Konsep-konsep ini digunakan Sunan Kudus untuk menjelaskan ajaran Islam dalam kerangka yang dapat dipahami oleh masyarakat Jawa, sehingga menciptakan ruang dialog yang inklusif. Pendekatan ini mencerminkan nilai bina damai yang menonjolkan penghormatan terhadap keragaman dan penciptaan kesepahaman.
Dalam dunia yang semakin plural, nilai-nilai yang diajarkan Sunan Kudus melalui Masjid Menara Kudus dan simbolisasi Kebo Gumarang, tetap relevan. Akulturasi budaya dalam Islam tidak hanya berfungsi sebagai alat dakwah, tetapi juga sebagai jalan membangun harmoni antarumat beragama. Pendekatan inklusif Sunan Kudus menjadi teladan bagaimana perbedaan budaya dan agama dapat dipandang sebagai kekayaan, bukan ancaman. Nilai bina damai ini sangat relevan dalam upaya moderasi beragama di Indonesia, di mana keberagaman adalah kekuatan yang perlu dirawat.
Masjid Menara Kudus bukan sekadar bangunan bersejarah, tetapi simbol abadi dari visi besar Sunan Kudus dalam menciptakan harmoni. Melalui akulturasi budaya, simbolisme lokal, dan filosofi yang holistik, Sunan Kudus telah meninggalkan warisan yang menginspirasi kita untuk terus memperjuangkan moderasi beragama dalam kehidupan yang semakin kompleks. Semoga nilai-nilai ini terus hidup dan menjadi panduan bagi generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H