Ada sebuah rasa yang sulit dijelaskan ketika roda sepeda bersentuhan dengan tanah basah, ketika kabut pagi menyelimuti jalan setapak, dan ketika aroma dedaunan yang lembap memenuhi udara. Perjalanan gowes ke Gunung Salak, Bogor, bukan sekadar aktivitas olahraga, ini adalah sebuah eksplorasi ke dalam jantung alam yang liar dan jarang terjamah, sebuah kisah yang terasa seperti keluar dari halaman novel petualangan The Lost City of Z.
Gunung Salak dikenal dengan reputasi mistisnya. Sebagai seorang pecinta lingkungan hidup, saya mendekatinya bukan dengan ketakutan, tetapi rasa ingin tahu. Gunung ini menyimpan sejarah, flora, fauna, dan cerita rakyat yang meresap hingga ke dalam tanah. Seperti Z dalam kisah Percy Fawcett, Salak juga adalah teka-teki yang menggoda untuk dipecahkan.
Saya memulai perjalanan dari daerah Ciapus, pintu gerbang menuju kaki gunung. Jalur ini tidak seperti lintasan sepeda biasa. Ini adalah medan berbatu, tanjakan curam, dan sesekali suara gemericik sungai kecil yang menyelinap di antara pepohonan. Keheningan di sini terasa seperti dialog antara diri dan alam. Sebuah meditasi dalam gerakan.
Rute menuju puncak Salak tak mudah. Dalam perjalanan ini, saya melewati kampung-kampung kecil dengan penduduk yang menyapa ramah, sapi yang sedang digembala, dan warung sederhana yang menyajikan kopi hitam pekat khas Bogor dan Banten. Setiap kayuhan terasa seperti langkah kecil menuju sesuatu yang lebih besar, bukan sekadar puncak, tetapi pemahaman.
Sebagai pecinta lingkungan, salah satu hal yang saya catat adalah perubahan vegetasi sepanjang jalur. Di ketinggian rendah, hamparan sawah dan kebun mendominasi. Namun, semakin tinggi saya mendaki, pohon-pohon besar dengan kanopi lebat mulai menguasai lanskap. Saya berhenti sejenak, mengamati lumut yang menempel di batang pohon, mendengarkan burung-burung yang bernyanyi di kejauhan. Ini adalah simfoni alam yang sering kita lupakan dalam hiruk-pikuk kota.
Namun, di balik keindahan ini, ada jejak-jejak manusia yang menyayat hati. Sampah plastik yang tersangkut di semak-semak, sisa-sisa api unggun yang ditinggalkan sembarangan, dan tanda-tanda erosi di beberapa titik jalur. Gunung Salak, seperti banyak tempat lainnya, berjuang melawan waktu dan kelalaian manusia. Dalam hati, saya berjanji untuk menjadikan perjalanan ini bukan hanya tentang pengalaman pribadi, tetapi juga pengingat akan pentingnya menjaga lingkungan. Alam adalah pustaka yang terbuka lebar, dan setiap tindakan kita menulis bab baru dalam ceritanya.
Ketika akhirnya saya mencapai titik pemberhentian, bukan puncak tertinggi, tetapi tempat di mana saya bisa melihat Bogor dari ketinggian. Saya duduk di atas batu besar dan meneguk air dari botol. Kabut mulai menipis, memberikan pemandangan hamparan hijau yang luas. Di sini, saya tidak menemukan kota emas seperti dalam The Lost City of Z, tetapi saya menemukan sesuatu yang lebih berharga, yaitu kedamaian.
Negeri Air Terjun Indiana Jones
Di balik kabut tebal dan rimbunnya hutan tropis Gunung Salak, ada petualangan yang menanti. Sebuah perjalanan yang terasa seperti adegan dari film Indiana Jones & Kingdom of the Crystal Skull. Dengan bersepeda, perjalanan ini tidak hanya menjadi tantangan fisik, tetapi juga eksplorasi mendalam ke jantung alam yang penuh misteri dan keindahan tersembunyi.
Gunung Salak dikenal sebagai rumah bagi banyak air terjun yang memukau, masing-masing dengan cerita dan keindahan uniknya. Dalam perjalanan gowes ini, saya menjumpai beberapa di antaranya Curug Cigamea, Curug Seribu, dan Curug Ngumpet. Setiap kayuhan membawa saya lebih dekat pada suara gemuruh air yang jatuh dari ketinggian, menciptakan suasana magis seperti saat Indiana Jones mendekati situs arkeologi rahasia. Curug Cigamea adalah pemberhentian pertama saya. Jalurnya cukup menantang dengan tanjakan curam dan jalan berbatu, tetapi saat tiba di sana, pemandangannya membayar semua kelelahan. Air terjun ini tersembunyi di tengah hutan lebat, dan butiran airnya yang membasahi wajah membawa kesejukan yang tak terlupakan.
Rute menuju Gunung Salak bukan untuk yang berhati lemah. Medannya bervariasi, dari jalan setapak yang sempit hingga tanjakan yang membuat kaki terasa terbakar. Namun, di setiap belokan, ada pemandangan yang membuat perjalanan ini layak diperjuangkan. Saya melewati hutan bambu, jembatan kayu kecil yang menggantung di atas sungai, dan bahkan menemukan gua kecil yang menambah kesan petualangan. Di beberapa titik, kabut tebal turun, menutupi pandangan dan membuat suasana terasa seperti masuk ke dunia yang berbeda. Saya berhenti sejenak untuk mengamati lingkungan sekitar. Burung-burung berkicau di kejauhan, dan suara dedaunan yang bergesekan dengan angin menciptakan melodi yang alami. Seperti Indiana Jones yang selalu menemukan sesuatu yang baru di setiap perjalanan, gowes ke Gunung Salak ini juga penuh kejutan.