Mohon tunggu...
Muhammad Jabir
Muhammad Jabir Mohon Tunggu... profesional -

Urologist || http://muhammadjabir.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Agama Sebatas Candu

9 Februari 2010   13:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:01 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aku bersimpuh, tertunduk, ada damai yg menyelimuti jiwa. Detakan jantungku seirama zikir yang telantun dalam lisan. Seakan ada badai endorfin yg menggelegak dalam darahku. Aku meringkuk di sudut musholla yang sudah jarang aku sambangi. Damai. Aku seakan tidak ingin bangkit, ketika pengurus musholla memberitahu bahwa kendaraan saya menghalangi kendaraan lain untuk keluar dari tempat parkir. Akhir-akhir ini banyak 'masalah' yang membuat jiwa gulana. Hati seakan kosong, emosi tidak stabil. Beberapa hari yang lalu saya menghardik tukang parkir terminal yang saya tuduh membohongi saya. Padahal ternyata saya sendiri yang salah. Untunglah tidak terjadi perkelahian antara dokter dan tukang parkir. Mungkin saya juga sedang mengalami peningkatan kadar testosteron akibat makanan aphrodiasiac yang tak pernah absen dalam menu harian saya tanpa ada penyaluran yang halal. Entahlah, saya hanya berusaha berpikir positif, walau terasa sulit. Diri dan hati memang sedang bermasalah. Namun mengapa ketika terbelit masalah, kadang saya baru bisa meningkatkan rutinitas ibadah saya dan menemukan damai di dalamnya? Apa memang benar kata Marx bahwa agama itu candu? Candu yang menjadi tempat pelarian orang-orang yang bermasalah dan mereka yang tak punya harapan? Namun jikalau manusia dalam keadaan lapang, kebanyakan dari mereka melupakan agama? Para agamawan  bilang pendapat Karl Marx itu salah, namun pada tataran praktis, itulah yang terjadi. Saya kira Karl Marx mengatakan seperti itu karena melihat realitas masyarakat yang memang terjadi saat itu. Realitas itu tidak jauh berbeda dengan yang sekarang. Saya sendiri mengalami dan merasakannya. Agama Islam yang saya ketahui merupakan agama yang  lengkap dengan semua tatacara dan sistem kehidupan kadang direduksi oleh umatnya sendiri menjadi sekedar agama yang menurut Marx adalah candu masyarakat. Islam hanya dilirik ketika orang terlilit kesulitan hidup, tatkala pikiran tidak menentu, atau mencari ketenangan atau pencerahan. Tak jauh beda dengan sebagian orang yang membutuhkan candu (obat penenang) tatkala berhadapan dengan hal-hal diatas. Kajian Islam kadang hanya sekedar siraman rohani di kala hati kerontang. Ceramah agama hanya menjadi penghibur hati dikala sedih. Janji-janji syurga dengan segala kenikmatannya menemani tidur panjang orang-orang malas seperti saya. Namun ketika saya terbangun di kehidupan keseharian, Islam kusembunyikan dalam lipatan bantal atau kusisipan dalam lipatan mushaf Al Qur'an yang lusuh nan jarang tersentuh. Kemaksiatanpun saya lakukan tanpa sadar kalau itu semua betentangan  Islam yang saya anut. Saya percaya para koruptor yang beragama Islam, taat beribadah. Mereka khusyuk dalam sholat, bahkan ada yang sudah menunaikan ibadah haji. Namun Islam tidak dibawa dalam kehidupan nyata. Tidak dibawa ke kantor. Para peguasa muslim pasti taat beribadah, namun tatkala memerintah banyak yang meninggalkan Islam bahkan memusuhi dan menghina Islam. Para politisi kita banyak yang muslim, namun dalam berpolitik mereka mencampakkan Islam. Lebih miris lagi ketika Islam hanya dijadikan topeng untuk menipu rakyat. Para wakil rakyat kita mayoritas muslim, namun tatkala mereka merancang undang-undang, mereka tak menghiraukan Al Qu'an bahkan mengakangi kitab suci. Dokter banyak yang muslim, namun tidak sedikit dari mereka menjadi dokter kapitalis (mungkin saya juga termasuk di dalamnya). Kontraktor banyak yang muslim, namun tidak sedikit dari mereka yang melalukan mark up proyek dan mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya. Masih banyak lagi contoh yang lain... Agama kemudian hanya dilihat tatkala pulang ke rumah, ketika sholat, ketika makan baca basmallah,.. namun ketika bekerja, bergaul,berbisnis,..kadang lupa atau tidak teringat sama sekali akan aturan sang pencipta.. Apakah kita umat Islam hanya akan mengambil Islam sebagian misalnya hanya ibadahnya saja dengan melupakan aturan kehidupan serta hukum-hukum yang harus ditaati dalam Islam ketika kita menjalani kehidupan ini? Padahal Allah Swt berfirman:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (QS al-Baqarah [2]: 85). Ya Rabb... kuatkan kami agar tetap berada di jalanMu. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun