jika melihat implementasi hukum islam di indonesia pada dasar nya sudah di terapkan sejak indonesia belum merderka dan sampai sekarang penerapan hukum islam masih di terapkan karena mayoritas warga negara indonesia muslim (islam), namun penerapannya tidak bisa menyeluruh kepada semua golongan karena keragaman suku budaya dan agama yang ada di dalam negara repuplik indonesia, oleh karena itu pemerintah hanya mengkhususkan badan hukum (pengadilan agama) yang di mana terkhususkan untuk orang islam. mengapa hanya terkhusus kan untuk orang islam ? mengingat bahwa dulu ada kata dalam di piagam jakarta "menjalankan syariat islam bagi pemeluknya".Â
adapun bagaimana penyelesaian kasus-kasus tertentu seperti perkawinan, dalam implementasi hukum islam di indonesia, dalam hal ini pemerintah yang sudah membuat badan hukum yaitu pengadilan agama maka disitu pasti ada dasar hukum yang mengatur badan hukum tersebut yaitu undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan telah di perbaharui dengan undang-undang nomor 16 tahun 2019, teruntuk pengadilan agama menyelasaikan kasus apa saja, sebagaimana di atur dalam pasal 49 undang-undang nomor 3 tahun 2006 : pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama islam di bidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shdaqah dan ekonomi syari'ah.Â
dari penjelasan ini, kini timbul pertanyaan apakah hukum yang mengatur tentang perkawinan dan kewarisan itu sudah sesuai dengan hukum islam, maka jawabannya jika ada kekurangan mengenai hal tersebut di sini hakim pengadilan agama memakai buku kompilasi hukum islam (khi) sebagai pedoman. kegunaan khi disini memang di susun sebagai pedoman bagi hukum yang kurang jelas menegaskan perihal hukum islam dalam undang-undang.Â
namun sedang marak perkawinan beda agama yang terjadi di indonesia yang di sahkan oleh negara seperti hal nya dalam catatan sejarahnya, kelayakan nikah beda agama dapat dilihat melalui interpretasi yang dibuat oleh mahkamah agung (ma), yang ditunjukkan dalam putusan ma nomor 1400 k/pdt/1986. putusan ini mengulas bahwa kantor catatan sipil kala itu diizinkan untuk mendaftarkan nikah beda agama. situasi ini timbul dari upaya pencatatan pernikahan yang dilakukan oleh seorang wanita beragama islam dengan pasangannya yang beragama kristen protestan.Â
akan tetapi mahkamah agung(ma) sudah mengeluarkan berupa sema (surat edaran mahkamah agung) Â nomor 2 tahun tahun 2023 tentang petunjuk untuk para hakim dalam mengadili pernikahan beda agama. namun yang aneh nya lagi pernikahan beda agama masih saja terjadi dengan mencari jalan keluar yaitu menikah di luar negeri yang membolehkan pernikahan beda agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H