Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Membaca dunia adalah membuka cakrawala pengetahuan, dan melalui hobi menulis, kita menorehkan jejak pemikiran agar dunia pun membaca kita.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Arok Dedes: Kudeta, Ambisi, dan Pengkhianatan dalam Politik Nusantara

2 Februari 2025   09:05 Diperbarui: 2 Februari 2025   10:37 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian pembahasan yang terdiri dari 10 bagian dalam novel Arok Dedes (Sumber: Dok. Khamdan)

Pramoedya Ananta Toer, dalam novel epiknya Arok Dedes, menghadirkan potret paling dramatis dari kudeta pertama di tanah Jawa. Pemberontakan Ken Arok terhadap Tunggul Ametung di Tumapel. Novel ini bukan sekadar kisah sejarah yang dikemas dalam narasi fiksi, tetapi juga sebuah alegori tajam tentang kekuasaan, ambisi, dan pengkhianatan yang tetap relevan dalam politik Indonesia masa kini.

Kisah Arok Dedes berawal dari peristiwa kawin paksa yang menimpa Dedes, seorang brahmani yang kecantikannya memikat Tunggul Ametung, seorang penguasa Tumapel yang berasal dari kasta sudra tetapi diangkat menjadi kesatria oleh Kediri. Peristiwa ini memicu rangkaian ambisi kekuasaan, di mana Ken Arok, seorang anak hasil hubungan gelap, melihat kesempatan untuk menggulingkan penguasa Tumapel dengan merebut Dedes dan menjadikannya batu loncatan menuju kejayaan.

Dengan bersekutu bersama kaum Brahmana seperti Dang Hyang Lohgawe dan Mpu Gandring, Ken Arok membangun legitimasi atas kudeta yang dilakukannya. Namun, dalam perjalanannya, pengkhianatan demi pengkhianatan terjadi. Ken Arok, yang awalnya bersekutu dengan Mpu Gandring untuk mendapatkan sebilah keris sakti, justru membunuh sang empu. Sementara itu, Tunggul Ametung pun dibunuh dengan cara licik, diracun oleh istrinya sendiri, Ken Dedes, yang saat itu sedang mengandung anaknya.

Relevansi dalam Politik Indonesia

Pramoedya tidak sekadar menyajikan kisah heroik atau tragis, tetapi juga menggambarkan wajah politik yang penuh intrik dan pengkhianatan. Novel ini secara tidak langsung merefleksikan kondisi politik Indonesia dari masa ke masa, di mana kudeta kekuasaan seringkali dilakukan oleh orang-orang terdekat. Sejarah mencatat bahwa banyak pemimpin jatuh bukan karena musuh dari luar, tetapi oleh tangan-tangan dalam yang haus akan kekuasaan.

Dalam konteks modern, pengkhianatan politik yang digambarkan dalam Arok Dedes masih dapat kita saksikan dalam berbagai bentuk. Pertarungan elite, penggulingan kekuasaan secara halus, serta persekongkolan yang didasari oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Seperti Ken Arok yang memanfaatkan para Brahmana untuk meraih legitimasi, para politikus masa kini pun seringkali bersekutu dengan kelompok tertentu demi melanggengkan kekuasaan, sebelum akhirnya membuang sekutu-sekutu tersebut saat sudah tidak lagi dibutuhkan.

Salah satu aspek menarik dari novel ini adalah peran Ken Dedes sebagai sosok perempuan yang menjadi pusat dari perubahan sejarah. Sebagai korban kawin paksa, Dedes bukan hanya simbol dari ketertindasan, tetapi juga menjadi pemicu perubahan besar di Tumapel. Kecantikannya disebut-sebut membawa "cahaya kejayaan" bagi suaminya, yang membuat Ken Arok berambisi untuk memilikinya. Namun, dalam perjalanan cerita, Dedes juga mengambil peran dalam kudeta dengan meracuni Tunggul Ametung.

Peran perempuan dalam politik dan kekuasaan yang digambarkan dalam novel ini juga masih relevan. Di era modern, perempuan seringkali menjadi simbol perubahan dan kekuatan, meskipun masih harus menghadapi berbagai bentuk penindasan struktural. Novel Arok Dedes bukan hanya sekadar kisah historis, tetapi juga cermin bagi dinamika politik Indonesia. Kudeta, pengkhianatan, dan ambisi yang digambarkan Pramoedya tetap menjadi pola yang berulang dalam sejarah bangsa ini. Seperti Ken Arok yang akhirnya naik ke puncak kekuasaan dengan cara-cara licik, banyak pemimpin di negeri ini yang mencapai tampuk kekuasaan melalui jalan serupa, meski pada akhirnya tidak luput dari konsekuensi pengkhianatan.

Bagian pembahasan yang terdiri dari 10 bagian dalam novel Arok Dedes (Sumber: Dok. Khamdan)
Bagian pembahasan yang terdiri dari 10 bagian dalam novel Arok Dedes (Sumber: Dok. Khamdan)

Kisah ini mengajarkan kita bahwa politik adalah dunia yang keras, di mana kawan bisa berubah menjadi lawan, dan pengkhianatan kerap datang dari orang terdekat. Sejarah terus berulang, dan novel dalam 10 bagian dengan ketebalan 561 halaan ini menjadi pengingat bahwa dalam politik, tidak ada yang benar-benar abadi, kecuali kepentingan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun