Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Habibi
Muhammad Irfan Habibi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Komunikasi UIN Walisongo, Semarang

Mahasiswa Jurusan Komunikasi UIN Walisongo, Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aktivitas Bermedia Massa Mahasiswa

8 Juni 2023   21:27 Diperbarui: 8 Juni 2023   21:31 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam media mengenal kru media massa termasuk dalam komunitas maupun LPM. Bisa kita sepakati kru media massa ialah seorang pers atau jurnalis. Seorang pers mahasiswa (persma) terutama LPM acap kali mengalami intervensi, intimidasi, kekerasan, dan bahkan pembredelan.

 Hal tersebut bukanlah tanpa awal. LPM yang lebih memiliki sikap independen dan kritis dalam produknya terkadang dinilai mengancam beberapa pihak termasuk kampus. Acap kali pemberitaan terkait "keburukan" kampus berujung tidak baik. Bisa saja LPM itu dibekukan atau seorang persma diancam soal akademik.

 Tentu hal seperti itu sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam ruang kelas ilmu komunikasi dan jurnalistik. Dalam kelas mahasiswa diajarkan bagaimana media massa. Diajarkan soal media massa memiliki nilai independen dan sebagai watchdog, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), hukum terkait media massa, dan sebagainya.

 Dengan begitu, LPM ialah ruang mempraktikkan teori dan mengembangkan pengetahuan soal jurnalistik. Namun, yang menjadi persoalan jika para dosen mengajarkan demikian kepada mahasiswanya di ruang kelas, lantas mengapa birokrasi kampus ketar-ketir ketika ada berita buruk dan sesuai fakta terkait kampus?

 Memang tidak semua orang paham soal hukum etika media massa. Namun, apa yang diwartakan persma tentu memiliki dasar. Jika memang LPM benar-benar menjalankan sesuai KEJ maka hak jawab pun tersedia bagi birokrasi kampus terkait persoalan yang "menyinggung". Kala ini pula praktisi ilmu komunikasi dan jurnalistik menjelaskan kepada birokrasi kampus terkait kebebasan pers dan hukum etika media massa.

 Berdasarkan artikel berjudul "Profesional, Abal-abal, dan Hoax" yang ditulis Yosep Adi Prasetyo yang dimuat dalam Jurnal Dewan Pers Edisi 14, Juni 2017, memposisikan LPM dan media komunitas berada di kuadran dua. Pada kuadran ini beriisi media komunitas, media keagamaan, LPM, media kehumasan, media yang sedang tahap rintisan atau media yang sedang proses verifikasi Dewan Pers.

 Media-media tersebut memiliki ciri tidak atau belum terverifikasi Dewan Pers tetapi isi berita memenuhi standar jurnalistik dan KEJ. Artinya beritanya ialah positif dan terpecaya.

Dalam posisi ini Dewan Pers berperan sebagai mediator antara pihak yang dirugikan dengan media massa. Pada kuadran dua lebih menyoroti soal kebebasan pers. Namun, bila pihak yang dirugikan tidak puas dengan hasil mediasi bisa menempuh prosedur lain di luar Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Tentu hal ini berbeda dengan media massa yang berada di kuadran satu, yaitu media massa yang memenuhi syarat Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan terverifikasi Dewan Pers serta isi pemberitaannya memenuhi standar jurnalistik dan KEJ. Bila media di kuadran ini bermasalah akan diproses sepenuhnya sesuai undang-undang.

 Akhir kata, bila memang kampus ialah ruang belajar, maka hal-hal jurnalistik yang dilakukan media massa kampus baik bentuk komunitas dan LPM perlulah dirawat nalarnya. Jalankanlah kebebasan pers dalam kampus selayaknya di luar kampus. Terlebih kampus dikenal sebagai miniatur negara. Sebab media massa yang dikelola mahasiswa dalam kampus bukanlah sekadar ruang mengasah skill dalam memproduksi karya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun