Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Human Resources - Researcher / Paradigma Institute

Penikmat kopi robusta dan kopi arabika dengan seduhan tanpa gula, untuk merasakan slow living di surga zamrud khatulistiwa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi 20 Tahun Tsunami Aceh 2004: Tantangan Mitigasi Kebencanaan di Indonesia

26 Desember 2024   16:26 Diperbarui: 26 Desember 2024   16:26 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua dekade telah berlalu sejak Tsunami Aceh 2004, salah satu bencana alam terbesar dalam sejarah modern, melanda Indonesia. Lebih dari sekitar 230.000 korban jiwa, tragedi ini mengubah wajah Aceh secara fisik, sosial, dan emosional. Hari peringatan ini bukan hanya momen duka, tetapi juga pengingat betapa pentingnya kesiapsiagaan, mitigasi, dan respons terhadap bencana di negara yang rawan bencana seperti Indonesia.

Salah satu pelajaran paling berharga dari Tsunami Aceh adalah kebutuhan akan sistem peringatan dini yang efektif. Pada tahun 2004, Indonesia tidak memiliki infrastruktur peringatan dini yang memadai untuk mendeteksi tsunami. Pasca tragedi, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan komunitas internasional untuk membangun Sistem Peringatan Dini Tsunami di Samudra Hindia. Sistem ini merupakan langkah maju, tetapi tetap membutuhkan pemeliharaan dan peningkatan yang konsisten.

Selain itu, tragedi ini menunjukkan pentingnya edukasi masyarakat tentang kebencanaan. Banyak korban jiwa dapat dihindari jika masyarakat memiliki pemahaman tentang tanda-tanda awal tsunami dan langkah-langkah penyelamatan. Program edukasi kebencanaan yang terintegrasi di sekolah dan komunitas menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar.

Indonesia, dengan letak geografisnya di Cincin Api Pasifik dan wilayah tropis, menghadapi risiko bencana alam yang tinggi, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan erupsi gunung berapi. Dalam konteks ini, membangun budaya kesiapsiagaan bencana menjadi langkah strategis untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Namun, membudayakan kesiapsiagaan bukan hanya tentang edukasi, melainkan juga menciptakan ekosistem sosial yang mendukung kesadaran kolektif terhadap bencana.

Ekosistem sosial sadar bencana mencakup individu, komunitas, pemerintah, dan lembaga non-pemerintah yang saling mendukung dalam kesiapsiagaan bencana. Beberapa elemen penting untuk membangun ekosistem ini adalah membangun kesadaran kolektif bahwa kesiapsiagaan adalah tanggung jawab bersama. Hal ini memberikan arti bahwa tidak ada bencana kecil maupun besar karena semuanya memiliki potensi merenggut nyawa manusia.

Mesti diakui bahwa sistem mitigasi risiko kebencanaan sudah mengalami kemajuan yang signifikan di Indonesia. Akan tetapi, masih ada tantangan besar yang senantiasa akan dhadapi dalam mitigasi kebencanaan. Pertama, kesenjangan infrastruktur antara banyaknya wilayah terpencil yang masih belum memiliki akses terhadap teknologi peringatan dini. Realitas demikian berpotensi menciptakan ketimpangan dalam tingkat kesiapsiagaan, sebagaimana antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Kedua, perubahan iklim yang tidak terkendali menjadikan meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana alam yang tidak berimbang. Pada satu waktu di kawasan tertentu terjadi banjir, tanah longsor, dan badai tropis, namun pada kawasan lain justru terjadi krisis air bersih karena situasi kekeringan ekstrim. Pada situasi yang berseberangan itu menjadikan perlunya edukasi agar masyarakat memiliki kesadaran penuh akan pentingnya mitigasi kebencanaan.

Peringatan Tsunami Aceh 2004 harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk terus memperkuat ketahanan terhadap bencana. Dengan kombinasi teknologi, edukasi, investasi, dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat menjadi model dalam mitigasi kebencanaan di kawasan Asia-Pasifik. Tragedi ini adalah pengingat bahwa kesiapsiagaan adalah tanggung jawab bersama yang tidak boleh diabaikan.

Membudayakan kesiapsiagaan bencana bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan investasi jangka panjang untuk melindungi masyarakat dan aset nasional. Dengan strategi yang terintegrasi dan dukungan penuh dari seluruh elemen bangsa, Indonesia dapat menjadi model dalam membangun ekosistem sosial yang sadar dan tangguh terhadap bencana. Mari kita jadikan kesiapsiagaan sebagai budaya hidup, bukan sekadar respons sesaat terhadap bencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun