Seratus hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah memberikan warna baru dalam wajah diplomasi luar negeri Indonesia. Dengan langkah berani, kabinet ini mengukuhkan komitmen terhadap peran aktif Indonesia dalam kancah internasional, baik melalui keanggotaan di BRICS, partisipasi dalam KTT D-8, maupun lawatan strategis ke berbagai negara. Peci hitam sebagai identitas bangsa Indonesia, selalu dihadirkan dalam forum internasional, seperti pertemuan dalam KTT APEC di Peru, KTT G20 di Brasil, MIKTA Leader's Gathering, termasuk Forum Bisnis Indonesia-Brasil.
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi salah satu langkah monumental di awal pemerintahan ini. Dengan orientasi untuk mendorong multipolaritas dalam tata ekonomi dunia, keikutsertaan Indonesia diharapkan mampu memperkuat daya tawar negara-negara berkembang dalam menentang dominasi Barat. Melalui forum ini, Indonesia juga memanfaatkan peluang kerja sama dalam bidang energi hijau, teknologi, dan perdagangan. Dalam konteks ini, diplomasi ekonomi menjadi landasan kuat yang berimplikasi pada peningkatan daya saing nasional.
Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam forum KTT D-8 di Mesir pada 19 Desember 2024 kemarin, mempertegas posisi Indonesia sekaligus memberikan gambaran peta jalan potensial untuk mengemban peran yang lebih besar dalam penciptaan perdamaian di panggung internasional. Namun, tantangan besar Indonesia sebagai pemimpin koalisi perdamaian dunia tetap ada. Hubungan yang kompleks di antara anggota BRICS menuntut Indonesia memainkan peran sebagai jembatan diplomasi. Pada posisi lain, Indonesia yang memiliki prinsip bebas dan netral dapat memberikan peluang untuk mempererat solidaritas di antara negara-negara anggota BIRCS dan negara di kawasan lainnya.
Partisipasi dalam KTT D-8 (Developing Eight) memperlihatkan upaya Indonesia untuk memperluas jejaring kerja sama dengan negara-negara Muslim. Fokus pertemuan yang diikuti oleh Indonesia, Turki, Mesir, Pakistan, Malaysia, Nigeria, Iran, dan Bangladesh, tidak hanya pada kerja sama ekonomi tetapi juga pada penguatan dialog budaya dan stabilitas kawasan. Indonesia mengusulkan inisiatif konkret seperti pengembangan ekosistem perdagangan halal dan digitalisasi sektor UKM. Dsebagai negara yang menjaga posisi netral, Indonesia pada akhirnya mampu mengarusutamakan diplomasi ekonomi syariah sebagai instrumen pembangunan.
Menjaga Perdamaian dan Mengatasi Geoteror
Lawatan Prabowo di awal masa menjabat sebagai Presiden dilakukan selama 16 hari, yaitu pada 8 sampai 23 November. Negara-negara yang didatangi seperti China, Amerika Serikat, Peru, Brazil, dan Inggris, menunjukkan komitmen kabinet ini terhadap perdamaian global. Dalam konteks pendudukan Isarel terhadap Palestina, Indonesia menjadikan pengalaman internasional sebagai referensi untuk meredakan ketegangan. Dialog dengan negara-negara yang memiliki pengalaman atas ketegangan pada kawasan tersebut. Presiden Prabowo Subianto yang berasal dari militer menjadi modal berharga dalam membangun strategi damai yang berkelanjutan.
Selain itu, isu geoterorisme termasuk ancaman transnasional dari kelompok-kelompok bersenjata, telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang berupaya menginisiasi pembentukan kerangka kerja sama internasional baru. Melalui diplomasi ini, Indonesia memperkenalkan pendekatan yang menyeimbangkan aspek keamanan dan pembangunan sosial.
Kabinet Prabowo tampaknya tidak hanya ingin menjadi pengikut dalam percaturan dunia, tetapi juga pemimpin yang memberikan solusi. Dalam serangkaian pertemuan bilateral dan multilateral, Indonesia menawarkan visi "Global Unity in Diversity" yang bertujuan memperkuat sinergi antarnegara dengan menghormati perbedaan budaya dan sistem politik.
Meski demikian, masih ada ruang untuk perbaikan. Kritik muncul terhadap efektivitas implementasi kebijakan luar negeri yang terkadang dianggap terlalu ambisius dibandingkan dengan kapasitas domestik. Dalam menghadapi tantangan ini, kabinet Prabowo dituntut untuk tidak hanya memperkuat institusi diplomasi tetapi juga memastikan sinergi antara kebijakan luar negeri dan pembangunan nasional.
Seratus hari pertama kabinet Prabowo Subianto telah menunjukkan tekad untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama di kancah global. Diplomasi yang dilakukan tidak hanya mencerminkan ambisi tetapi juga tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap perdamaian dunia. Keberhasilan dalam memanfaatkan momentum BRICS, KTT D-8, dan lawatan diplomatik lainnya menjadi indikator bahwa perjalanan ini berada di jalur yang benar.
Namun, perjalanan diplomasi perdamaian ini masih panjang. Tantangan domestik dan global akan terus menguji konsistensi dan kapasitas kepemimpinan Indonesia. Dengan tetap menjunjung semangat kerja sama internasional dan prinsip-prinsip kedaulatan, Indonesia berpeluang besar untuk mencatatkan jejak yang lebih bermakna di panggung dunia.
Perdamaian dunia bukan sekadar tujuan, melainkan komitmen untuk menjembatani perbedaan, merajut solidaritas global, dan mewujudkan harmoni di tengah tantangan. Kabinet Prabowo memiliki peluang emas untuk menjadikan diplomasi sebagai cahaya harapan bagi dunia yang lebih adil dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H