Mohon tunggu...
Muhammad Irwan
Muhammad Irwan Mohon Tunggu... -

Mengikatlah Diri ke Musafir Ulama dan Ulama Musafir lalu teruslah mengikat Simpulnya dengan kuat, teruslah mengikuti sampai akhirnya kembali kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Sulit Menerima Nasehat?

16 Agustus 2017   14:15 Diperbarui: 23 Agustus 2017   07:51 2399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenapa Sulit Menerima Nasehat

Manusia menganggap dirinya makhluk paling sempurna diantara makhluk lain ciptaan Allah SWT. Pengakuan kesempurnaan ini menjadikan (diri) manusia merasa paling tinggi kedudukan dan pengetahuannya diatas makhluk lainnya.

Tak heran jika dalam diri manusia muncul sifat merendahkan makhluk lain, termasuk sesama manusia sendiri. Sifat ini muncul pada diri manusia karena dilatarbelakangi oleh ketetapan firman Allah yang menyatakan bahwa kedudukan manusia lebih tinggi dari makhluk manapun, termasuk dengan malaikat.

"Dan sungguh, Kami telah Memuliakan anak cucu Adam, dan Kami Angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami Beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami Lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami Ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."

(Al-Isra' 70)

Dibekali dengan akal untuk  berfikir, menjadikan manusia merasa totalitas dalam menjalankan kesempurnaan yang ditasbihkan melekat dalam dirinya sebagai makhluk paling tinggi kedudukannya. Tidak ada yang mampu mencegah perbuatan manusia disaat manusia menemukan jaringan kekuasaan, yakni kekayaan dan kedudukan.

Salah Kaprah Makna

Di era modern sekarang ini kebebasan manusia menjadi sangat terang benderang, manusia bisa melakukan apapun yang diinginkan, tanpa ada yang membatasi dan menghalangi. Bahkan mengambil harta orang lain dengan terang-terangan dilakukan tanpa malu dan rasa menyesal.

Kebebasan ini merupakan rangkaian dari alur yang disampaikan Allah SWT dalam firmannya, bahwa manusia diberi otoritas untuk melakukan apapun atas kehendaknya sampai batas waktu yang telah ditetapkan.

"Berbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

(QS. Fushilat: 40)

"Jibril mendatangiku lalu berkata: "Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya." Kemudian dia berkata:" Wahai Muhammad! Kemulian seorang mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam), dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia."

(HR. ath-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Ausath al-Ahadits ash-Shahihah)

Penisbatan makhluk paling sempurna dari Allah SWT menjadikan manusia lupa diri, hingga akalnya mati, telinganya tuli dan matanya buta karena sudah tertutup oleh merasa paling sempurna, makhluk lain tidak layak dijadikan nasehat bagi dirinya.

Jangankan disuruh mengambil pelajaran pada  lebah, belajar mendengar nasehat dari sesama manusia saja enggan dilakukan, kecuali didasari dengan imbalan sesuatu yang menguntungkan dirinya.

Manusia lupa, bahwa kesempurnaan manusia dalam firman Allah SWT ada rangkaian pejelasan yang disambung dengan penjelasan firman lain yakni, belajarlah kepada apa saja dan siapa saja, ambilah pelajaran darinya sebagai bekal untuk mengenal dan beribadah kepadaKu, Tuhan yang menciptkanmu, termasuk mengambil pelajaran dari lebah madu.

"Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang yang memikirkan."

[QS. An-Nahl : 69]

Menolak Legitimasi Sempurna

Allah SWT tidak akan menyempurkan akal dan iman manusia dikala manusia tidak mau mendengar dan mengambil pelajaran dari makhluk apa saja yang diciptakanNya. Dikatakan manusia sebagai makhluk sempurna disaat manusia mau menerima nasehat dan mau mendengarnya, kemudian dijadikan pelajaran bagi dirinya.

Kesempurnaan yang dimaksud Allah SWT bukan kesempurnaan dalam berbuat kebebasan atas dasar akalnya, kesempurnaan yang dimaksud, yakni cerdas dalam menggunakan akalnya, telinganya, hatinya, matanya, lidahnya, kakinya, tangannya dan setiap unsur yang melekat dalam dirinya sebagai kendaraan menuju pengakuan diri, bahwa dirinya tidaklah sempurna, dengan kesadaran ini manusia akan siap dan mau mengambil pelajaran dari dan kepada apa saja.

Menolak legitimasi kata sempurna yang salah dalam pemaknaan jadi jalan pintas menghidupkan kesadaran hati, manusia tidak layak mengaku sempurna diatas makhluk lain.

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

Mereka itulah orang-orang yang lalai."

(QS. Al A'raf : 179)

Matinya Hati

Matinya hati ditandai dengan susahnya menerima nasehat, sedangkan susahnya menerima nasehat disebabkan karena merasa sempurna dan merasa sudah tinggi kedudukannya dari makhluk lain.

Nasehat hanya akan berguna bagi manusia yang mau mendengar dan manusia yang mau berfikir, sadar akan tempat kembalinya nanti, yakni manusia yang percaya akan adanya kehidupan lagi setelah kematian dengan didasari Iman kepada Allah SWT, tunduk pada hukumNya disertai dengan melakukan amal ibadah yang diwajibkanNya.

Dari Ibn Umar, dia berkata : Aku bersama Rasulullah SAW, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada Beliau, kemudian mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, lalu dia bertanya : " Wahai Rasulullah, manakan diantara kaum mukminin yang paling utama?", beliau menjawab, " Yang paling baik akhlaknya diantara mereka ". Dia bertanya lagi :"Manakah diantara kaum mukminin yang paling cerdik?" Beliau menjawab. " Yang paling banyak mengingat kematian diantara mereka, dan yang paling bagus persiapannya setelah kematian, mereka itu orang-orang yang cerdik".

 (HR. Ibnu Majah. Hadist Hasan -- Ash Shahihah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun