Mohon tunggu...
Muhammad Irsyad
Muhammad Irsyad Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penikmat literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensi Bela Negara di Tengah Tikaman Konflik LCS

19 Mei 2024   17:00 Diperbarui: 19 Mei 2024   17:01 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          

        

Laut China Selatan (LCS) merupakan wilayah perairan yang strategis, prestisius, sekaligus lokasi yang teramat memikat. Kawasan ini   telah menjadi urat nadi terpenting bagi perdagangan dan ekonomi dunia. Dilansir CFR Global Conflict Tracker, total nilai perdagangan yang melintasi kawasan Laut China Selatan pada 2016 mencapai US$3,37 triliun. 

Selain itu, potensi sumber daya alam yang melimpah baik hasil laut maupun cadangan minyak dan gas alam, mencapai miliaran bahkan triliunan barel. Luar biasa. Sungguh, angka yang sangat fantastis dengan daya tarik cuan yang memikat, namun mengkhawatirkan.        

Terbaru, Kementerian Sumber Daya Alam China telah merilis 'Peta Standar China 2023' yang berisikan klaim sepihak mereka, sekitar 90% di kawasan Laut China Selatan yang semula disebut sebagai sembilan garis putus-putus (nine-dash-line), bertambah satu garis putus-dari sembilan menjadi 10 garis putus-putus. 

Peta baru ini tentu saja menuai kontroversi, bukan hanya wilayahnya yang bertambah luas, tetapi juga menyulut konflik ketegangan karena tumpang tindih sekaligus menabrak batas wilayah maritim di wilayah zona ekonomi eksklusif negara-negara pesisir. Meski ditentang oleh banyak negara, China tetap bergeming, ngotot, bahkan menolak Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, demi mempertahankan pendirian batas wilayah mereka yang berdasarkan historical background, sejarah China kuno. 

Segala macam taktik, provokasi dan manuver nyentrik pun dilakukan. Pembangunan fasilitas militer, landasan pacu maupun pelabuhan bagai dikebut, pendirian pulau buatan dengan sistem radar yang mumpuni, pembuatan hutan antena dengan jaringan menara sensor yang dilengkapi perangkat elektronik canggih, semuanya tumplek blek bak dikejar deadline. Pengerahan kapal-kapal ikan, kapal survei yang dikawal kapal penjaga pantai maupun kapal fregat, seringkali ugal-ugalan demi memperkuat klaim kepemilikan mereka atas Laut China Selatan. 

Situasi ini jelas semakin memanas. Bukan tidak mungkin, cepat atau lambat, suka tidak suka, sengketa ini bisa saja menikam punggung kedaulatan negara kita, khususnya di perairan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.         

Indonesia adalah negara yang cinta damai. Namun, bila berbicara tentang kedaulatan apalagi terdapat potensi rongrongan dari luar, tentu saja tidak ada tawar menawar dalam hal ini. Posisinya jelas, harga mati. 

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (3) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Hadirnya kapal Coast guard China di laut Natuna dinilai menjadi ancaman kedaulatan Indonesia, dan ini harus disikapi secara serius.

Bela negara tidak hanya menjadi tanggung jawab TNI dan Polri dalam hal pertahanan dan keamanan negara, akan tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa. 

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional, pengertian bela negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman.

Bela negara tidak melulu berarti mengangkat senjata. Bela negara mengandung makna sikap patriotisme, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan semangat nasionalisme pada setiap warga. Namun, bila melihat kondisi sekarang, keadaannya sangatlah memprihatinkan. Semangat nasionalisme masyarakat kita, rasa-rasanya merosot, ambrol dilindas zaman. 

Gempuran era globalisasi, paham liberalisme yang mempengaruhi kehidupan bangsa, masuknya berbagai budaya asing, masuknya produk-produk luar negeri, mengakibatkan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri. Apabila dibiarkan, keadaan ini dapat memperburuk situasi. Ingat, krisis identitas bangsa maupun potensi ancaman kedaulatan, sudah di depan mata.

Kedaulatan merupakan identitas, martabat dan harga diri suatu bangsa. Menjaga kedaulatan sama saja dengan menjaga kehormatan bangsa, dan hal ini tidak ternilai harganya. Diperlukan upaya-upaya untuk memperkokohnya, salah satunya dengan menerapkan pentingnya kesadaran bela negara di semua warga negara. 

Kesadaran bela negara harus disiapkan secara dini. Implementasinya bisa dimulai dari sendiri yaitu dengan menumbuhkan sifat disiplin, ulet, dan tanggung jawab. Mematuhi peraturan yang berlaku, aktif diberbagai kegiatan sosial, menciptakan suasana tentram dan saling tolong menolong di masyarakat. Semangat kecintaan pada tanah air dan rasa patriotisme bisa juga ditingkatkan dengan mencintai sejarah perjuangan bangsa. 

Cara ini dinilai lebih ampuh bagi negara untuk mempertahankan dirinya dibandingkan kekuatan lain. Cerita perjuangan para pahlawan bisa dikemas dalam media interaktif yang menarik. Jargon-jargon di era kekinian bisa di pekikkan 'NKRI harga mati, Aku Pancasila, Aku Indonesia', menggema demi menggelorakan semangat bela negara. 

Jargon pamungkas, milik mantan menteri KKP Susi Pujiastuti 'Masuk, Tangkap, Tenggelamkan' wajib digaungkan, untuk membuktikan kepada dunia, bahwa bukan hanya martabat, akan tetapi harga diri dan kedaulatan bangsa harus dibela sampai titik darah penghabisan. Bukanlah hal mustahil, jiwa nasionalisme dan patriotisme di setiap warga akan tumbuh, menggeliat dan mengakar kuat lalu menghujam ke dalam lubuk hati, dalam mempertahankan kedaulatan dan keamanan negara. Merdeka!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun