Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Membaca dunia adalah membuka cakrawala pengetahuan, dan melalui hobi menulis, kita menorehkan jejak pemikiran agar dunia pun membaca kita.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Stamplat, Saksi Bisu Kemunduran Transportasi Publik di Indonesia

19 Januari 2025   17:45 Diperbarui: 19 Januari 2025   17:45 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terminal Mangkang Semarang yang dalam kondisi sepi (Sumber: halosemarang.com)

Stamplat, atau yang masyarakat sekarang lebih mengenal dengan istilah terminal transportasi publik, telah menjadi bagian penting dari infrastruktur perkotaan di Indonesia sejak masa kolonial Belanda. Stamplat, berasal dari istilah Belanda stamplein yang artinya  tempat berhenti. Secara harfiah, stamplat juga dikaitkan dengan istilah Belanda "staanplaat" yang diartikan sebagai lapangan atau tanah lapang yang luas.

Stamplat dapat difahami sebagai tempat pemberhentian dari sejumlah arah yang berada di tanah lapang yang luas. Dulunya, stamplat adalah pusat aktivitas transportasi, ekonomi, dan sosial di banyak kota. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, banyak stamplat mengalami degradasi fungsi hingga menjadi ruang terbengkalai, jauh dari kejayaan masa lalunya.

Pada masa kolonial Belanda, stamplat dibangun untuk mendukung mobilitas yang efisien di kota-kota besar seperti Batavia (Jakarta), Surabaya, dan Semarang. Terminal ini dirancang dengan arsitektur fungsional yang mengutamakan efisiensi ruang dan sirkulasi kendaraan, sekaligus menjadi pusat interaksi masyarakat. Posisi strategis stamplat, biasanya di dekat pasar atau kawasan perdagangan, menjadikannya vital bagi aktivitas ekonomi masyarakat setempat.

Kampung Stamplat Girang di Ciwidey, Kabupaten Bandung, yang dianggap warisan Belanda untuk transportasi hasil perkebunan (Sumber: idntimes.com)
Kampung Stamplat Girang di Ciwidey, Kabupaten Bandung, yang dianggap warisan Belanda untuk transportasi hasil perkebunan (Sumber: idntimes.com)

Pada era pasca-kemerdekaan, pemerintah Indonesia melanjutkan fungsi stamplat sebagai simpul utama transportasi darat. Terminal seperti Giwangan di Yogyakarta dan Bungurasih di Surabaya menjadi model terminal yang terintegrasi dengan berbagai moda transportasi. Stamplat tidak hanya melayani angkutan kota dan bus antarkota, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi lokal melalui kegiatan komersial seperti kios makanan, toko suvenir, dan pedagang kaki lima.

Dinamika Kemunduran Stamplat

Kemunduran fungsi stamplat dimulai pada akhir abad ke-20, seiring dengan perubahan preferensi masyarakat terhadap transportasi pribadi. Salah satu faktor utama yang menyebabkan stamplat kehilangan relevansi adalah urbanisasi dan perubahan pola mobilitas. Meningkatnya populasi perkotaan diiringi dengan ledakan penggunaan kendaraan pribadi, seperti sepeda motor dan mobil, yang menggeser ketergantungan masyarakat pada transportasi publik. Jalan-jalan utama menjadi penuh sesak, sementara stamplat kehilangan penumpang.

Persaingan dengan transportasi online setidaknya memicu mobilitas masyarakat tidak lagi menggantungkan stamplat atau terminal. Kehadiran ojek dan taksi online menawarkan kemudahan akses yang mengurangi daya tarik terminal sebagai pusat transportasi. Banyak pengguna lebih memilih layanan berbasis aplikasi yang menawarkan kenyamanan door-to-door.

Manajemen dan infrastruktur stamplat juga cenderung terbengkalai. Minimnya perawatan dan modernisasi membuat banyak stamplat tidak lagi memenuhi standar kenyamanan dan keamanan. Fasilitas seperti toilet, ruang tunggu, dan kios sering kali dibiarkan rusak tanpa perbaikan. Banyak terminal tidak terintegrasi dengan moda transportasi lainnya, seperti kereta api, angkutan udara, atau MRT. Hal ini menyulitkan penumpang untuk melanjutkan perjalanan dengan mulus, sehingga mereka lebih memilih moda transportasi lain yang lebih terorganisasi.

Untuk mengembalikan stamplat sebagai pusat transportasi publik yang vital, revitalisasi infrastruktur dan digitalisasi layanan perlu dilakukan. Terminal perlu direnovasi agar menjadi ruang yang nyaman dan modern. Digitalisasi sistem tiket dan jadwal bus akan meningkatkan efisiensi serta menarik kembali minat masyarakat. Terminal harus dirancang ulang untuk mendukung integrasi dengan moda transportasi lain, seperti stasiun kereta api dan halte BRT. Contoh keberhasilan integrasi dapat dilihat pada Terminal Kampung Rambutan di Jakarta yang terkoneksi dengan TransJakarta.

Pemerintah dan operator terminal harus bekerja sama untuk memastikan bahwa pelayanan di stamplat memenuhi kebutuhan pengguna. Pelatihan sumber daya manusia, kebersihan terminal, dan pengelolaan lalu lintas di sekitar terminal adalah beberapa aspek yang perlu ditingkatkan. Kampanye edukasi tentang pentingnya transportasi publik untuk mengurangi emisi karbon dan kemacetan kota harus terus digalakkan. Memberikan insentif, seperti tarif terjangkau atau akses parkir sepeda motor di terminal, juga dapat meningkatkan minat masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun