Mohon tunggu...
Muhammad Jabir
Muhammad Jabir Mohon Tunggu... profesional -

Urologist || http://muhammadjabir.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Salah Otak Lelaki

15 November 2009   17:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 1849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah 'blog walking' di Kompasiana pada beberapa tulisan yang mengangkat topik pakaian wanita, rok mini , jilbab, dan berbagai tulisan lain yang senada, saya melihat ada banyak pendapat yang menyalahkan otak lelaki ketika  melihat sesuatu dari tubuh wanita baik berupa 'aurat' maupun bentuk tubuhnya. "Salah sendiri kenapa otak lelaki ngeres atau piktor, atau "Biar melihat nenek-nenek atau wanita yang memakai cadar kalau otak lelaki piktor pasti diembat juga." Begitu kira-kira. Mungkin benar, tapi tidak murni salah otak lelaki. Manusia memiliki kebutuhan pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani. Kedua hal ini berbeda. Contoh naluri adalah naluri manusia untuk bereproduksi atau melanjutkan keturunan (naluri seksual). Contoh kebutuhan jasmani adalah makan dan minum. Naluri muncul karena faktor eksternal sedangkan kebutuhan jasmani timbul karena faktor internal. Naluri manusia bila tidak terpenuhi tidak menyebabkan kelainan fisik. Namun kebutuhan jasmani bila tidak dipenuhi bisa merugikan fisik dan menyebabkan kematian. Bila manusia tidak 'kawin' maka fisiknya tetap sehat, tapi bila manusia tidak makan atau minum maka ia bisa mati. Kedua hal ini dimiliki juga oleh hewan. Perbedaannya hanya terletak pada akal yang dimiliki manusia. Manusia bisa mengontrol pemenuhan kebutuhan naluri dan jasmani ini dengan akal yang dianugerahkan kepadanya. Naluri manusia untuk melanjutkan keturunan (naluri seksual) menuntut suatu pemuasan ketika bergejolak. Akan tetapi, naluri tersebut  tidak akan bergejolak, kecuali karena adanya fakta yang dapat diindera atau adanya pikiran-pikiran yang sengaja dihadiran. Oleh karena itu, pemenuhan naluri seksual sesungguhnya merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia. Manusia bahkan dapat mengatur kemunculannya. Manusia juga dapat mencegah munculnya berbagai gejala dari naluri ini, kecuali gejala yang mengarah pada tujuan untuk melestarikan keturunan dengan cara yang legal. Melihat wanita (baik berpakain 'sopan' ataupun tidak)  atau fakta-fakta yang menggugah birahi, misalnya, tentu akan membangkitkan naluri seksual sehingga akan melahirkan tuntutan pemuasan. Demikian pula mendengarkan atau membaca cerita-cerita porno , berpikir tentang hal-hal yang cabul, dan kemudian membayangkan semua itu. Sebaliknya, tindakan menjauhkan diri dari wanita atau segala sesuatu yang dapat membangkitkan birahi, ataupun menghindarkan diri dari fantasi –fantasi seksual, tentu dapat mencegah bergejolaknya naluri seksual. Sebab, naluri ini tidak mungkin bergejolak, kecuali dengan sengaja dibangkitkan melalui fantasi-fantasi seksual yang dihadirkan. Dengan demikian, jika pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita didominasi oleh pandangan yang bersifat seksual ( sebatas hubungan biologis antara lelaki dan perempuan) dan menjadikan wanita sebagai objek seksual semata seperti yang terjadi pada masyarakat Barat , maka tindakan menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi (fantasi-fantasi seksual) merupakan tindakan yang lazim mereka lakukan. Tujuannya adalah demi membangkitkan naluri seksual mereka sehingga naluri tersebut menuntut pemuasan. Pemenuhan tersebut bisa dilakukan seperti yang mereka inginkan dari hubungan semacam ini. Dengan cara demikianlah mereka mendapatkan ketenangan. Makanya seks bebas adalah hal biasa di masyarakat Barat. Tidak terlalu jauh berbeda dengan kehidupan hewan yang memenuhi naluri seksualnya dengan siapapun tanpa aturan. Sebaliknya, jika pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita dikuasai oleh suatu pandangan yang hanya memusatkan diri pada tujuan penciptaan naluri ini, yaitu untuk melestarikan keturunan, maka tindakan menjauhkan fakta-fakta dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi dari pria ataupun wanita merupakan upaya yang harus dilakukan dalam kehidupan umum. Dengan itu, diharapkan naluri ini tidak akan bergejolak, sehingga tiak perlu menuntut adanya pemuasan yang tidak selalu bisa dihindari, serta dapat mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Sementara itu, upaya untuk membatasi fakta-fakta yang mengundang birahi yang hanya boleh ada untuk suami-istri, merupakan tindakan yang harus dilakukan. Tujuannya adalah demi kelestarian keturunan, terwujudnya ketenangan, dan terciptanya ketentraman ketika melakukan pemuasan naluri. Jadi bukan murni salah otak lelaki bila berpikiran yang macam-macam tatkala melihat wanita baik memakai rok mini maupun pakai jilbab. Tapi wanita juga jangan menampakkan hal yang bisa menimbulkan gejolak pemenuhan naluri seksual pada lelaki yang berwujud pikiran ngeres atau piktor. Saya mau mendengar pengakuan jujur para lelaki, mana yang lebih 'merangsang' melihat wanita yang 'terbuka' atau wanita yang tertutup ? Wanita yang memakai jilbab 'standar' atau jilbab ketat ? Mana yang lebih menggoda, seorang nenek peot atau gadis ABG ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun