[caption id="attachment_31131" align="alignright" width="298" caption="ilustrasi obat (tpgimages)"][/caption] Saya pernah bertugas sebagai dokter kontrak di salah satu puskesmas yang agak 'ndeso'. Masyarakatnya pun masih minim pengetahuan tentang kesehatan. Masyarakat masih banyak yang menginginkan dokter harus datang ke rumah mereka bila ada warga yang sakit. Suatu hari saya punya pasien kejang demam (anak-anak). "Dok, minta tolong...anak saya step (kejang) lagi " Seorang ayah muda mendatangi saya untuk ketiga kalinya. "Anaknya demam lagi ?" " Iya, Dok. Demamnya tidak mau turun" Akupun bergegas menuju rumahnya yang tepat depan puskesmas. Sejurus kemudian saya memasukkan obat kejang lewat dubur bayi yang berusia sekitar 6 bulan itu. Alhamdulillah kejangnya berhenti. "Dok, apa tidak sebaiknya obatnya diganti saja? Kok demamnya tidak mau turun?" Ibu si bayi bertanya pada saya. "Obat yang saya berikan 2 hari yang lalu sudah habis?" "Masih ada Dok." "Anaknya bisa minum obat kan ?" "Kan bukan dia yang minum, Dok. Saya yang minum. Trus saya susui dia supaya obat yang saya minum masuk ke dia." Ibu muda itu menjelaskan pada saya yang tiba-tiba jadi bengong. "Hah... Jadi bukan bayi ini yang minum? Pantas gak mau turun demamnya" "Dia kan masih kecil sekali,Dok. Apa sudah bisa minum obat? Tetangga-tetangga saya juga begitu kalau anaknya sakit" "Oalaa..." Hmm... pelajaran berharga hari ini. Masih banyak ibu-ibu di desa ini yang meminum obat untuk anak bayinya. Pantas gak sembuh. Obat yang diekskresi lewat ASI sangat sedikit sehingga tidak mungkin memberikan efek terapi pada anak yang disusui. Kasihan juga... publish from Mobile Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H