Mohon tunggu...
Muhammad Jabir
Muhammad Jabir Mohon Tunggu... profesional -

Urologist || http://muhammadjabir.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres Ultimate 2014

22 Juli 2014   12:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:36 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang hidup saya belum pernah merasakan suasana TPS dan mencelupkan jari di tinta pemilu yang disediakan KPU. Selama 3 periode pilpres sebelumnya, rasanya tidak ada yang istimewa dan saya sendiri tidak peduli dengan apapun hasilnya nanti. Karena pilpres pada dasarnya hanya ganti orang, tidak akan membawa perubahan mendasar dan signifikan pada bangsa yang terpenjara dalam kubangan sistem demokrasi sekuler dan ekonomi kapitalis liberal.

Pilpres kali ini berbeda. Puanasss, penuh intrik politik nan 'murah' dan kadang menyesatkan. Banyak media yang kehilangan kredibilitas, ulama yang kehilangan kharisma, cendikiawan yang menggadaikan idealisme, ukhuwah yang retak, permusuhan yang meruncing, kehilangan sahabat, fitnah merajalela, bahkan konspirasi busuk gentayangan mencari mangsa. Saya mengira bahwa banyak pemilih yang tidak lagi menggunakan logika apalagi melihat visi dan misi capres-cawapres tapi mengikuti perasaan. Bahkan warga intelek yang bersemayam di perguruan tinggi kehilangan naluri akademis.

Pada pilpres kali ini terlihat ada polarisasi 2 kekuatan. Kaum intelektual yang berpikir jernih dan tidak terbius oleh fanatisme (agama, suku, daerah, tokoh) serta tidak teracuni media akan bisa menentukan pada sisi mana mereka akan berpihak. Bagi yang sudah memihak mungkin pilpres kali ini bagai perang antara Pandawa dan Kurawa walau masih kabur siapa sebenarnya Kurawa yang asli.

Makin jelas pula hakikat demokrasi. Wajah demokrasi yang disangka rupawan menampakkan wujud aslinya yang masam dan penuh borok. Demokrasi yang begitu dekat dengan anarki dan bisa memecah belah umat. Demokrasi makin nyata memihak pada pemilik modal dan cukong yang bisa membeli dan mempengaruhi kekuasan, membeli suara rakyat, membeli media yang membodohi rakyat serta menebarkan fitnah dan kebencian, bahkan membeli idealisme para intelektual.

Bagi umat Islam yang menginginkan perubahan dan kebangkitan Islam, jalan demokrasi bukanlah untuk kita.Kita punya jalan sendiri yang digariskan oleh Rasulullah. Demokrasi tidak pernah berpihak pada umat Islam. Demokrasi tak lebih dari senandung merdu dan magis yang menghipnotis untuk masuk ke jurang. Cukuplah pengalaman saudara-saudara kita di Aljazair dan Mesir jadi pelajaran. Umat Islam dikhianati atas nama demokrasi.Umat Islam menang secara demokratis namun dikudeta demi demokrasi. Irak dihancurkan atas nama penyelamatan demokrasi. Demokrasi ditegakkan dengan cara-cara yang tidak demokratis untuk mencegah Islam berkuasa. Hanya dengan jalan Islam kita akan mulia dunia akhirat. Bukan hanya jadi macan Asia, tapi macan dunia yang ditakuti lawan dan disegani kawan.

Soerabaja, 21/07/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun