Natal 2024. Dalam lanskap hijau dan udara sejuknya, masyarakat dari berbagai keyakinan hidup berdampingan: Islam, Kristen, dan Buddha.
Kawasan Jepara bagian Utara, yang membentang di sekitar Pegunungan Muria, menawarkan pemandangan indah yang lebih dari sekadar panorama alam. Tempat ini menyimpan sebuah kisah harmoni antar umat beragama yang layak menjadi refleksi dalam perayaanJepara, yang dikenal sebagai kota ukir, tidak hanya mengukir kayu, tetapi juga mengukir sejarah kerukunan yang mendalam. Di kawasan utara ini, kita bisa menemukan masjid, gereja, dan vihara yang berdiri tidak jauh satu sama lain. Harmoni ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil perjalanan panjang yang ditandai oleh nilai-nilai gotong royong dan saling menghormati. Pegunungan Muria menjadi saksi penyebaran Islam oleh salah satu Walisongo pada abad ke-13, yaitu Sunan Muria atau Raden Umar Said. Pada posisi lain, Pegunungan Muria juga menjadi basis penyebaran Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ), komunitas gereja Kristen Protestan beraliran menonit dengan tokoh penginjil pribumi bernama Kiai Ibrahim Tunggul Wulung. Sedangkan komunitas Budha membangun vihara terbesar bernama Vihara Giri Santi Loka, yang menjadi bukti keteguhan menjaga warisan kepercayaan leluhur.Â
Sejarah mencatat, perdagangan dan pernikahan lintas budaya pada masa lalu telah membawa interaksi antara komunitas Muslim, Kristen, dan Buddha. Interaksi ini melahirkan rasa saling pengertian yang terus diwariskan hingga kini. Misalnya, saat ada acara tradisional seperti sedekah bumi, semua agama terlibat aktif tanpa memandang perbedaan keyakinan. Dalam konteks ini, Desa Blingoh, Bondo, dan Tempur merupakan sederet desa di Pegunungan Muria yang menawarkan gambaran menarik tentang bagaimana keberagaman agama dapat hidup berdampingan.
Penamaan Pegunungan Muria sendiri merupakan simbolisasi dari penamaan yang sama pada Bukit Moria di Palestina. Dalam tradisi Yahudi, Bukit Moria diyakini sebagai lokasi Ibrahim mengorbankan Ishak. Pada posisi lain, dalam tradisi Kristiani menganggap bahwa Bukit Moria adalah lokasi pembangunan Bait Suci pada masa King Solomon menggantikan ayahnya, Daud. Dengan demikian, sangat mafhum jika Pegunungan Muria adalah kawasan yang mengekspresikan hidup damai antar agama.
Di era modern, tantangan kerukunan antarumat beragama semakin kompleks. Teknologi informasi sering kali menjadi pedang bermata dua, mempermudah komunikasi sekaligus membuka ruang bagi hoaks dan provokasi. Namun, masyarakat Pegunungan Muria memiliki kearifan lokal yang menjadi tameng kuat melawan narasi perpecahan.
Komunitas lintas agama sering mengadakan dialog rutin dan kegiatan sosial bersama. Salah satu contohnya adalah kerja sama dalam program reboisasi hutan Muria yang melibatkan umat Muslim dari pesantren lokal, Jemaat gereja, dan komunitas Buddhis. Program ini tidak hanya menyelamatkan lingkungan tetapi juga mempererat persaudaraan antarumat.
Moderasi Beragama Sebagai Kunci Harmoni
Moderasi beragama menjadi fondasi utama bagi masyarakat di kawasan ini. Prinsip moderasi yang mengedepankan sikap tawassuth (tengah-tengah), tasamuh (toleransi), dan ta’awun (kerja sama) menjadi pedoman hidup sehari-hari. Contoh nyata adalah bagaimana setiap agama menghormati hari raya agama lain.
Pada saat perayaan Natal, umat Muslim dan Buddha sering kali ikut membantu menyiapkan acara atau sekadar menjaga keamanan lingkungan. Sebaliknya, ketika Idulfitri atau Waisak tiba, umat Kristen juga menunjukkan dukungan serupa. Harmoni ini menjadi bukti bahwa keberagaman tidak harus menjadi sumber konflik, melainkan peluang untuk saling memperkaya.
Dalam perayaan Natal tahun ini, kisah harmoni di Pegunungan Muria menjadi pelajaran penting bagi bangsa yang terus berjuang menjaga persatuan di tengah keberagaman. Dunia yang sering diliputi oleh berita konflik agama perlu menoleh ke Jepara bagian Utara, di mana perbedaan bukanlah dinding pemisah, melainkan jembatan penghubung.
Kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024, setidaknya menjadi momen bersejarah dan monumental bagi bangsa ini. Paus Fransiskus, dengan pesan kasih universal dan dialog lintas agama, menghadirkan napas segar dalam dinamika hubungan antarumat beragama. Kehadirannya mengingatkan kita akan pentingnya dialog yang tulus, penghormatan terhadap perbedaan, dan komitmen kolektif untuk menciptakan dunia yang lebih damai.