Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketupat, Sajian dengan Makna Mendalam di Balik Anyaman Janur

28 Maret 2025   07:40 Diperbarui: 28 Maret 2025   07:52 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketupat dari anyaman daun muda kelapa atau janur sebagai salah satu sajian utama lebaran di Indonesia (Sumber: kompas.com)

Tradisi Bakda Kupatan, yang dilaksanakan sepekan setelah Idulfitri atau pada hari kedelapan bulan Syawal, semakin menegaskan makna ketupat. Hari ini dirayakan sebagai momen untuk menyempurnakan ibadah puasa dengan menjalankan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Dengan merayakan Bakda Kupatan, masyarakat diajak untuk tidak hanya berfokus pada kebahagiaan duniawi, tetapi juga meraih keberkahan spiritual.

Tak heran jika ketupat menjadi simbol dakwah kultural yang diwariskan Sunan Kalijaga. Melalui pendekatan budaya, nilai-nilai Islam dapat diterima dengan lebih mudah oleh masyarakat. Inilah salah satu keunggulan dakwah Walisongo, yang mampu mengharmoniskan ajaran Islam dengan budaya setempat, sehingga tradisi seperti ketupat tetap lestari hingga kini.

Di era modern, di mana tradisi mulai tergerus oleh gaya hidup serba instan, ketupat masih memiliki tempat di hati masyarakat. Meskipun kini banyak yang memilih membeli ketupat siap pakai daripada membuatnya sendiri, makna dan filosofi di baliknya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri.

Sebagai generasi penerus, memahami filosofi ketupat bukan sekadar untuk melestarikan tradisi, tetapi juga sebagai pengingat bahwa setiap perayaan memiliki nilai yang lebih dalam dari sekadar ritual. Lebaran dan Bakda Kupatan bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang bagaimana kita memaknai kehidupan, mempererat tali silaturahmi, serta menjaga kebersihan hati dan pikiran.

Maka, ketika ketupat tersaji di meja makan saat Idulfitri, jangan hanya melihatnya sebagai hidangan khas lebaran. Lebih dari itu, ia adalah cerminan perjalanan spiritual, ajakan untuk berbagi, simbol permohonan maaf, serta pengingat agar selalu menjaga hati yang suci. Dengan memahami makna yang terkandung dalam setiap helai janur yang dianyam, kita dapat lebih menghayati esensi sejati dari perayaan Idulfitri dan Bakda Kupatan.

Tradisi ini adalah warisan berharga yang sepatutnya kita jaga, bukan hanya dalam bentuknya, tetapi juga dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sebab, dalam setiap anyaman ketupat, terselip doa, harapan, dan kebijaksanaan leluhur yang akan terus hidup dari generasi ke generasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun