan terus hidup dari generasi ke generasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI