Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Membaca dunia adalah membuka cakrawala pengetahuan, dan melalui hobi menulis, kita menorehkan jejak pemikiran agar dunia pun membaca kita.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Para Pencukur Rambut Garut dan Madura, Jejak Tradisi Merantau yang Mengakar

24 Januari 2025   18:30 Diperbarui: 24 Januari 2025   18:30 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, dengan keberagamannya yang unik, menyimpan kisah-kisah menarik dari para pekerja yang membawa tradisi turun-temurun ke dalam profesi mereka. Salah satu kisah yang layak diangkat adalah perjalanan tukang potong rambut dari Garut dan Madura yang telah menjadi ikon tersendiri dengan sebutan Asgar (Asli Garut) dan Asmara (Asli Madura). Identitas ini tidak hanya mencerminkan asal geografis mereka, tetapi juga melibatkan sejarah panjang, tradisi, hingga upaya menjaga eksistensi budaya lokal di tengah perubahan zaman.

Asal-usul tukang cukur Asgar berakar kuat dari Banyuresmi, sebuah kecamatan di Garut, Jawa Barat. Tradisi merantau ini diyakini dipengaruhi oleh dinamika sosial-politik pasca-pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada 1949 hingga 1962. Banyak penduduk Garut, terutama dari Banyuresmi, terpaksa meninggalkan kampung halaman akibat penumpasan gerakan ini oleh pemerintah Orde Lama di bawah Presiden Soekarno. Dalam situasi yang serba sulit, merantau menjadi pilihan untuk mencari penghidupan baru.

Profesi sebagai tukang cukur dipilih karena kemudahan modal dan keterampilan yang dapat dipelajari secara turun-temurun. Sebagai pengikat komunitas, mereka kemudian mendirikan Persatuan Pangkas Rambut Garut (PPRG), organisasi yang kini menaungi lebih dari 1.500 anggotanya. PPRG menjadi simbol solidaritas sekaligus sarana untuk meningkatkan keterampilan dan menjunjung tinggi kualitas layanan. Dengan ciri khas ramah, cekatan, dan harga terjangkau, tukang cukur Asgar kini tersebar di berbagai kota besar Indonesia.

Sementara itu, tukang cukur Asmara memiliki akar sejarah yang lebih panjang, yang konon bisa ditelusuri hingga abad ke-17. Pada masa itu, para lelaki Madura turut serta dalam perang Trunojoyo melawan Amangkurat II dari Kerajaan Mataram. Setelah konflik berakhir pada 1677, sebagian besar orang Madura memutuskan merantau, termasuk dengan membawa keterampilan mencukur rambut yang diwariskan secara turun-temurun.

Hingga saat ini, tradisi tersebut tetap terjaga. Di Madura, keberadaan komunitas tukang cukur dan sekolah potong rambut berperan penting dalam regenerasi keterampilan ini. Profesi ini tidak hanya dipandang sebagai mata pencaharian, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya Madura. Sikap pekerja keras, pantang menyerah, dan kecakapan teknis menjadi karakteristik para tukang cukur Asal Madura.

Identitas Budaya dan Penjagaan Warisan

Baik Asgar maupun Asmara, kedua kelompok ini telah berhasil menciptakan identitas yang kuat melalui profesi mereka. Selain keterampilan teknis, mereka membawa nilai-nilai budaya, seperti keramahan dan dedikasi dalam memberikan layanan terbaik kepada pelanggan. Upaya menjaga tradisi ini terlihat dari pelestarian metode mencukur tradisional hingga pengenalan inovasi modern di bidang tata rambut. Perkembangan barbershop di sejumlah kota di Indonesia juga tidak bisa meninggalkan peran dari para Asgar dan Asmara.

Penting untuk dicatat bahwa baik Garut maupun Madura memiliki komunitas-komunitas tukang cukur yang saling mendukung, baik melalui organisasi lokal seperti PPRG maupun pelatihan formal. Kehadiran sekolah potong rambut turut menjadi bukti konkret bahwa profesi ini tidak sekadar mencari nafkah, tetapi juga melibatkan transfer pengetahuan dan keterampilan lintas generasi atau penjagaan tradisi.

Dengan potensi besar yang dimiliki, langkah selanjutnya bagi tukang cukur Asgar dan Asmara adalah membawa identitas mereka ke panggung internasional. Langkah awal dapat dimulai dengan mengikuti pameran tata rambut internasional, memanfaatkan media sosial untuk memperluas jangkauan, hingga menjalin kemitraan dengan merek perawatan rambut global. Selain itu, promosi budaya melalui cerita unik di balik profesi ini juga bisa menjadi daya tarik tersendiri di mata dunia.

Tidak hanya menjadi simbol profesionalisme, tukang cukur Asgar dan Asmara mencerminkan semangat merantau, kerja keras, dan kebanggaan terhadap warisan budaya. Dalam konteks yang lebih luas, mereka adalah wajah Indonesia yang penuh dengan keberagaman dan nilai-nilai luhur. Tradisi mereka, yang bertahan hingga kini, menjadi inspirasi bahwa akar budaya dapat menjadi fondasi kuat untuk menghadapi tantangan global. Di balik setiap helai rambut yang tercukur, ada cerita tentang ketekunan, keberanian merantau, dan semangat menjaga warisan budaya. Tukang cukur Asgar dan Asmara adalah bukti bahwa tradisi lokal bisa melampaui batas, menjadi identitas yang mendunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun