Mohon tunggu...
Muhammad Juanda Ramadhan
Muhammad Juanda Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa PPKN FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan PSBB Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

2 Juli 2021   16:00 Diperbarui: 2 Juli 2021   16:04 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Infeksi virus corona atau Covid-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina. Virus ini menyebar dengan sangat cepat ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali negara Indonesia. Corona virus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia) (Pane, 2020). Gejala awal dari virus ini adalah demam, batuk, dan sesak napas. Namun ada pula kasus yang terjadi tanpa adanya gejala-gejala awal tersebut.

Negara Cina yang menjadi awal mula munculnya virus ini memberlakukan kebijakan untk mengisolasi kota-kota yang dianggap daerah merah yang sudah sangat parah. Pada 23 Februari, Wuhan di-lockdown, kota-kota lain di luar Wuhan, bahkan Beijing dan Shanghai, menyusul sesudahnya (Damarjati, 2020). Setelah menyebar ke berbagai negara, banyak pula negara yang mengambil kebijakan untuk lockdown bagi negaranya. Di antaranya adalah India, Italia, Polandia, Spanyol, dan lain-lain (Detikcom, 2020). Namun, lain hal dengan kebijakan yang di ambil oleh Pemerintah Indonesia. Indonesia yang mengkonfirmasi kasus covid-19 pertamanya pada tanggal 2 Maret 2020 di umumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah Indonesia menolak untuk menerapkan lockdown.

Seiring dengan penyebarannya yang sangat cepat di Indonesia, DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang dikategorikan merah karena banyaknya kasus covid-19 di ibukota Indonesia ini. Per tanggal 12 Mei 2020 pukul 09.00 WIB, kasus postitif covid-19 di Jakarta 5.303, dirawat 1.843, sembuh 1.262, isolasi mandiri 1.741, dan meninggal 457. Dalam beberapa hari ini, trend penyebaran covid-19 di Jakarta dianggap menurun. Sebelumnya sudah ada beberapa kebijakan yang telah di ambil oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan. Namun dalam perjalanan kebijakannya ada beberapa hal yang dianggap kontroversial karena adanya miss komunikasi antara Pemprov DKI dengan Pemerintah Pusat khususnya Kementrian Kesehatan. Setelah menyebarnya kasus covid-19 yang cukup mengkhawatirkan, Presiden Joko Widodo pun meneken Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Ihsanudin, 2020) dan menunjuk Achmad Yurianto menjadi jubir dalam kasus pandemic ini.

Pada awal menyebarnya kasus covid-19 ini di beberapa daerah dan belum adanya kebijakan resmi dari Pemerintah Pusat pada saat itu menjadikan banyak daerah yang mengambil kebijakannya masing-masing. Ada daerah yang menyuarakan untuk social distancing, physical distancing, karantina wilayah, bahkan ingin melakukan lockdown di kotanya masing-masing. Dengan adanya ketidakseragaman di daerah ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakannya untuk kasus pandemic ini. Presiden Joko Widodo menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 dan Keppres Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (Ridhoi, 2020). Keluarnya keputusan presiden tersebut membuat kepastian dalam upaya penanganan pandemic di Indonesia. Dalam penerapan PSBB di daerah ini pun tidak sembarangan. Ada kriteria bagi daerah yang ingin menerapkan PSBB di daerahnya. DKI Jakarta yang menjadi daerah merah, resmi mendapatkan izin untuk melakukan PSBB di daerahnya melalui Kementrian Kesehatan pada tanggal 10 April 2020. Namun tidak semua daerah mendapatkan izin untuk melaksanakan PSBB. Ada daerah yang ditolak pengajuan izin PSBB. Per tanggal 20 April 2020 daerah yang ditolak diantaranya Provinsi Gorontalo, Kota Sorong (Papua Barat), Kota Palangkaraya (Kalimantan tengah), dan lainnya (Kumparan, 2020). Daerah tersebut dianggak tidak memenuhi syarat untuk penerapan PSBB di daerahnya.

Ada lagi beberapa kebijakan dari daerah yang dianggap bertentangan dengan pusat. Salah satu contohnya adalah di DKI Jakarta, yang sempat membatasi angkutan umum yang ada. Sehingga menimbulkan mengularnya antrian-antrian di halte yang malah meningkatkan resiko penyebaran covid-19. Namun kebijakan ini kemudian dibatalkan seiring adanya pemberian izin bagi kendaraan umum untuk beroperasi melalui Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman. Selanjutnya, tak lama pemerintah pusat pun melarang seluruh moda transportasi beroperasi seiring dengan munculnya juga larangan mudik lebaran 2020. Adanya tarik ulur kebijakan antara pusat dan daerah ini tentu mengakibatkan kebingungan sendiri dalam masyarakat mengenai peraturan mana yang harus mereka patuhi.

Berhubung dalam penanganan pandemic ini Pemerintah Pusat mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berisi langkah-langkah untuk pemerintah jika terjadi pandemi. Dan dengan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus di Indonesia yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden menjadikan penanganan pandemic ini ada di bawah tangan presiden langsung melalui beberapa lembaga terkait. Sehingga dalam pengambilan kebijakan di daerah-daerah harus sesuai dengan kajian yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Sistem yang dibangun pun secara tidak langsung itu dari dari pusat ke daerah. Walaupun pada mulanya daerah yang memohon perizinan kebijakan tertentu, pada akhirnya pun semua kembali kepada pusat lagi.

Menurut penulis, penanganan pandemic ini yang kasusnya sudah banyak tentu harus di dukung oleh keharmonisan antara pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan. Sehingga dalam masyarakat pun dapat cepat dalam menekan penyebaran covid-19 ini. Dengan adanya Keputusan Presiden yang sudah ada dan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan tentu ini harus menjadi sistem yang efektif dan efisien sehingga tidak akan terjadinya tarik ulur kebijakan seperti awal tahun lalu. Pemerintah daerah yang secara berkala melaporkan kondisi daerahnya kepada Pemerintah Pusat tentu akan menjadikan penanganan pandemic ini lebih efektif dibandingkan mengambil kebijakan sendiri tanpa persetujuan Pemerintah Pusat yang hanya akan memperparah kondisi daerahnya. Walaupun kepala daerah yang lebih tau daerahnya sendiri, tetap harus berkomunikasi dengan pusat karena apa pun kebijakan yang diambil oleh daerah pada saat ini tentunya akan mempengaruhi pula keadaan nasional negara Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA

Damarjati, D. (2020, Maret 19). Lockdown Diterapkan di Wuhan, WHO Akui Keberhasilan China Atasi Corona. Retrieved Mei 12, 2020, from detik.com: 

Detikcom, T. (2020, Maret 28). Daftar Negara yang Lockdown karena Corona. Retrieved Mei 12, 2020, from detik.com: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun