Mohon tunggu...
Muhammad Juanda Ramadhan
Muhammad Juanda Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa PPKN FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebudayaan Pernikahan Daerah di Indonesia

5 Desember 2022   08:00 Diperbarui: 5 Desember 2022   08:10 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak kebudayaan yang  terdapat di Indonesia, salah satunya adalah budaya dalam pernikahan yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Pernikahan Minangkabau yang di dalam terdapat beberapa rangkaian adat di dalamnya. 

Maresek dalam tradisi Minangkabau adalah tahapan untuk mendatangi pihak pemuda yang akan dijodohkan dengan anak perempuan (Parwati, 2016). Dalam maresek ini yang melakukan penjajakan lebih dahulu oleh pihak wanita, ini sudah menjadi adat atau kebiasaan bagi masyarakat Sumatra Barat itu sendiri. 

Sehingga tidak menjadi masalah jika pihak wanita yang menjajak dahulu karena sudah menjadi adat di sana. Selajutnya jika sudah merasa cocok maka langsung ke tahap berikutnya yaitu maantaan tando yaitu tahap mengantar tanda melamar. Ini merupakan tahapan mengantarkan tanda pengikat atau pertunangan dari pihak calon pengantin wanita kepada calon pengantin pria. 

Dalam salah satu daerah yaitu di nagari Bayur Maninjau, SumBar, lazimnya yang dijadikan pengikat adalah satu buah cincin emas yang berat minimal lima gram. Selanjutnya dilakukan maminang yang membawa barang utama sirih pinang lengkap yang disusun dalam sebuah crano atau dibawa menggunakan kampia. Selanjutnya tahapan mahanta siriah atau minta izin. 

Pada tahapan ini mempelai meminta izin atau memberitahukan kepada para tetua yang ada perihal pernikahan tersebut. Lalu lanjut ke tahapan babako-babaki yaitu tradisi menunjukkan kasih sayang dari pihak ayah wanita, malam bainai yaitu memberikan tumbukan daun pacar ke jari mempelai wanita yang menggambarkan rasa kasih sayang. 

Selanjutnya manjaupuik marapulai yaitu penjemputan mempelai pria ke rumah mempelai wanita untuk melakukan akad. Selanjutnya penyambutan di rumah anak daro yaitu penyambutan mempelai pria. Basandiang di pelaminan yaitu bersanding di atas pelaminan. Setelah mengucap akad ada lima acara adat yang biasanya dilakukan yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening, mengeruk nasi kuning, dan bermain coki.

Di Bugis juga terdapat tradisi Doi Menre. Doi menre dapat diartikan sebagai harta yang dibawa oleh pihak laki-laki. Dalam tradisi Bugis masih terdapat startifikasi social sehingga jika ada pria yang ingin menikahi wanita yang lebih tinggi stratifikasi soialnya maka harus memiliki harta yang banyak. Ini mempengaruhi ke barang yang serahkan kepada pihak wanita yaitu seperti perhiasan dan lain-lain. 

Doi menre sendiri difungsikan sebagai biaya untuk pernikahan. Namun dalam kenyataannya doi menre ini kadang menjadi masalah bagi pihak pria, sehingga suka terjadi peristiwa kawin lari antara pria da wanitanya. Akibat dari kawin lari ini bisa fatal karena akan terjadi konflik antara pihak pria dan wanita yang bisa menyebabkan kematian salah satu pihak.

Di sunda yang masih menjaga talari yaitu kebiasaan turun menurun dari nenek moyangnya. Salah satunya adalah percaya terhadap makhluk-makhluk halus. Tradisi ini masih dilakukan hingga sekarang melalui acara-acara kesenian, kelahiran, kematian, khinatann dan lain-lain (Kasmana, Sabana, Gunawan, & Ahmad, 2016). Bahkan banyak cerita yang beredar mengenai pernikahan antara manusia dengan makhluk halus. Salah satu makhluk halus yang di percaya ada yaitu kuntianak yang berwujud sebagai wanita sehingga menggoda para pria yang tidak sadar bahwa kuntianak bukan manusia.

Di pesisir Jawa yaitu Pekalongan yang memiliki tradisi dalam pernikahannya. Tradisi pernikahan di Pekalongan yaitu nakonke, sangsangan, nentokke dino, pasrahan tukon, malem midodaren, walimah, akad nikah, resepsi, dan balik kloso (Maknun, 2013). 

Nakonke yang berarti menanyakan apakah wanita yang ingin dilamar, belum ada yang melamar terlebih dahulu oleh pihak pria. Sangsangan yang memiliki arti mengikat, yaitu pihak pria mengikat wanita yang ingin di nikahinya. Nentokke dino yang berarti menentukkan hari baik kapan dilaksanakannya akad. 

Selanjutnya malam midadoremi yaitu sumbangan yang diberikan mulai dari h-1 akad dari pagi, siang, hingga malam oleh ayah ibu pengantin. Walimah yaitu pembacaan maulid pada h-0 akad. Dan dilanjutkan dengan akad nikah. Balik kloso yaitu kedua pengantin pindah dari rumah keluarga perempuan menuju rumah keluarga laki-laki.

Dari beberapa contoh kebudayaan di atas, dapat dikatakan bahwa setiap daerah memiliki kebudayaannya masing-masing. Ini merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Keberagaman budaya yang ada tidak dengan sendirinya muncul namun di pengaruhi oleh berbagai faktor. Misal faktor ekonomi, agama, lingkungan, dan lain-lain. Perbedaan budaya ini timbul karena faktor-faktor tersebut. Di mana dalam Jawa Pesisir yang kental akan ajaran islamnya berbanding terbalik dengan Doi menre yang masih melihat stratifikasi sosialnya. Ini dipengaruhi oleh kebudayaan yang dibawah oleh masing-masing nenek moyang. Tentunya itu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang telah disebutkan di atas.

Dari sekian banyak perbedaan yang ada antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain terdapat pula kesamaan di dalamnya. Persamaan yang paling mencolok di dalam masing-masing kebudayaannya adalah semangat untuk tetap melestarikan apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulunya. Sehingga kebudayaan yang sudah sejak dahulu dilakukan masih diteruskan oleh generasi yang sekarang. Selain melestarikan budaya yang sudah ada, persamaan yang dapat di ambil adalah bagaimana mereka bisa mejaga nilai-nilai adat yang terkandung di dalamnya. Berbeda degan melestarikan, menjaga nilai adat disini mereka tidak hanya melaksanakan kebudayaannya saja tapi juga tetap memperhatikan esensi dari kebudayaan mereka sendiri. Sehingga dalam pelaksanaannya banyak hal-hal baik yang dapat dipetik sebagai tutunan hidup.

Daftar Pustaka

Kasmana, K., Sabana, S., Gunawan, I., & Ahmad, H. A. (2016, September). Perwujudan Keyakinan akan Keberadaan Mahluk Halus dalam Komik Kawin ka Kunti. Panggung, 26(3), 280-294.

Maknun, M. L. (2013, Juni). Tradisi Pernikahan Jawa Pesisir. Jurnal Kebudayaan Islam, 11(1), 119-130.

Parwati, D. A. (2016, September 9). Prosesi Adat Pernikahan Minangkabau, Sumatera Barat. Retrieved April 11, 2020, from mahligai-indonesia.com: http://mahligai-indonesia.com/pernikahan-nusantara/prosesi-adat/prosesi-adat-pernikahan-minangkabau-sumatera-barat-999

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun